(Sebuah catatan anak petani)
Pasca Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres), beragam pertanyaan mulai bermunculan, terkait komitmen para pemimpin baru. Baik yang duduk di parlemen, para Kepala daerah maupun Presiden terpilih yang telah dipilih rakyat.
Apakah mereka betul-betul akan memperjuangkan nasib rakyat sesuai dengan janji-janjinya yang dituangkan dalam bentuk visi-misi saat masih mencalonkan?
Lihat saja dalam perkembangannya nanti, apakah pemimpin baru itu nantinya membawa terobosan baru dengan perubahan dan harapan baru bagi rakyat, atau justru sebaliknya?
“kembali pada kubangan yang sama, tidak jauh lebih baik dari yang sebelumnya, Tsumma Naudubillah”.
Saat ini rakyat butuh bukti nyata, bukan sebuah kekecewaan. Utamanya bagi masyarakat Madura pada umumnya, yang mayoritas petani. Dimana hingga saat ini “diakui masih belum tersejahterakan”.
Petani di Madura saat ini, bisa dibilang tengah berjuang melawan teriknya matahari setiap hari untuk membesarkan tanaman tembakau yang merupakan tanaman alternatif di musim kemarau.
Mereka rela berpanas-panasan demi memperoleh keuntungan besar dari harga tembakau tahun ini. Karena tanaman tembakau sejauh ini masih menjadi tanaman primadona yang diyakini akan memperbaiki kondisi ekonominya.
Meski faktanya, petani tembakau tak ubahnya berjudi. Karena sistem pemasarannya berbeda dengan pemasaran pada umumnya. Bahkan bisa dibilang sistim terlucu. Dimana petani tidak merdeka dalam menentukan harga tembakaunya sendiri, malah justru pembelinya dengan seenaknya mematok harga tembakau tersebut.
Pembeli tanpa melihat proses bagaimana petani dengan sekuat tenaga baik dari sisi biaya, tenaga untuk memproduksi tembakau.
Sementara petani tidak berdaya karena nasib pertanian tembakau ada di tangan pabrikan maupun pihak gudang yang punya kuasa membeli tembakau.
Lalu dimana posisi pemerintah dalam memperjuangkan nasib petani tembakau?. Dimana kehadiran mereka dengan wujud yang nyata?. Jawabannya, selalu klasik, bahwa pemerintah tidak bisa membeli tembakau, apalagi sampai menghargai tembakau, karena persoalan harga tembakau sepenuhnya tergantung pabrikan maupun gudang selaku kuasa pembeli tembakau.
Nah, disinilah sebenarnya perlu diuji dan dipertegas komitmen para pemimpin baru ini. Baik para Wakil Rakyat (DPR) yang terhormat, maupun para Kepala Daerah, entah itu Bupati, Gubernur maupun Presiden. Seperti apa keseriusannya ketika melihat rakyatnya sudah tidak berdaya di bawah tekanan pengusaha yang super power. Semoga penguasa (Pemerintah) tidak bercengkrama dengan pengusaha dibalik penderitaan rakyat jelata yang kehidupannya sangat bergantung pada hasil pertanian.
Pemerintah harus tegas dengan kebijakan dan regulasi yang berpihak pada petani. Bahkan kalau perlu ada regulasi khusus tentang tataniaga tembakau yang berpihak pada petani. Sehingga antara petani dan pembeli sama-sama saling menguntungkan bukan sebaliknya. Wallahualam.
Tentang Penulis : Ahmad Sa’i, Anak Seorang Petani dan Jurnalis Senior Sumenep.