Mahfud Ngomong IPK 3,4 Gak Lulus, Harun Masiku Masih Buronan Bossku!

Noer Huda
4 Min Read
Mahfud Ngomong IPK 3,4 Gak Lulus, Harun Masiku Masih Buronan Bossku!
Mahfud Ngomong IPK 3,4 Gak Lulus, Harun Masiku Masih Buronan Bossku!

jfid – Menko Polhukam Mahfud Md menilai indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia 3,4 tak lulus, seperti nilai sekolah.

Pernyataan ini menuai kritik dari kubu Prabowo Subianto, yang menyoroti kasus buronan korupsi Harun Masiku. Apa sebenarnya makna IPK dan bagaimana cara memperbaikinya?

Indeks persepsi korupsi (IPK) adalah sebuah ukuran yang digunakan oleh Transparency International (TI) untuk menilai seberapa besar persepsi masyarakat terhadap tingkat korupsi di suatu negara.

IPK berskala 0-10, di mana 0 berarti sangat korup dan 10 berarti sangat bersih. IPK bukanlah ukuran objektif dari korupsi, melainkan hasil survei yang dilakukan oleh TI kepada para ahli dan pengusaha di setiap negara.

Menurut laporan TI tahun 2023, IPK Indonesia adalah 3,4, naik sedikit dari tahun sebelumnya yang 3,3. Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei. Meski mengalami peningkatan, IPK Indonesia masih jauh dari target pemerintah yang ingin mencapai 7 pada tahun 2024.

Menko Polhukam Mahfud Md, yang juga cawapres nomor urut 3, mengibaratkan IPK Indonesia seperti nilai sekolah. “Kalau orang sekolah ada nilainya dapat 1-10 kita hanya dapat 3,4 nggak ada orang lulus 3,4 itu,” kata Mahfud dalam acara Rapat Akbar Laju Indonesia #GAMA2024 di Bekasi, Sabtu (9/12/2023). Mahfud menyatakan dirinya bersama Ganjar Pranowo hadir untuk memperbaiki IPK Indonesia.

Pernyataan Mahfud ini sontak menuai kritik dari kubu Prabowo Subianto, yang juga capres nomor urut 2. Politikus pendukung Prabowo, seperti Benny K Harman dan Habiburokhman, menilai Mahfud tidak lulus sebagai Menko Polhukam.

Mereka menyoroti kasus buronan korupsi Harun Masiku, yang diduga melarikan diri ke luar negeri dengan bantuan imigrasi. Imigrasi sendiri berada di bawah koordinasi Mahfud sebagai Menko Polhukam.

“Karena beliau bisa turun tangan langsung mengatasi masalah bidang hukum. Lantas mengapa beliau tidak turun tangan langsung membenahi bidang pemberantasan korupsi?” tanya Habiburokhman, yang juga Wakil Komandan Hukum dan Advokasi TKN Prabowo-Gibran.

Harun Masiku adalah tersangka kasus suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dari PDIP.

Harun diduga memberi suap Rp 600 juta kepada mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia. Harun menjadi buronan KPK sejak Januari 2023 dan belum diketahui keberadaannya hingga kini.

Kasus Harun Masiku memang menjadi salah satu contoh dari lemahnya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Namun, apakah IPK hanya bergantung pada kasus-kasus seperti ini? Apakah IPK hanya soal nilai sekolah yang bisa diperbaiki dengan mudah?

Jawabannya tentu tidak. IPK adalah sebuah indikator yang mencerminkan persepsi masyarakat terhadap korupsi di berbagai sektor, baik pemerintahan, swasta, maupun masyarakat sipil.

IPK juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keterbukaan informasi, partisipasi publik, kebebasan pers, independensi lembaga penegak hukum, dan kualitas demokrasi.

Untuk memperbaiki IPK, tidak cukup hanya dengan menangkap buronan korupsi atau menaikkan anggaran KPK.

Diperlukan komitmen dan kerjasama dari semua pihak, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun masyarakat, untuk mencegah dan memberantas korupsi di semua lini.

Diperlukan pula reformasi sistemik dan kultural yang mengubah pola pikir dan perilaku yang cenderung korup.

IPK bukanlah sekadar nilai sekolah yang bisa dianggap remeh atau dibanggakan. IPK adalah cerminan dari nilai moral dan integritas bangsa.

IPK adalah tantangan bagi kita semua untuk bersama-sama membangun Indonesia yang lebih bersih, adil, dan sejahtera.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article