jfid – TENTU banyak, kalau ditanya tugas dan pekerjaan Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Sumenep.
Tapi, saya mau melihat dari sisi tugas Diskominfo dalam menerjemahkan program-program Bupati dan Wabup Sunenep yang dilaksanakan oleh sejumlah OPD kepada publik melalui media massa.
Dalam konteks media massa, saya sederhanakan media mainstream. Itu berupa media cetak dan media elektronik (media online). Jelasnya, media yang disiarkan hasil dari produk jurnalistik.
Dari konteks ini, sepengetahuan saya- masih belum melihat pola kerja sinergitas yang dipandu Diskominfo Sumenep dengan media mainstream dalam mempublikasi program-program Bupati dan Wabup Sumenep melalui OPD OPD.
Indikasi itu terlihat dari pemberitaan pemberitaan di media mainstream yang masih persial. Tak utuh. Tak terintegrasi dalam panduan branding kepemimpinan tagline Bismillah Melayani.
Kalau ada yang bertanya, apa tak intervensi Diskominfo Sumenep mengatur Dapur Redaksi Media? Pertanyaan itu benar, tapi tak salah. Saya mau menyampaikan dalam konteks pola sinergitas yang dibangun Diskominfo Sumenep dengan media mainstream.
Kenapa? Karena di Diskominfo Sumenep itu ada anggaran publikasi program-program yang menjadi tagline Bismillah Melayani yang digunakan Fauzi-Eva. Nilainya mencapai miliaran rupiah dalam setahun.
Anggaran publikasi berbasis kemitraan dengan media mainstream itu sah. Diatur dalam undang-undang (UU Pers) dan UU Pengelolaan Anggaran Keuangan Negara.
Sayang, kemitraan itu tak diatur secara holistik. Tak diatur pola sinergitas. Tak diatur konten apa yang perlu masuk kategori tagihan publikasi. Tak diatur pola publikasi seperti yang diharapkan Fauzi-Eva dalam mewujudkan Bismillah Melayani.
Selain di atas, pola sinergitas itu juga tak diatur secara terintegrasi dengan OPD OPD lain yang juga menyimpan anggaran publikasi dengan media mainstream.
Alhasil,..Diskominfo Sumenep tak lebih sebatas membagi anggaran publikasi di satuan kerjanya kepada media yang dijadikan mitra kerjanya. Tak peduli media mitra itu mau nulis konten apa tentang Fauzi-Eva. Tak peduli konten yang ditulis media mitra itu sampai ke warga Sumenep. Yang penting media itu bisa menunjukkan bukti yang bisa diklaimkan ke tagihan advetorial.
Wal hasil, anggaran publikasi di Diskominfo Sumenep tak lebih sebagai objek project baru. Peluang itu dimanfaatkan hingga tumbuh subur media-media baru yang tak jelas kantor dan awak redaksinya.
Lebih jelasnya. Satu orang punya satu tagihan anggaran publikasi ke Diskominfo Sumenep.
Solusi
Biar tak terlihat hanya bisa mengkritik. Saya nawarin solusi. Tawaran ini sifatnya subjektif. Tak absolut benar. Terserah Pemegang Kebijakan Diskominfo Sumenep.
Setidaknya, di tengah tumbuh subur media mainstream di Sumenep, Diskominfo perlu melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Selama ini, Diskominfo hanya melakukan verifikasi administrasi. Meminta legalitas media itu dengan bukti bukti perusahaan pers yang berbadan hukum (Terdaftar di Menkum HAM).
Apakah Diskominfo pernah melakukan verifikasi faktual? Kalau belum, silahkan lakukan, biar jelas pekerjaan Diskominfo-seperti pertanyaan di judul.
Setelah verifikasi faktual dan verfikasi administrasi dilakukan, Diskominfo Sumenep perlu memilah dengan kualifikasi dari hasil dua verifikasi itu.
Singkat kata, Diskominfo Sumenep perlu jelas kerjanya. Biar tak terkesan bagi-bagi duit iklan ratusan juta hingga hampir satu miliar.
Kasihan kan Fauzi-Eva untuk meyakinkan warganya bahwa dirinya sudah berjibaku untuk melayani warganya.
Tapi yang diberitakan kaleng-kaleng. Apalagi yang baca beritanya hanya puluhan orang.
Wassalam.
catatan dari seorang wartawan