Notaris Indonesia dalam Ancaman Bahaya Besar

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
9 Min Read
- Advertisement -

Sebuah kisah yang diambil dari kisah nyata


jfid – Tulisan ini terinspirasi oleh perkenalan saya dengan seorang Wanita setengah baya di Ibu Kota Jakarta pada tanggal 16 Juli 2019. Sebut saja ia bernama Dewi, warga Ibu Kota Jakarta, Notaris, yang telah menjalankan praktek profesinya selama 20 tahun, yaitu sejak tahun 1999 s/d sekarang (2019).

Meski kini sudah mendekati usia senja namun gurat-gurat di wajahnya masih mampu menjelaskan betapa cantiknya ia di masa mudanya. Badannya ramping dan padat berisi. Sikap dan tutur katanya halus, dan mudah sekali tersenyum. Hal ini memang sudah dilatihnya sejak ketika masih muda, yaitu sejak menancapkan Obsesi hidupnya untuk menjadi Notaris, sekitar tahun 1990-an.

Hampir setiap hari Dewi (Nama samaran) selalu belajar mematut2 diri di depan cermin belajar mengenai bagaimana cara bersikap yang patut dan yang dapat menyenangkan setiap tamu yang datang kepadanya. Maka wajar apabila Dewi lalu tumbuh seolah kembang mekar yang cantik dan menarik dan terjaga hingga sekarang: Halus, manis dan anggun,,,!!!

Ad image

Akan tetapi sayang, kini di usianya yang sudah seharusnya tenang, ia justru diliputi oleh berbagai ketegangan-ketegangan akibat perbuatan yang dilakukannya di masa mudanya yang kini menyebabkannya tidak dapat lagi menjalankan praktek profesinya sejak tahun 2017 s/d sekarang. Bukan karena ia dilarang berpraktik, melainkan karena seluruh energinya terkuras dan tersita habis karena berurusan dengan Polisi.

Yach, sejak 4 tahun yang lalu, yaitu sejak tahun 2016 Dewi telah ditetapkan Tersangka oleh polisi, dan rumahnya Disita karena disangka telah melakukan tindak pidana membuat surat palsu dan/atau memberikan keterangan palsu ke dalam akta otentik sebagaimana diancam dengan pasal 263, 266 dan/atau pasal 264 KUHP, dan/atau, melakukan tindak pidana Penipuan-Penggelapan pasal 378/372 KUHP;

Bagaimana Dewi bisa dijerat Membuat dan Memakai Surat Palsu,,,???. Surat apa yang dipalsu, akta apa yang isinya diberi keterangan palsu,,,??? Siapa yang ditipu,,,??? Beginilah riwayatnya:

Dahulu, sekitar 25 tahun yang lalu, yaitu tahun 1994, ketika usianya masih baru memasuki 28 tahun, masih gadis dan merupakan bunga kembang yang sedang mekar, ketika Dewi telah menyelesaikan Pendidikan Profesi Notaris, Dewi muda ini meminta tolong kepada seseorang yang di kenangnya bernama JUMIN (Nama Samaran), untuk membuatkan KTP Karawang. Keperluannya untuk memenuhi persyaratan agar dapat diangkat sebagai Notaris yang dapat menjalankan praktek profesinya di kota itu.

Setelah KTP yang dimaksud keluar, Dewi lalu menjadikannya sebagai lampiran persyaratan ke kementerian Kehakiman waktu itu, yaitu tahun 1994, untuk dapat diangkat menjadi Notaris yang dapat berpraktik di Karawang.

Mujur nasib Dewi, setelah 4 tahun menunggu sejak tahun 1994, akhirnya keinginannya kabul. Dewi diangkat menjadi Notaris pada tahun 1999 dan kemudian menjalankan praktek profesinya dikota itu hingga tahun 2005 (5 tahun).

Namun, tepat pada saat dirinya diangkat sebagai Notaris pada tahun 1999 itu, sekaligus telah telah berakhir pula masa berlaku KTP miliknya. Karenanya, sesuai aturan, bahwa notaris harus memiliki KTP diwilayah prakteknya, maka Dewi kemudian memperpanjang KTPnya tersebut untuk pertama kalinya dan memiliki masa berlaku hingga ditahun 2004.

Bahwa oleh karena pada tahun 2004 tersebut Dewi masih berpraktik di daerah itu, sedangkan KTPnya sdh berakhir masa berlakunya, maka Dewi kemudian memperpanjang lagi KTPnya tersebut untuk yang kedua kalinya dan memiliki masa berlaku hingga tahun 2009.

