Ad image

Pakar Hukum UGM Tegaskan MK Tidak Punya Hak Ubah Batas Usia Capres-Cawapres

ZAJ By ZAJ - Content Creator, SEO Expert, Data Analyst, Writer
3 Min Read
Pakar Hukum Ugm Tegaskan Mk Tidak Punya Hak Ubah Batas Usia Capres Cawapres
Pakar Hukum Ugm Tegaskan Mk Tidak Punya Hak Ubah Batas Usia Capres Cawapres
- Advertisement -

jfid – Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan terkait gugatan batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023). Gugatan ini diajukan oleh beberapa pihak yang menginginkan agar batas usia capres-cawapres diturunkan dari 40 tahun menjadi 35 tahun atau bahkan 25 tahun.

Namun, putusan MK ini menuai kontroversi dan kritik dari berbagai kalangan, termasuk dari pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Oce Madril. Menurutnya, MK tidak memiliki kewenangan untuk mengubah batas usia capres-cawapres karena hal itu tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menjadi dasar hukum MK.

“UUD 1945 tidak mengatur soal angka-angka atau syarat usia sebuah jabatan publik. Itu adalah ranah legislasi, bukan yudikasi. Jadi, MK tidak bisa mengubah syarat usia capres-cawapres melalui putusannya,” kata Oce Madril, Minggu (15/10/2023).

Oce Madril menambahkan bahwa syarat usia capres-cawapres adalah bagian dari sistem pemilihan umum (pemilu) yang diatur dalam undang-undang. Oleh karena itu, perubahan syarat usia capres-cawapres harus melalui proses legislasi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan mempertimbangkan berbagai aspek, seperti kematangan politik, pengalaman kepemimpinan, dan aspirasi masyarakat.

“Syarat usia capres-cawapres bukan hak konstitusional warga negara, melainkan persyaratan pekerjaan. Jadi, tidak bisa sembarangan diubah tanpa alasan yang kuat dan rasional. Apalagi jika perubahan itu dilakukan menjelang pemilu 2024, maka akan menimbulkan kecurigaan bahwa ada kepentingan politik tertentu di baliknya,” ujar Oce Madril.

Oce Madril juga mengkritik sikap beberapa pihak yang mendukung gugatan batas usia capres-cawapres dengan alasan demokrasi dan kesetaraan. Menurutnya, argumen tersebut tidak relevan dan tidak sesuai dengan prinsip konstitusionalisme.

“Demokrasi bukan berarti semuanya sama. Ada perbedaan antara hak asasi manusia dan hak politik. Hak asasi manusia bersifat universal dan tidak boleh dibedakan berdasarkan usia, jenis kelamin, agama, atau faktor lain. Namun, hak politik bersifat khusus dan dapat dibatasi berdasarkan syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang,” jelas Oce Madril.

Oce Madril berharap MK dapat mempertimbangkan secara cermat dan objektif gugatan batas usia capres-cawapres yang diajukan oleh para pemohon. Ia juga mengingatkan MK untuk menjaga integritas dan kredibilitasnya sebagai lembaga penegak hukum tertinggi di Indonesia.

“MK harus menjunjung tinggi UUD 1945 sebagai landasan konstitusional segala kehendak kehidupan bernegara. MK tidak boleh melampaui batas kewenangannya atau membuat putusan yang bertentangan dengan UUD 1945. Jika MK melanggar UUD 1945, maka MK akan kehilangan legitimasi dan kepercayaan publik,” tutup Oce Madril.

- Advertisement -
TAGGED:
Share This Article