jf.id – Sumenep merupakan kota kecil yang ada di pulau Madura, kota ini memiliki lahan luas yang belum ditanami rumah-rumah ataupun bangunan megah lainnya. Dari hal itu tentu sudah jelas bahwa kota ini tidak akan kesulitan untuk menyerap turunnya air hujan sekalipun sangat deras. Sumenep bukanlah kota besar seperti Jakarta dan Surabaya yang dipenuhi dengan bangunan besar serta jalan beraspal dimana-mana, sehingga air hujan yang turun sangat sulit untuk diserap. Namun anehnya realita yang terjadi, kota berlahan kosong yang sangat luas ini sering dilanda banjir, entah apa yang sebenarnya menyebabkan hal itu, mungkinkah semua ini kesalahan pemerintah, atau kelalaian masyarakat?.
Menurut data yang diperoleh dari Tagar News pada 26 Desember 2019, terdapat tujuh titik di kota Sumenep yang terkena banjir dengan rata-rata tinggi air satu meter. Titik tersebut diantaranya, Jl. Seludang, Jl. Trunojoyo, Jl. Dr. Cipto, Jl. Adirasa, Jl. Brigdjen Abdurrahman, Jl. Jendral Basuki Rahmat, Jl. Sultan Abdurrahman. Penyebab dari genangan air setinggi satu meter itu adalah buntunya drainase sehingga air dimuka jalan tidak dapat tertampung secara langsung.Kedua air yang ada di drainase juga ikut meluap sehingga menyebabkan banjir semakin menjadi.
Pada 10 Januari 2020, pekan laluKoran Madura juga mengangkat kabar tentang lokasi rawan banjir dikota Sumenep. Hal itu diungkapkan oleh kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Abd. Rahman Riadi bahwa ada tiga kecamatan di Sumenep yang rawan terkena banjir secara tiba-tiba, diantaranya kecamatan Batuan, kecamatan Lenteng, dan kecamatan Saronggi. Menurutnya penyebab dari hal itu adalah pembuangan sampah sembarangan yang menyebabkan aliran sungai sangat dangkal.Selain itu beritajatim.com,juga melansir terkait sikap yang diambil BPBDuntuk mengantisipasi korban banjir, yaitu dengan menyiapkanposko tanggap bencana di tiga kecamatan yang tertera diatas. Disisi lain juga telah disiagakan petugas gabungan dari unsur BPBD, Polres Sumenep, Kodim 0827, dan relawan.
Tiga kecamatan yang tertera sebagai lokasi rawan banjir itusebenarnya merupakan lokasi yang bertempat di bagian pelosok desa, yang letaknyacukup jauh dari jantung kota. Bahkan lokasi tersebut didominasi oleh lahan kosong yang luas (sawah), dan bukit-bukit, dari hal itu seharusnya lokasi yang tercantum tidak termasuk sebagai lokasi rawan banjir. Jika memang benar demikian bahwa penyebab terjadinya banjir adalah dangkalnya sungai yang disebabkan oleh pembuangan sampah sembarangan maka seharusnya langkah yang diambil oleh BPBD adalah mengadakan sosialisasi peduli lingkungan dan bakti sosial untuk menguras sampah yang menjadi penyumbat aliran sungai. Menyediakan posko tanggap bencana memang bukan langkah yang salahakan tetapi kurang tepat, karena sungai yang tersumbat masih tetap saja dibiarkan dan akan terus menjadipemicu terjadinya banjir.
Terlepas dari tiga kecamatan yang berada di pelosok pinggiran itu, beberapa titik dibagian kota sebenarnya lebih sering dilanda banjir dan belum ada solusi jelas untuk menanggulanginya. Pada awal tahun 2020, tepatnya 20 Januari,Madura Indepht melansir terkait beberapa titik dijantung kota yang terguyur banjir sehingga masyarakat setempat kompak menyebut kota Sumenep sebagai kota (Dilan)-dabanjir. Hujan yang turun belum sampai satu jam pada waktu itu telah menenggelamkan beberapa titik jalanan kota, diantaranyaJl. KH. Sajad kelurahan Bangselok Kota, Jl. Dr. Cipto, Jl. Seludang, dan Jl. Desa Panglegur menuju Gor A. Yani.
Berbicara terjadinyabencana banjir tentu tidak semerta-merta harus menyalahkan pihak pemerintah, atau sebaliknya yaitu menodong masyarakat sebagai penyebab dari bencana tersebut, karena diantara keduanya merupakan pemikul tanggungjawab penuh akan hal itu.Maka untuk melahirkan solusi sebagai sarana penanggulangan banjir memang sangat diperlukan kesadaran bersama yaitu masyarakat sosial secara umum dan pemerintah sebagai pemberi fasilitas.Kesadaran itu dapat dibangun dari hal-hal kecil seperti memberikan pemahaman terhadap masyarakat setempat akan bahayanya membuang sampah sembarangan yang dapat menjadi pemicu utama terjadinya bencana banjir. Kedua pihak pemerintah juga perlu tanggap akan pembangunan yang semakin menjadi, seperti pembangunan gedung, jalan beraspal, dan sebagainya. Jikalau memang pembangunan gedung dan jalan beraspal merupakan salah satu hal yang mendorong akan kemajuan kota Sumenep maka setidaknya juga sangat perlu adanya drainase yang cukup lebar, sehingga antara folume air dimuka jalan dengan lebarnya drainase yang tersedia sebanding.
Jika dikaji secara mendalam penyebab terjadinya banjir adalah folume air di muka jalan beraspal lebih besar dari pada lebarnya drainase yang tersedia, bahkan lubang penyerapan terkadang berada di posisi dataran tinggi sehingga air hujan menjadi sangat sulit untuk mengalir ke saluran drainase.Lebih-lebih air yang berada di dalam drainase meluap karena folume air lebih besar, dari hal itu usulan solusi yang ditawarkan adalah sebagai berikut; pertama pihak pemerintah seharusnya membuat saluran drainase yang lebih besar di tepi jalan dengan lubang serapan yang lebih banyak dan berada di tempat yang benar-benar strategis untuk menyerap aliran air hujan. Kedua harus ada aktivitas secara rutin untuk mengontrol saluran drainase, agar saat terjadi hujan deras secara tiba-tiba maka drainase telah siap menyerap air tanpa ada sampah dan sejenisnya yang menyumbat aliran air. Ketiga masyarakat setempat juga sangat perlu untuk menyadari bersama akan pentingnya menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya. Maka dengan hal itu upaya penanggulangan banjir di kota Sumenep dapat terealisasi secara baik dan sesuai harapan.
Dari ketiga unsur pokok penanggulangan banjir diatas harus berkesinambungan satu sama lain, dan jika hal itu benar-benar telah terealisasi maka kemungkinan besar terjadinya bencana banjir dikota Sumenep akan dapat diminimalisir atau bahkan dapat teratasi secara total. Tersedianya posko tanggap bencana bukan tidak diperlukan, akan tetapi tindakan utama yang semestinya dilakukan adalah memperbaiki kesalahan yang dapat menyebabkan terjadinya banjir. Setelah kesalahan-kesalahan itu telah diperbaiki namun banjir masih saja tetap terjadi dan tidak bisa diminimalisir maka barulah posko tanggap bencana serta petugas yang siap siaga itudirasa perlu untuk disediakan.