Sejak menjadi Notaris, Dewi pun tetap menjadikan KTPnya tersebut sebagai Pengenal Identitasnya. Baik dlm berhubungan dengan instansi swasta maupun lembaga pemerintah. Kantor pajak, perbankan, dan kantor Pertanahan. KTP itulah yang dipakai Dewi dan tidak pernah ada permasalahan. Identitas tersebut tetap diterima sebagai identitas milik Dewi,,,!!!

Lalu dari mana polisi mempermasalahkan Dewi,,,??? Usut punya usut ternyata permasalahan ini bermula dari peristiwa jual beli tanah pada tahun 2009 dimana Dewi membeli tanah kepada 5 orang Ahli Waris.

Usut punya usut ternyata yang melaporkan adalah salah seorang istri dari salah satu Penjual, dimana Dewi dilaporkan telah melampirkan KTP Palsu dalam pembuatan Akta Jual Beli,,,!!!

Kenapa disebut palsu, padahal selama 15 tahun dipakai tidak pernah ada yang mempermasalahkannya,,,???

Usut punya usut lagi, ternyata disebut palsu karena data-data identitasnya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, antara lain:

? KTP yang terbit pada tahun 2004 dan masa berlaku s/d tahun 2009 tersebut tidak tercatat di data base Dispenduk Capil Pemerintah Kabupaten Karawang, karena data identitas kependudukan Dewi juga telah tercatat di Pemerintah Kabupaten Jakarta Timur (KTP Ganda).

? Status Perkawinan ditulis: Belum Kawin, padahal Dewi sudah menikah pada tahun 1995.

? status pekerjaan masih ditulis: Pegawai Swasta, padahal sejak tahun 1999 ia sudah menjadi Notaris.

? Alamat yang tercantum dalam KTP tersebut diduga fiktif, Blok F/25 tercatat di RT:6, padahal blok itu berada di RT:3. Bukan di RT:6 dan bahkan di desa ini tidak ada RT: 6.

Yang cerdas tentu bertanya:

  1. Kalau hanya karena tidak tercatat di data base pemerintahan setempat, mengapa lalu disebut palsu,,,??? Kan bisa jadi KTP tersebut asli tapi lupa tidak dicatat oleh pegawai pada kantor Dispenduk Capil tersebut,,,???

Maka untuk mengujinya haruslah diperiksa kebenaran ttd pejabat yang menandatanganinya. Yach, harus uji labfor,,,!!!!

  1. Kalau misalnya benar tandatangan pejabat dalam KTP tersebut palsu, bagaimana lalu Dewi yang diduga Memalsu,,,??? Bukankah Dewi tidak membuatnya sendiri melainkan ada orang lain yang mengurus,,,???

Bahwa keanehan-keanehan yang meliputi permasalahan Dewi ini, ditetapkan sebagai Tersangka membuat KTP palsu, padahal belum ada uji labfor apakah benar KTP Tersebut palsu apa tidak, atau kalaupun benar telah terbukti palsu akan tetapi belum diperiksa siapa yang memalsu, yang mengurus juga belum diperiksa, ttd tangan dlm KTP tersebut juga belum diuji labfor, bukankah menetapkan Dewi selaku Si Pemalsu merupakan kesewenang-wenangan,,,???

Yang tidak kalah anehnya adalah bahwa kepemilikan KTP ganda ini atau yang salah satunya lalu dianggap palsu ini, dihubungkan dengan peristiwa jual beli. Mengapa aneh, karena kalau dihubungkan dengan jual beli maka timbul pertanyaan:

  1. Apa hubungan Pelapor dengan jual beli ini,,??? Bukankah Pelapor bukan pihak dan tidak memiliki hubungan hukum dengan objek jual beli mengingat objek jual beli adalah harta waris milik suaminya,,,???
  2. Bila pun memiliki KTP Ganda merupakan tindak pidana, bukankah tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana Administrasi Kependudukan,,,??? Kenapa diusut dengan KUHP,,,????

Kisah Dewi di atas, seharusnya menjadi bahan evaluasi pemerintah, terutama Menteri Dalam Negeri untuk membuat regulasi dan perlindungan terhadap Notaris Indonesia. Karena, kalau tidak segera diambil tindakan, maka akan banyak Notaris-notaris lain terutama yang diangkat sebelum berlakunya UU Aspenduk, akan menjadi mainan penegak hukum yang curang,,,!!!

Dan kepada Organisasi Notaris, seharusnya kasus Dewi ini disikapi secara kritis sebagai bentuk tanggungjawab terhadap eksistensi Notaris di Indonesia,,,!!!

Jakarta, 20 Mei 2019

Tentang Penulis: KURNIADI, adalah seorang Advokad dan Pendiri Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Madura.

- Advertisement -
Share This Article