Prabowo, Dirangkul atau Dikandangkan

Herry Santoso
5 Min Read
Kiri, Prabowo Subianto Resmi dilantik sebagai Menteri Pertahanan dan Kanan Edy Prabowo sebagai Menteri Kelautan (Foto: Tribun)
Kiri, Prabowo Subianto Resmi dilantik sebagai Menteri Pertahanan dan Kanan Edy Prabowo sebagai Menteri Kelautan (Foto: Tribun)

( 1 )

SAYA selalu ingat sebuah fameo yang diucapkan oleh mendiang Nelson Mandela, give honor to an injured enemy (memberi kehormatan pada musuh yang terluka). Itu benar-benar sebuah kata-kaya yang indah dan humanistis, penuh peradaban. Seperti Jokowi, yang sangat hormat pada Prabowo. Diakui atau tidak, hanya seorang Prabowo menteri “termahal” pada kabinet Indonesia Maju. Mengapa ? Karena dia punya basis massa 45% hasil Pilpres 2019. Luar biasa !

Masalahnya sekarang adalah, keluar, Prabowo bisa diterima dunia internasional atau tidak ? Yang jelas Amerika Serikat, dan sekutunya, yang kebakaran jenggot “misuh-misuh” dengan diangkatnya Prabowo sebagai Menhan di negeri yang besar dan kaya raya laiknya Indonesia ini.

Sedangkan, kedalam, setelah Prabowo masuk di lingkaran istana, sebuah manfaat ataukah justru kemudlaratan yang bisa dipetik hikmahnya bagi bangsa ini ?

Untuk itu, setiap kali terjadi rapat kabinet Jokowi selalu berpesan _wanti-wanti : yang ada misi dan visi presiden – wakil presiden, bukan visi dan misi menteri. Ini secara tersirat merupakan “warning” dari seorang kepala pemerintahan, bahwa Prabowo “jangan macam-macam” di pusat kekuasaan.

( 2)

Di berbagai media Barat laiknta, NYT, The Guardian, Al-Jazira, atau The Wshington Post, selalu mengulas susunan “kabinet cerdik” Jokowi ini dengan mengelu-elukan Sri Mulyani, Sintong Panjahitan, ataupun Nadim Makarim, tetapi selalu “sinis” terhadap seorang Prabowo Subianto. Terlebih dari kalangan militer laiknya Petagon, Prabowo identik dengan duri dalam daging di kabinet Jokowi.

Trending tersebut cukup dimaklumi karena Prabowo belum diterima oleh Barat, kecuali oleh negara-negara yang “kesal” terhadap sikap Amerika. Ada istilah
how dare you not dare (kekesalan tak bernyali) bagi negara-negara di kawasan laiknya Myanmar, Vietnam, bahkan India yang selalu diawasi gerak-geriknya oleh Amerika Serikat, karena berminat pada Moskwa khususnya soal senjata. Kita bisa membayangkan jika negara sekecil dan semiskin Myanmar berani pesen SU-57 pada Rusia sebagai jet tempur super canggih yang paling ditakuti oleh Nato. Hal tersebut dicuatkan oleh Myanmar sebelum habis marahnya Amerika pada Turki yang mengakuisisi S-400, dan SU-35 super flanker.

Indonesia pun, Jakarta selalu tidak lepas dari bayang-bayang sanksi Washington dalam urusan belanja piranti perang. Sejujurnya, yang takut itu Amerika, bukan Indonesia. Karena jika Indonesia tidak terkontrol, akan menjadi ancaman “boneka” Amerika di kawasan Asia-Pasifik laiknya : Australia, New Zeland, dan Singapura. Meski sebenarnya, bangkitnya kekuatan di belahan bumi selatan (Indonesia) bisa jadi benteng bagi negara-negara rival Amerika laiknya Tongkok, dan Viernan yang sedang “berseteru” dengan Paman Sam itu, tetapi rupanya Amerika tidak lupa akan sejarah bahwa Indonesia selalu identik dengan Soekarno di masa lalu yang membuat Paman Sam berasa “ngeri-ngeri sedap”.

( 3 )

Kembali pada Prabowo Subianto, secara politik, tidak pulakah menjadi duri dalam daging pada pemerintahan Jokowi ?

Dari kacamata manajemen perpolitikan modern hal tersebut justru menjadi mutualisme simbiosis di Kabinet Indonesia Maju (KIM). Sebab harga seorang Prabowo lebih mahal daripada seluruh menteri yang ada sekalipun lantaran dia berbekal 45% suara rakyat, sebagai rival Jokowi di kontestasi Pilpres 2019 lalu. Ini yang sekaligus menjadikan Prabowo (seakan-akan) diawasi empat Menko sekaligus di KIM.

Jokowi sadar bahwa Prabowo adalah “pundi-pundi” yang harus dijaga dan dielus-elus selama pemerintahannya di lembar jilid-2.

Ia bukan sekadar new power sekaligus perekat bangsa yang terbelah oleh euforia pilpres lalu, dan secara tidak langsung Prabowo sebagai “retorika” politik Jokowi di dunia internasional.

Biarlah Amerika dan sekutunya, atau bahkan China Tiongkok sinis melihat figur Prabowo Subianto karena tidak bebas mendekte kita, baik dalam urusan militer maupun sumber daya alam. Itulah kelebihan “Si Kancil” dari Indonesia yang bernama : Joko Widodo. Aha….

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article