Kumpulan 11 Puisi Kritis dan Satire tentang Hari Sumpah Pemuda

Rasyiqi
By Rasyiqi
17 Min Read
Kumpulan Puisi Sumpah Pemuda Kritis Dan Satire
Kumpulan Puisi Sumpah Pemuda Kritis Dan Satire

jfid – 28 Oktober 2023 seluruh Indonesia merayakan Hari Sumpah Pemuda dengan semangat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Di tengah tantangan dan kesulitan yang dihadapi bangsa ini, pemuda Indonesia tetap berdiri teguh, menunjukkan kekuatan dan ketahanan mereka.

Selamat Hari Sumpah Pemuda! Semoga semangat pemuda Indonesia terus menyala dan membawa perubahan positif bagi bangsa ini.


Berikut ini adalah puisi hari sumpah pemuda yang bisa kamu bacakan saat upacara atau di moment lain di hari sumpah pemuda:

Hari Sampah Pemuda

Di tengah gempuran asing yang menggila

di tawarkanlah segenggam janji palsu

dari bibir-bibir yang berkilau

sehabis menikmati hasil bumi kita

suara-suara di udara berdentam

saat di lihatnya bunga-bunga dari tanah

Kami tak mau mendengar, jika ini Nasib

walau rantai besi di leher sudah menggigit

Pemuda-pemuda masih menyimpan cita-cita

Revolusi nyanyian pemenang

ia tembus bulan dan menghancurkannya di

langit ke sembilan. Bintang-Bintang bersorak

bersama!

Pemuda, Sumpah!

Di bawah langit yang sama, kita bersumpah

Menjadi satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa

Di atas darah yang merah, kita berikrar

Menjadi satu jiwa, satu cita-cita, satu nusa

Di tengah api yang membara, kita berjuang

Menjadi satu doa, satu harapan, satu asa

Di sini kita lahir, di sini kita tumbuh

Menyaksikan sejarah yang penuh liku dan luka

Di sini kita belajar, di sini kita berkembang

Mengukir kisah yang penuh semangat dan cita

Di sini kita berdiri, di sini kita bersatu

Membangun negeri yang penuh damai dan sejahtera

Jangan lupa, di sini kita bersaudara

Tak peduli suku, agama, ras, atau golongan

Jangan ragu, di sini kita berbakti

Tak peduli hina, miskin, lemah, atau terlantar

Jangan mundur, di sini kita berani

Tak peduli susah, sakit, duka, atau terluka

Sumpah Yang Menyala Api

Berdirilah di suatu jembatan selebar sungai

di ujung kota, sebelah gedung tak berjendela

langitnya abu-abu, anginnya panas

lalu lempar kaus kaki putihmu ke laut, dan

kau boleh menutup mata setelah merah

Berangkatlah Jumat pahing, di arah angin ke lima

Di dada Ayahmu, sematkan bunga merah

Sebelum kau basuh dengan air mata.

Peluklah erat-erat, ciumlah ubun-ubunnya, dadanya,

Juga tangan kirinya. Minumlah air doa

dari bibir Ayahmu, jika tersisa

simpanlah di dalam hati, sebagai bekal

Dalam perjalanan, kau harus menatap ke depan

Tegakkanlah lehermu 90 derajat ke atas atau ke bawah

suara-suara akan menggodamu untuk mundur, setiap hembus nafas

hatimu di bakar api semangat dari bumi. Kuatkan imanmu

Setelah hatimu tuntas menjadi bara api

Bersiap-siaplah menuju alamat pembawa sumpah

Tubuhmu menjadi berat seperti besi untuk melangkah

Suaramu nyanyian gagah melebihi album Bon Jovi

Dan tepat setengah perjalanan, kau akan menemui

burung. Burung merah yang akan menunjukkan tempat yang

kau tuju, untuk mengurangi beban hatimu, Ikutilah

Burung penunjuk jalan di mana kau akan menemukan sumpah

Ingat! Dalam perjalanan hanya air doa Ayahmu sebagai bekal

Lebih baik kau hidup dari pada meminta-minta ampun pada musuh,

lawanlah sekuatnya, Darah patriot atau bunga melati di pinggir jalan

Kau akan menghadapi empat musim di arah mata angin

Badai putih, hujan peluru, kabut merah,

dan pelangi tanpa ujung

tabahlah!

