Bung Tomo: Sang Pengobar Semangat Juang Rakyat Surabaya

Rasyiqi
By Rasyiqi
8 Min Read
Bung Tomo: Sang Pengobar Semangat Juang Rakyat Surabaya
Bung Tomo: Sang Pengobar Semangat Juang Rakyat Surabaya

jfid – Surabaya, 10 November 1945. Suara tembakan dan ledakan menggema di kota pahlawan.

Rakyat Indonesia berjuang mati-matian melawan pasukan Belanda yang ingin merebut kembali kemerdekaan yang baru saja diproklamasikan.

Di tengah pertempuran sengit, ada satu suara yang terdengar lantang dan menggetarkan. Suara itu berasal dari Bung Tomo, seorang pemimpin militer dan pahlawan nasional yang dikenal karena peranannya dalam pertempuran 10 November.

Bung Tomo, atau Sutomo, lahir di Surabaya pada 3 Oktober 1920. Dia adalah anak sulung dari enam bersaudara.

Ayahnya, Kartawan Tjiptowidjojo, adalah seorang priyayi yang pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah, staf perusahaan swasta, asisten kantor pajak, hingga pegawai perusahaan ekspor-impor Belanda.

Ibu Bung Tomo, Subastita, adalah seorang perempuan berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura yang juga aktif dalam organisasi Sarekat Islam.

Sejak kecil, Bung Tomo sudah menunjukkan bakat sebagai seorang pemimpin dan orator. Dia bergabung dengan Gerakan Kepanduan Bangsa Indonesia dan menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pramuka Garuda.

Dia juga berkecimpung dalam dunia jurnalistik dan menulis untuk berbagai media, seperti Soeara Oemoem, Ekspres, Pembela Rakyat, dan Poestaka Timoer.

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, Bung Tomo tidak tinggal diam. Dia terlibat dalam berbagai organisasi pergerakan, seperti Gerakan Rakyat Baru dan Pemuda Republik Indonesia.

Dia juga menjadi salah satu pendiri Tentara Keamanan Rakyat, cikal bakal Tentara Nasional Indonesia.

Namun, peran Bung Tomo yang paling menonjol adalah ketika dia menjadi komandan Komando Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia (KB-PRI) di Surabaya.

KB-PRI adalah sebuah organisasi militer yang bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman Belanda.

Bung Tomo menggunakan radio sebagai alat untuk mengobarkan semangat juang rakyat Surabaya.

Dengan suara yang lantang, berapi-api, dan penuh emosi, Bung Tomo menyampaikan pidato-pidato yang menggugah hati dan jiwa para pejuang.

Salah satu pidato Bung Tomo yang paling terkenal adalah yang dia sampaikan pada 9 November 1945, sehari sebelum pertempuran besar meletus.

Dalam pidatonya, Bung Tomo mengajak rakyat Surabaya untuk tidak takut menghadapi pasukan Belanda yang lebih besar dan lebih kuat.

Dia mengatakan bahwa rakyat Surabaya harus bersatu dan berjuang sampai titik darah penghabisan. Dia juga menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak yang tidak bisa ditawar-tawar.

Berikut adalah kutipan dari pidato Bung Tomo yang legendaris itu:

