jfid– Mahkamah Konstitusi (MK) sedang menjadi sorotan publik. Pasalnya, lembaga yang berwenang menguji konstitusionalitas undang-undang dan menyelesaikan sengketa pemilu itu baru saja mengeluarkan putusan kontroversial. Dalam putusan tersebut, MK mengubah syarat usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dari 40 tahun menjadi 35 tahun.
Putusan ini dinilai sarat konflik kepentingan, karena membuka peluang bagi Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, untuk maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto pada Pilpres 2024. Gibran, yang kini menjabat sebagai Wali Kota Solo, baru berusia 38 tahun. Sementara itu, Ketua MK Anwar Usman yang ikut mengabulkan gugatan tersebut ternyata adalah paman Gibran.
Tidak semua hakim MK sepakat dengan putusan ini. Tiga hakim, yaitu Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo, menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Mereka menilai gugatan tersebut harus ditolak, karena tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan bertentangan dengan semangat demokrasi. Salah satu hakim yang paling vokal menyuarakan ketidaksetujuannya adalah Arief Hidayat.
Arief Hidayat adalah hakim MK yang pernah menjabat sebagai Ketua MK sebelum digantikan oleh Anwar Usman pada 2017. Ia dikenal sebagai sosok yang tegas dan kritis dalam menjalankan tugasnya sebagai penjaga konstitusi. Ia juga sering memberikan pandangan-pandangan hukum yang menarik dan berwawasan luas.
Pada Rabu (25/10/2023), Arief Hidayat menjadi pembicara dalam acara Konferensi Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Dalam acara tersebut, ia mengenakan pakaian setelan serba hitam, baik kemeja maupun celananya. Bukan tanpa alasan, warna itu ia pilih karena sedang berkabung.
“Saya sebetulnya datang ke sini agak malu. Kenapa saya pakai baju hitam? Karena saya sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi sedang berkabung,” ujar Arief dalam pidatonya.
Berkabung atas apa? Tentu saja atas kondisi di MK yang sedang tidak baik-baik saja. Arief menyebut ada prahara yang terjadi di lembaga yang ia bela selama ini.
“Karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara,” kata Arief.
Prahara apa? Tentu saja prahara yang dipicu oleh putusan MK yang mengubah syarat usia capres-cawapres. Arief mengaku tidak habis pikir dengan putusan tersebut. Ia menilai putusan tersebut tidak wajar dan tidak rasional.
“Putusan itu tidak masuk akal. Bagaimana mungkin usia minimal capres-cawapres bisa diturunkan begitu saja tanpa alasan yang jelas? Apakah kita mau memilih pemimpin negara berdasarkan usia atau kualitas?” tanya Arief dengan nada sinis.
Arief juga menyoroti sosok Anwar Usman yang menjadi ketua majelis hakim dalam perkara tersebut. Ia menuding Anwar Usman telah melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim dengan ikut mengabulkan gugatan yang menguntungkan keponakannya sendiri.
“Anwar Usman harus bertanggung jawab atas putusannya. Dia tidak bisa seenaknya memutus perkara tanpa mempertimbangkan aspek hukum dan moral. Dia harus sadar bahwa dia adalah paman Gibran. Dia harus menjaga integritas dan independensi MK,” ucap Arief dengan tegas.
Arief tidak sendirian dalam menyuarakan ketidakpuasannya. Masyarakat luas juga banyak yang mengkritik putusan MK tersebut. Bahkan, ada yang melaporkan Anwar Usman ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), sebuah lembaga yang dibentuk untuk mengusut dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim.
MKMK sendiri terdiri dari tiga anggota, yaitu Jimly Asshiddiqie, Bintan Regen Saragih, dan Wahiduddin Adams. Mereka dilantik oleh Anwar Usman pada Selasa (24/10/2023). Namun, tiga hakim yang menyatakan pendapat berbeda, termasuk Arief Hidayat, tidak menghadiri pelantikan tersebut. Mereka beralasan masih ada sidang yang sedang berjalan.
Apakah MKMK bisa bekerja secara objektif dan profesional dalam mengusut kasus ini? Apakah putusan MK bisa direvisi atau dibatalkan? Apakah Arief Hidayat akan terus memakai ‘baju hitam’ sampai MK kembali normal? Pertanyaan-pertanyaan ini masih menggantung di udara, menunggu jawaban dari para pihak yang berwenang.
Sementara itu, Gibran Rakabuming Raka dan Prabowo Subianto sudah mendaftar sebagai pasangan capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu (25/10/2023). Mereka tampak percaya diri dan optimis bisa memenangkan Pilpres 2024. Apakah mereka akan berhasil? Ataukah mereka akan mendapat tantangan dari pasangan capres-cawapres lain yang juga memenuhi syarat usia baru?
Hanya waktu yang bisa menjawab. Yang pasti, MK sedang tidak baik-baik saja. Dan Arief Hidayat sedang berkabung.