Hegemoni Pondok Pesantren Cetak Ribuan Pemimpin

Syahril Abdillah
6 Min Read
Ilustrasi santri di pondok pesantren (foto.titiknol.co.id)
Ilustrasi santri di pondok pesantren (foto.titiknol.co.id)

Oleh : Hobairi
Jurnalfaktual.id, | Pondok pesantren merupakan sebuah pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai. Atau asrama sebagai tempat menginap para santri.

Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu, namun seiring berjalannya waktu, serta semakin modernnya gaya hidup, maka bangunan – bangunan pondok pesantren sudah berubah menjadi beton dan dinding kuat yang menghiasinya.


Akhir akhir ini, nama pondok pesantren santer dibicarakan sebagai lumbung pencetak pemimpin yang beraklakul karimah serta mampu diterima oleh berbagai kalangan, karena pesantren tidak lagi dipandang sepele sebagai tempat menimba ilmu agama saja, melainkan lebih dari itu. Pesantren yang pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai – nilai dan penyiaran agama islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu fokus pada akselerasi mobilitas vertikal (dengan penjelasan materi – materi keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial).


Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum berbasis keagamaan (regional based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh kebutuhan – kebutuhan masyarakat (society based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata – mata sebagai lembaga keagamaan murni, akan tetapi juga seharusnya menjadi lembaga sosial yang hidup terus menerus merespon carut-marutnya persoalan masyarakat sekitar dan bangsa ini.

Sejarah menggoreskan tentang perjalanan pondok pesantren dari tahun ketahun, dalam perjalanannya pesantren adalah lembaga pendidikan islam tertua yang merupakan produk budaya indonesia. Keberadaannya di Indonesia dimulai sejak islam masuk ke negeri ini, dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan islam di Nusantara, sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa.


Salah satu perjalanannya, pesantren mampu melahirkan pemimpin- pemimpin yang berbudi pekerti, berkeadaban, serta berbudaya. Dari berbagai kalangan mengakui bahwa “Peran pesantren dari masa perjuangan kemerdekaan hingga saat ini terbukti sangat produktif melahirkan pemimpin – pemimpin yang mampu menjadi tonggak sejarah perjalanan bangsa ini,”. Salah satunya presiden keempat Republik Indonesia kyai Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai salah satu produk pesantren. Oleh karena itu, santri harus banyak dibekali pendidikan teknologi, semangat kegigihan dan jiwa entrepreneurship sebagai bentuk bekal santri menjadi pemimpin masa depan.


Peran pesantren yang kerap menghasilkan seorang pemimpin mesti dipertahankan. diyakini seorang santri merupakan pemimpin muda yang kreatif, inovatif, terbuka pada ide – ide baru, dan melihat dunia sebagai lautan peluang menjadi harapan untuk bangsa Indonesia kedepan. Seperti yang kita ketahui bersama, tak sedikit dari kalangan santri yang sudah menjadi tokoh nasional, pemimpin bangsa, dan bahkan di era perpolitikan 2019 (Pemilu Serentak 2019) banyak yang memeriahkan untuk ikut serta berkontestasi politik, mulai dari Pilpres, DPD, dan Pileg. Nama kyai dan santri banyak masuk dalam bursa pencalonan. Pilkada serentak 2018 lalu, kabupaten di Madura juga ikut serta memilih pemimpin terbaiknya, sehingga keluarlah sebagai pemenang dari golongan santri yakni Ra Abdulatif Amin Imron (Bupati Bangkalan), Ra Badrut Tamam (Bupati Pamekasan).


Tidak diragukan lagi kapasitas keilmuan dari seorang kyai dan santri di pondok pesantren, karena sudah terbukti, santrilah yang menjadi harapan bangsa kedepan agar bisa menjadi panutan untuk meneruskan estafet kepemimpinan. Dari seorang santrilah harapan bangsa akan dititipkan. Menurut KH. Miftahul Akhyar (Rais Aam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), “saat ini sudah sangat sulit ditemui orang yang memiliki kepintaran sekaligus kebenaran. Tak sedikit orang sudah memiliki gelar akademik yang pintar dan cerdas namun tak menjamin memiliki nilai – nilai kebenaran,”


Salah satu lembaga yang selama ini masih konsisten menggabungkan kepintaran atau kecerdasan intelektual dan kebenaran adalah pondok pesantren. Karenanya, orang tua yang memilih pondok pesantren sebagai wadah untuk menimba ilmu dan membentuk karakter yang kuat dinilai sangat tepat di tengah perkembangan zaman seperti sekarang ini.


Penggabungan antara cerdas secara intelektual dan kebenaran itu sendiri telah tergambarkan dalam Al- quran saat ayat pertama turun. Kata iqra’ adalah cerminan dari upaya memperoleh kecerdasan intelektual, namun tak berhenti sampai disitu, Allah SWT kemudian meneruskan firmannya Bismi Rabbika yang menunjukkan pentingnya nilai-nilai kebenaran atau spiritual. Sifat dan karakter inilah yang selalu ditanamkan dalam jiwa seorang santri, agar suatu saat ketika menjadi seorang pemimpin baik pemimpin rumah tangga maupun bangsa ini, dapat menerapkan serta meneladani sifat Rosul yaitu Sidiq (jujur) Amanah (dipercaya) Tabligh (menyampaikan), dan Fathonah (cerdas), sehingga diharapkan pondok pesantren mampu melahirkan pemimpin yang berkeadaban dan berkemajuan.

Tentang Penulis: Hobairi, seorang Intelektual Islam asal Sampang Madura. Alumnus terbaik Universitas Trunojoyo Madura. Saat ini, tinggal dan menetap di Jakarta.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article