Ada sisa musim yang aku dan kau, tak tau

Di musim itu, kau akan menemui mayat-mayat

Dan manusia yang kejam, tentara berbadan baja

Berkaki dua, senjata dan pelurunya berjumlah ribuan

Sumpah Pemuda itu Apa?

Suatu taman gelap, tengah malam yang terlalu panjang,

Sumpah pemuda bergaung di balik topeng kebijakan.

Di jalan yang terang, dosa-dosa tersembunyi,

Kita berdiri, berlutut di bawah bintang berdosa.

Hari yang disebut jadi tonggak, sumpah yang direnungkan,

Tapi kenyataan pun menunjukkan wajahnya yang tercabik.

Kita berkumpul dengan senyum palsu di bibir,

Sumpah kita takkan sia-sia, begitu yang kita ucapkan.

Bertarung untuk perubahan, mereka katakan, kita tertawa saja,

Saat mimpi dan realita bercampur aduk dalam hiruk-pikuk.

Kita bertarung, berjuang, meski hampa terasa dalam diri,

Sumpah pemuda, sudahkah kita tahu apa yang kita cari?

Lihatlah mereka di atas sana, pemimpin-pemimpin tulus,

Mereka berkata satu hal, tapi melanggar sumpah mereka sendiri.

Ironi menyelimuti kata-kata mereka, dan kita tersenyum,

Saat tindakan tak sejalan dengan kata-kata, inilah pertunjukan.

Dalam bahasa puisi, kita menemukan kebenaran tersembunyi,

Dalam diksi yang tajam, kita ungkapkan rasa iri.

Kita lahir dalam perjuangan, kita hidup dalam kontradiksi,

Hari sumpah pemuda, hari yang tak hanya penuh dengan upacara.

Kita berdiri di tepi sungai yang mengalir deras,

Tak tahu apa yang menanti di ujung perjalanan ini.

Sumpah pemuda, tuntunlah kita melalui jalan yang berliku,

Simbolis, ironis, dalam bahasa puisi yang tercipta.

Perang Masih Berlanjut

Berdirilah di atas taman abstrak zaman,

Tempat angan-angan bunga-bunga tertunda,

Langit menyusut, bintang-bintang memudar,

Lalu lempar impian ke dasar alam yang gulita,

Dan biarkan mata ini tertutup saat senja melarat.

Melangkahlah, tak lagi menanti hari tua,

Dalam gebyar pemuda, tersembunyi misteri,

Bertemulah dengan makna dalam detik demi detik,

Sebelum tenggelam dalam reruntuhan waktu yang gila.

Genggamlah keinginan, bak mutiara di laut,

Jangan biarkan ia tenggelam dalam air mata sendu.

Tempa erat tekad di perapian batinmu,

Sebelum api semangat padam dalam beku.

Tersenyumlah, walau duka menghampirimu,

Saat rintangan merintih di tengah perjalanan.

Kita adalah serdadu di medan perang batin,

Dalam pertarungan abstrak yang tak pernah usai.

Tegakkan kepalamu di bawah cahaya sinar bulan,

Ketika bayangan-bayangan datang menggoda,

Namun hatimu telah terpatri dengan sumpah yang suci,

Bersiap-siaplah, kawan, di depan masih panjang jalan.

Di tengah perjalanan, kau akan menemui cermin,

Cermin sejati yang mencerminkan jiwamu yang hakiki.

Tak ada lagi burung merah yang menuntun langkahmu,

Kau sendirilah yang harus menemukan arah dan tujuan.

Ingatlah, dalam perjalanan, hanya hati yang menjadi bekal,

Lebih baik berdiri tegak daripada tunduk pada kekalahan,

Lawanlah kegelapan dengan tekad yang teguh,

Patriotisme bukan sekadar kata, tapi tindakan sejati.

Kau akan melewati empat musim dalam perjalanan ini,

Musim dingin keputusasaan, hujan ketidakpastian,

Kabut beracun yang menyelimuti impian,

Dan pelangi tak berujung yang menanti di ujung sana.

Tetaplah tabah, meski musim berganti dengan cepat,

Kita tak pernah tahu musim apa yang akan datang.

Di musim itu, kau akan menemui bangkai-bangkai masa lalu,

Dan manusia yang kejam dalam rupa-rupa wajah,

Mereka yang berlindung di balik perisai kebohongan,

Siapakah yang akan bertahan dalam perang yang terus berlanjut?