“Saudara-saudara, kita semua telah mendengar berita yang sangat menggembirakan, bahwa tentara sekutu telah mendarat di Surabaya. Tetapi saudara-saudara, jangan senang dulu, karena tentara sekutu yang datang itu bukanlah teman kita, melainkan musuh kita yang paling berbahaya. Mereka datang dengan dalih membantu kita, tetapi sebenarnya mereka ingin merebut kembali Indonesia yang telah kita merdeka-kan dengan darah dan air mata. Saudara-saudara, kita tidak boleh tertipu oleh tipu daya mereka. Kita tidak boleh mau tunduk kepada mereka. Kita tidak boleh mau menjadi budak mereka lagi. Kita harus menolak mereka dengan segala cara yang kita punya. Kita harus melawan mereka dengan senjata yang kita miliki. Kita harus mengusir mereka dari tanah air kita yang tercinta. Saudara-saudara, kita harus bersiap-siap untuk berperang. Kita harus bersiap-siap untuk mati. Kita harus bersiap-siap untuk mengorbankan segala-galanya demi kemerdekaan Indonesia. Saudara-saudara, kita tidak sendirian dalam perjuangan ini. Kita didukung oleh seluruh rakyat Indonesia yang juga menginginkan kemerdekaan. Kita didukung oleh seluruh bangsa-bangsa Asia yang juga menentang penjajahan. Kita didukung oleh seluruh umat manusia yang juga menghargai kebebasan. Saudara-saudara, kita tidak boleh ragu-ragu dalam perjuangan ini. Kita tidak boleh takut dalam perjuangan ini. Kita tidak boleh mundur dalam perjuangan ini. Kita harus maju terus. Kita harus berani. Kita harus gigih. Kita harus yakin bahwa kita pasti menang. Saudara-saudara, kita adalah bangsa yang besar. Kita adalah bangsa yang kuat. Kita adalah bangsa yang berani. Kita adalah bangsa yang pantang menyerah. Kita adalah bangsa yang berhak merdeka. Saudara-saudara, mari kita bersatu. Mari kita berjuang. Mari kita berkorban. Mari kita berdoa. Mari kita berseru: Merdeka atau mati! Merdeka atau mati! Merdeka atau mati!”

Pidato Bung Tomo ini berhasil membangkitkan semangat juang rakyat Surabaya. Pada 10 November 1945, pertempuran sengit antara pasukan Indonesia dan Belanda pecah.

Pertempuran ini dikenal sebagai Pertempuran 10 November atau Pertempuran Surabaya. Pertempuran ini merupakan salah satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Indonesia.

Meskipun pasukan Indonesia kalah jumlah dan kalah persenjataan, mereka berhasil memberikan perlawanan yang gigih dan heroik.

Mereka berhasil menewaskan ribuan tentara Belanda dan melukai ribuan lainnya. Mereka juga berhasil menghancurkan banyak kendaraan dan pesawat milik Belanda.

Pertempuran ini berlangsung selama tiga minggu, hingga akhirnya pasukan Indonesia terpaksa mundur dari Surabaya.

Pertempuran 10 November ini memiliki dampak yang sangat besar bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Pertempuran ini menunjukkan kepada dunia bahwa rakyat Indonesia bersungguh-sungguh dalam mempertahankan kemerdekaan mereka.

Pertempuran ini juga menginspirasi rakyat Indonesia di daerah lain untuk berjuang melawan penjajah.

Pertempuran ini juga memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan dengan Belanda dan sekutu. Pertempuran ini juga melahirkan banyak pahlawan yang gugur dalam medan laga, seperti Bung Tomo, Arek-Arek Suroboyo, dan lain-lain.

Bung Tomo sendiri berhasil selamat dari pertempuran ini. Dia melanjutkan perjuangannya di berbagai daerah, seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera.

Dia juga terlibat dalam berbagai organisasi politik dan sosial, seperti Partai Nasional Indonesia, Gerakan Rakyat Indonesia, dan Lembaga Kebudayaan Rakyat.

Dia juga sempat menjadi Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang, Menteri Sosial, dan Mayor Jenderal TNI.

Bung Tomo meninggal dunia pada 7 Oktober 1981 di Padang Arafah, Arab Saudi, ketika sedang menunaikan ibadah haji.

Jenazahnya dibawa kembali ke Indonesia dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel, Surabaya. Atas jasa-jasanya, Bung Tomo dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada 10 November 1975.

Bung Tomo adalah salah satu tokoh yang tidak bisa dilupakan dalam sejarah Indonesia. Dia adalah sosok yang berani, cerdas, dan berjiwa besar.

Dia adalah sosok yang menjadi pengobar semangat juang rakyat Surabaya. Dia adalah sosok yang menjadi inspirasi bagi generasi-generasi penerus bangsa. Dia adalah sosok yang pantas dihormati dan diteladani.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article