jfid – Dalam menghadapi konflik yang meletus antara Israel dan Gaza pada bulan Oktober 2023, Arab Saudi mendapati dirinya berada dalam sebuah dilema yang memerlukan kebijakan yang bijak.
Dalam konteks ini, kerajaan ini berusaha menyeimbangkan hubungan dengan Israel sebagai mitra strategis dalam menghadapi Iran dan sebagai sumber inovasi teknologi, sementara tetap mempertahankan solidaritas dengan dunia Arab dan Islam yang keras mengutuk tindakan militer Israel di Gaza.
Pada dasarnya, Arab Saudi telah menjalin kontak informal dengan Israel sejak beberapa waktu lalu dan bahkan membuka wilayah udaranya untuk pesawat Israel pada tahun 2022.
Namun, serangan teroris oleh Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 mengubah dinamika hubungan ini. Serangan tersebut bertujuan menghentikan proses normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi.
Dampak dari serangan tersebut membuat Arab Saudi menunda proses normalisasi hubungan dengan Israel, setidaknya untuk sementara waktu, mengingat perang yang merenggut ribuan nyawa di Gaza.
Arab Saudi juga mengecam tindakan Israel di berbagai forum internasional dan memimpin upaya diplomatik untuk mencapai gencatan senjata secepatnya.
Menariknya, Arab Saudi lebih memilih berkomunikasi dengan China dan Rusia daripada Amerika Serikat, sekutu utamanya, dalam menanggapi krisis ini.
Namun, meskipun mengambil sikap kritis terhadap Israel, Arab Saudi tetap memiliki kepentingan yang konsisten dengan sebelumnya.
Negara ini masih bergantung pada kemitraan keamanan dengan Amerika Serikat, yang secara terbuka mendukung normalisasi hubungan dengan Israel.
Selain itu, Arab Saudi tengah menjajaki peluang kerja sama ekonomi dan perdagangan dengan Israel, terutama dalam sektor teknologi tinggi dan infrastruktur.
Kepentingan Arab Saudi juga melibatkan pemeliharaan stabilitas di kawasan, yang terancam oleh konflik di Gaza dan serangan milisi Houthi di Yaman.
Dengan demikian, Arab Saudi mendapati dirinya berada dalam posisi yang sulit antara Israel dan Gaza.
Kerajaan ini dihadapkan pada tantangan untuk menyeimbangkan antara kepentingan jangka panjang dan jangka pendek, serta antara realitas politik dan opini publik.
Bagaimana Arab Saudi akan mengatasi dilema ini masih menjadi pertanyaan besar yang belum terjawab.