Surat Kepada Sahabat

Di tengah jalan berliku simbolis yang melambai

Kota tersembunyi, di balik tirai kabut tebal

Langit berkisar antara hitam dan putih

Bidadari malam berguguran bintang, dan

Kau boleh menutup mata setelahnya

Menuju titik nol waktu yang tak pernah beranjak

Di atas buku sejarah yang terbuka luas

Tuliskan sumpahmu dalam tinta merah darah

Sebelum kau hapus dengan tetesan keringat

Peluklah erat-erat, ciumlah langit-langit malam

Juga cakrawala purnama yang melengkung di ufuk

Minumlah embun berlian dari dedaunan rindu

Jika tersisa, simpanlah dalam lambung mimpi

Dalam perjalanan, kau harus menatap ke dalam

Tegakkanlah hatimu pada sudut rahasia

Suara-suara akan berbisik agar kau tunduk, namun

Nafas-nafas kota menghidupkan semangat dalammu

Setelah hatimu tuntas menjadi buih debu

Bersiap-siaplah menuju arah tanpa tanda

Tubuhmu terasa ringan, seperti angin malam yang lembut

Suaramu nyanyian para dewa di atas awan

Dan tepat di persimpangan, kau akan menemukan

Tanda. Tanda keemasan yang membimbing langkahmu

Ikutilah petunjuk emas di mana kau akan menemukan sumpah

Ingat! Dalam perjalanan hanya mimpi-mimpi sebagai bekal

Lebih baik kau hidup dari pada mati tanpa arti

Lawanlah dalam permainan tak berujung, dengan senyuman

Kau akan menghadapi empat musim dalam dirimu

Dalam jiwamu, badai perasaan, hujan impian, kabut harapan,

dan pelangi yang tercipta dari warna-warni hasrat

Ada sisa musim yang tak terduga, kita berdua tak tahu

Di musim itu, kau akan menemui dirimu yang sejati

Bukan lagi mayat-mayat, bukan lagi tentara berbadan baja

Namun hanya cinta dan persahabatan, itulah yang kau bawa

Sumpah Sampah Pemuda I

Kami adalah anak-anak Indonesia Yang berdiri di atas tanah air satu Yang berjiwa bangsa satu Yang berbahasa ibu satu

Kami adalah pewaris cita-cita Yang terinspirasi oleh Rumi dan Shakespeare Yang terbakar oleh Neruda dan Cummings Yang terpanggil oleh Dickinson dan Ajip

Kami adalah pejuang kemerdekaan Yang tidak takut oleh penjajah dan tiran Yang tidak lelah oleh rintangan dan tantangan Yang tidak surut oleh godaan dan ancaman

Kami adalah pembangun masa depan Yang berpegang pada sumpah setia kami Yang berjuang untuk kemajuan dan keadilan kami Yang bermimpi untuk kejayaan dan kebahagiaan kami

Kami adalah Indonesia Tanah air kami, bangsa kami, bahasa kami

Sumpah Sampah Pemuda II

Di bawah langit yang sama Kita bersumpah setia Satu bangsa, satu tanah air Satu bahasa, satu cita-cita

Tapi di atas tanah yang berbeda Kita saling bermusuhan Berbagai suku, berbagai agama Berbagai warna, berbagai pilihan

Di depan mata yang sama Kita berseru merdeka Menentang penjajah asing Menegakkan hak dan martabat

Tapi di belakang mata yang berbeda Kita saling menindas Menghamba pada kepentingan sendiri Mengabaikan rakyat dan keadilan

Di dalam hati yang sama Kita berharap sejahtera Bekerja keras, berkarya nyata Bersatu dalam kemajuan

Tapi di luar hati yang berbeda Kita saling mengecewakan Bermalas-malasan, korupsi nyata Terpecah dalam kemunduran

Sumpah pemuda kita lupakan Sumpah pemuda kita khianati Sumpah pemuda kita sia-siakan Sumpah pemuda kita hancurkan

