Debat Cawapres 2024, Adu Gagasan atau Cerdas Cermat?

Rasyiqi
By Rasyiqi
6 Min Read
Debat Cawapres 2024, Adu Gagasan atau Cerdas Cermat?
Debat Cawapres 2024, Adu Gagasan atau Cerdas Cermat?

jfid – Debat calon wakil presiden (cawapres) 2024 yang digelar pada Jumat (22/12/2023) malam di Jakarta Convention Center (JCC) berlangsung dengan tema ekonomi kerakyatan, ekonomi digital, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, pengelolaan APBN/APBD, infrastruktur, dan perkotaan.

Tiga cawapres, yaitu Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD, beradu gagasan dan argumentasi selama 120 menit.

Namun, debat yang seharusnya menjadi ajang untuk menunjukkan visi, misi, dan program kerja masing-masing pasangan calon presiden (capres) dan cawapres, terkesan seperti kuis cerdas cermat yang bersifat monoton dan tidak interaktif.

Hal ini disebabkan oleh format debat yang kurang memfasilitasi dialog antara cawapres, serta pertanyaan-pertanyaan yang cenderung generik, teknis, dan tidak menantang.

Salah satu contoh yang menarik perhatian publik adalah ketika Gibran menanyakan kepada Muhaimin tentang State of the Global Islamic Economy (SGIE), sebuah indeks yang mengukur perkembangan ekonomi syariah di berbagai negara.

Muhaimin, yang merupakan ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang berbasis Nahdlatul Ulama (NU), tampak bingung dan tidak paham dengan pertanyaan tersebut.

Ia pun hanya menjawab dengan mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi syariah, tanpa menyebutkan apa itu SGIE.

Pertanyaan Gibran sebenarnya cukup relevan dengan tema debat, mengingat Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan ekonomi syariah merupakan salah satu pilar ekonomi kerakyatan yang diusung oleh pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin.

Namun, pertanyaan tersebut juga terkesan terlalu spesifik dan tidak memberikan ruang bagi Muhaimin untuk menjelaskan visi dan misinya terkait ekonomi syariah secara lebih luas dan komprehensif.

Di sisi lain, pertanyaan-pertanyaan yang disusun oleh panelis dari kalangan akademisi dan pakar juga tidak banyak menggali gagasan dan solusi dari cawapres terkait dengan isu-isu strategis dan aktual yang dihadapi oleh Indonesia di bidang ekonomi.

Misalnya, soal bagaimana mengatasi ketimpangan, kemiskinan, pengangguran, utang, defisit, korupsi, bencana, pandemi, dan perubahan iklim yang berdampak pada perekonomian nasional.

Sebaliknya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih banyak menanyakan tentang hal-hal teknis, seperti definisi, konsep, istilah, data, angka, rumus, dan regulasi yang terkait dengan tema debat.

Hal ini membuat debat menjadi kurang menarik dan informatif bagi masyarakat luas, terutama yang tidak memiliki latar belakang ekonomi.

Selain itu, pertanyaan-pertanyaan tersebut juga tidak mampu menguji kemampuan dan kredibilitas cawapres dalam mengemukakan gagasan dan argumentasi yang orisinal, kritis, dan kreatif.

Meski demikian, debat cawapres 2024 tetap menampilkan beberapa momen yang menunjukkan perbedaan dan persamaan antara ketiga cawapres dalam pandangan dan sikap mereka terhadap isu-isu ekonomi.

Misalnya, soal proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang menjadi salah satu topik perdebatan yang panas. Gibran, yang merupakan pasangan dari capres Prabowo Subianto, menyatakan bahwa ia akan melanjutkan proyek tersebut dengan menggandeng investor swasta, tanpa mengganggu APBN.

Mahfud, yang merupakan pasangan dari capres petahana Joko Widodo, menegaskan bahwa proyek tersebut sudah direncanakan dengan matang dan berdasarkan kajian ilmiah, serta tidak akan mengorbankan pembangunan daerah lain.

Sementara itu, Muhaimin, yang merupakan pasangan dari capres Anies Baswedan, menyampaikan bahwa ia akan membangun 40 kota baru di seluruh Indonesia, tanpa harus memindahkan ibu kota.

Selain itu, terlihat juga perbedaan pendekatan dan prioritas antara cawapres dalam menangani masalah ekonomi.

Gibran cenderung menekankan pentingnya investasi, khususnya asing, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.

Ia juga mengusulkan untuk menurunkan pajak korporasi dan menghapus pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk meringankan beban masyarakat.

Mahfud lebih menyoroti aspek keadilan dan kesejahteraan dalam ekonomi, dengan menjanjikan untuk meningkatkan anggaran pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, serta memberantas korupsi dan mafia pajak.

Ia juga menawarkan untuk memberikan insentif bagi UMKM dan pelaku ekonomi kreatif. Muhaimin lebih mengedepankan konsep ekonomi kerakyatan dan syariah, dengan mengusulkan untuk mengembangkan bank syariah, BUMN syariah, dan BUMDes syariah, serta memberdayakan koperasi, UMKM, dan BUMDes.

Dari debat cawapres 2024 ini, dapat disimpulkan bahwa ketiga cawapres memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam menyampaikan gagasan dan argumentasi mereka terkait dengan tema ekonomi.

Namun, debat tersebut juga menunjukkan bahwa masih ada ruang untuk perbaikan dalam hal format, materi, dan substansi debat, agar dapat lebih menarik, informatif, dan interaktif bagi masyarakat.

Debat cawapres 2024 seharusnya bukan sekadar ajang cerdas cermat, melainkan ajang untuk menunjukkan visi, misi, dan program kerja yang orisinal, kritis, dan kreatif, serta relevan dan responsif dengan kebutuhan dan aspirasi rakyat.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article