Pelabelan Maksiat pada Seni Musik Hingga Gagal Manggungnya Nissa Sabyan di Pamekasan

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
2 Min Read
- Advertisement -

jf.id – Group musik ternama di indonesia akhirnya gagal manggung di Pamekasan. Konser galang amal untuk palestina yang direncanakan digelar di ruang terbuka tersebut, hanya berakhir dengan jumpa fans pada Minggu, (02/02) kemarin.

Ujungnya, sejumlah fans yang telah lama menantikan Sabyan Group harus menelan kekecewaan.

“Padahal kemarin kami sudah menunggu, tidak tahunya hanya pementasan tertutup di pendopo,” terang salah satu mahasiswa asal pamekasan, Ulfatus Syarifah.

Menurut Fans berat Nissa Sabyan ini, seharusnya konser itu tidak dimaknai sebagai ruang maksiat sebagaimana pelabelan kalangan ormas tertentu.

Ad image

“Maksiat darimananya sih, kok jadi alergi seperti itu,” terangnya.

Selain itu, Ia menilai pemahaman terhadap jargon gerbang salam tidak boleh terlalu konservatif, apalagi memaknai musik dengan melihat satu sisi maksiatnya saja.

“Kalau terus seperti itu jelas repot, toh konser itu konser kemanusiaan, bukan komersil,” keluhnya.

Salah satu pecinta seni musik, Indra, menilai pelabelan terhadap seni musik sebagai ruang maksiat, hanyalah kekolotan pola pikir dari kalangan tertentu. Ia bahkan menyayangkan keberadaan perda no 2 tahun 2019 tentang penyelenggaran hiburan dan rekreasi masih mengekang kebebasan berekspresi para pegiat seni musik.

“Ruang kebebasan kami dimana, lantas apa gunanya dewan kesenian jika tak memayungi kami para pecinta seni,” keluh Indra.

Ia melanjutkan, jika aksi damai yang digelar beberapa waktu lalu hanya untuk meminta agar pemkab pamekasan bisa tegas memberlakukan regulasi soal hiburan dan rekreasi. Sehingga, tidak ciut saat ada kalangan tertentu yang mengintervensi.

“Khususnya soal izin, masak razz Muhammad batal, Nissa Sabyan batal, lalu harus seperti apa seni musik di pamekasan ini,” tutup Indra.

Laporan: Hasib

- Advertisement -
Share This Article