Hari Sumpah Pemuda

di kota yang penuh dengan bau busuk dan asap

kami berjalan dengan gagah berani dan bangga

mengucapkan sumpah yang mengikat hati dan jiwa

satu bangsa, satu bahasa, satu tanah air

tapi di balik senyum kami yang manis dan indah

tersembunyi luka yang dalam dan pedih

karena kami tahu bahwa sumpah kami hanyalah omong kosong

yang tak pernah diwujudkan oleh para pemimpin

mereka yang berkuasa dengan segala tipu daya

menghisap darah kami dengan rakus dan tamak

membuat kami menderita dengan segala macam cara

dan menghancurkan harapan kami dengan kejam dan biadab

kami adalah hewan-hewan yang tak punya suara

yang harus tunduk pada aturan-aturan yang sia-sia

kami adalah manusia-manusia yang tak punya pilihan

yang harus hidup dalam dunia yang penuh dengan kebohongan

tapi kami masih punya mimpi yang tak bisa mati

kami masih punya api yang tak bisa padam

kami masih punya cinta yang tak bisa hilang

kami masih punya sumpah yang tak bisa lupa

kami akan terus berjuang dengan segala daya

kami akan terus bersatu dengan segala jiwa

kami akan terus berkarya dengan segala bahasa

kami akan terus membangun satu bangsa, satu tanah air.

Hm, Sudah Kutebak

Di alam semesta di malam gelap,

Sebuah cerita dari masa yang lalu terlacak,

Hari sumpah pemuda, mereka katakan,

Namun apakah itu hanya sebuah lagak?

Di negeri yang penuh dengan kata-kata manis,

Janji-janji palsu yang hampa dan cair,

Pemuda bersemangat, berdiri di atas panggung,

Namun apakah hanya tarian di udara?

Mereka bersumpah dengan semangat berkobar,

Untuk persatuan, tanah air yang kuat dan makmur,

Namun kini, lihatlah ke dalam cermin,

Apakah sumpah itu benar-benar kita pertahankan?

Ketika mereka yang berkuasa hanya mengejar keuntungan,

Dan korupsi menjalar dalam semua lapisan,

Pemuda-pemuda itu terpinggirkan,

Di bawah beban janji-janji yang kosong dan tak bermoral.

Sumpah pemuda, sebuah nostalgia yang suram,

Mengingatkan kita pada mimpi-mimpi masa lalu yang hancur,

Ketika para pemuda murni memimpikan perubahan,

Sekarang hanya tinggal sisa-sisa yang terlarut.

Hari sumpah pemuda, sebuah cermin yang mengejek,

Ketika pemuda yang dulu penuh semangat dan tekad,

Kini terperangkap dalam jaring-jaring politikus kotor,

Dikendalikan oleh kepentingan yang serakah dan bejat.

Maka, ingatlah sumpah pemuda dengan tulus,

Namun juga pertanyakan apa yang terjadi di depan mata kita,

Kita mesti berjuang untuk mengembalikan kehormatan,

Hari sumpah pemuda, bukan hanya kata-kata yang terabaikan.

Sumpah Tragis

Di reruntuhan masa yang berlalu,

Tersirat dalam angin dan debu yang terkisah,

Pada peringatan sumpah pemuda yang tak tulus,

Tersembunyi sebuah dialog yang misterius.

Pemuda-pemuda berjalan dalam bayangan,

Buku sejarah berubah menjadi rahasia tersembunyi,

Menghadapi penjajah baru yang halus,

Mereka berbisik dalam bahasa simbolis.

“Apakah sumpah ini benar-benar sumpah?”

Tanya satu pemuda kepada yang lain,

“Mengikrarkan kesatuan dan kemakmuran,

Namun kita hanya mempermainkan diri sendiri.”

Pemuda lainnya, wajahnya kini pucat,

Menjawab dengan senyum yang getir dan masam,

“Kita telah berubah menjadi pengikut dunia maya,

Membagikan tawa palsu di balik tirai bermain dramatis.”

Mereka bertukar pandang, memahami intrik,

Peringatan yang seharusnya berarti lebih dari sekadar catatan,

Sumpah pemuda telah menjadi teater tragis,

Di mana mereka hanya aktor dalam lakon yang sia-sia.

Saat malam merayap dan membisu,

Mereka berdiri dalam refleksi yang filosofis,

Mencari makna sejati dalam sumpah yang abu-abu,

Dan menemukan bahwa kebenaran lebih dari sekadar kiasan.

Sumpah pemuda, sebuah peringatan pahit,

Mengingatkan kita pada tindakan yang seharusnya kita lakukan,

Bukan hanya kata-kata simbolis yang kosong,

Tapi komitmen sejati untuk perubahan yang benar.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article