jfid – Timur Tengah kembali memanas setelah kelompok pemberontak Houthi di Yaman mengklaim bertanggung jawab atas serangan rudal dan drone yang menargetkan Israel pada Selasa, 31 Oktober 2023. Serangan ini menandai eskalasi baru dalam konflik regional yang sudah berkecamuk antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Houthis, yang didukung oleh Iran, menyatakan solidaritasnya dengan “perlawanan” Hamas dan mengatakan bahwa serangan udara mereka dilakukan “atas dasar rasa agama, moral, kemanusiaan dan nasional untuk rakyat Gaza, menghadapi kelemahan dunia Arab, dan persekongkolan beberapa negara Arab dengan Israel”.
Israel, yang merupakan musuh bebuyutan Iran, menangkis drone dan menembak jatuh roket yang diluncurkan ke arah Eilat dengan sistem pertahanan udara Arrow. Sebelumnya pada bulan ini, kapal perang AS USS Carney juga berhasil menggagalkan serangan serupa yang dilakukan oleh Houthis.
Serangan-serangan ini menunjukkan kemampuan militer Houthis yang semakin meningkat seiring dengan dukungan Iran. Selama tujuh tahun perang saudara di Yaman, Houthis telah berperang melawan pemerintah yang didukung oleh koalisi pimpinan Arab Saudi.
Iran membantah memberikan senjata kepada Houthis, meskipun PBB dan pihak lain menuduhnya demikian. Houthis sendiri mengklaim bahwa drone dan rudal mereka dibuat secara domestik.
Serangan-serangan ini juga menunjukkan bahwa konflik di Timur Tengah tidak hanya melibatkan Israel dan Hamas, tetapi juga aktor-aktor lain yang tergabung dalam “Poros Perlawanan” yang dipimpin oleh Iran.
Selain Houthis, poros ini juga mencakup milisi Syiah Irak dan Hizbullah Lebanon, yang juga telah melakukan serangan terhadap pasukan AS dan Israel di Irak, Suriah, dan perbatasan Lebanon-Israel.
Iran sendiri telah mengancam bahwa Israel akan menghadapi ancaman yang lebih luas jika tidak menghentikan operasinya di Gaza. Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian mengatakan bahwa kelompok-kelompok perlawanan “tidak akan diam di hadapan kejahatan rezim Zionis dan dukungan penuh Amerika untuk rezim Zionis”.
Ia juga memperingatkan bahwa “jika situasinya lepas kendali, tidak ada pihak yang akan aman dari konsekuensinya”.
Sementara itu, Amerika Serikat, sekutu utama Israel, telah mengerahkan kapal induk sebagai upaya untuk mencegah konflik Gaza menyebar. PBB juga terus berupaya untuk memfasilitasi pembicaraan damai antara Israel dan Hamas, serta antara pemerintah Yaman dan Houthis.
Namun, prospek perdamaian masih jauh dari harapan, karena kedua belah pihak masih bersikeras untuk mempertahankan posisinya.
Apakah Timur Tengah akan terus terbakar oleh api perang? Atau apakah ada harapan untuk perdamaian dan stabilitas di kawasan yang rentan konflik ini? Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.