Jangan Tersesat di TPS

LunkErZet
7 Min Read
battle, comic, fun
Photo by YoshisMom on Pixabay

jfid – Indonesia, sebagai salah satu negara demokratis terbesar di dunia, tengah memasuki fase yang sangat penting dalam sejarah politiknya. Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 diharapkan akan menjadi tonggak bersejarah yang bukan hanya menentukan pemimpin bangsa, tetapi juga mencerminkan kedewasaan dan keberlanjutan sistem demokrasi di Indonesia.

Pemilu 2024 akan menjadi pemilu serentak kedua yang digelar di Indonesia, setelah pemilu serentak pertama pada tahun 2019. Pemilu serentak adalah pemilu yang menyelenggarakan pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota legislatif, dan anggota lembaga perwakilan daerah secara bersamaan. Tujuan dari pemilu serentak adalah untuk menghemat biaya, mengurangi konflik politik, dan meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemilu.

Pemilu 2024 akan menampilkan tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang telah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mereka adalah pasangan nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN); pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming; dan pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Ketiga pasangan ini memiliki latar belakang, visi, misi, dan program yang berbeda-beda, sehingga menawarkan pilihan yang beragam bagi rakyat Indonesia.

Salah satu isu utama yang menjadi sorotan dalam Pemilu 2024 adalah Politik Dinasti. Politik dinasti adalah praktik politik yang melibatkan anggota keluarga atau kerabat dekat dalam memegang jabatan publik secara turun-temurun atau bergantian. Politik dinasti dinilai dapat mengancam demokrasi karena dapat menimbulkan nepotisme, korupsi, oligarki, dan penyalahgunaan kekuasaan.

Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming menjadi contoh nyata dari politik dinasti dalam Pemilu 2024. Prabowo Subianto adalah mantan menantu dari Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun di Indonesia.

Gibran Rakabuming adalah putra sulung dari Presiden Joko Widodo yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Kedua figur ini memiliki hubungan keluarga dengan pemimpin sebelumnya atau saat ini, sehingga dapat mempengaruhi jalannya pemerintahan dan kebijakan publik.

Pasangan ini juga mendapat kritik keras dari para akademisi, mahasiswa, hingga ekonom lantaran dituding mengintervensi konstitusi dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai presiden demi memuluskan langkah putra sulungnya dalam Pemilu 2024.

Hal ini terlihat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus batas usia minimal untuk calon presiden dan wakil presiden dari 40 tahun menjadi 35 tahun. Putusan ini dianggap membuka jalan bagi Gibran Rakabuming yang baru berusia 36 tahun untuk bertarung dalam Pilpres mendatang.

Di sisi lain, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD tidak memiliki hubungan keluarga dengan pemimpin sebelumnya atau saat ini. Mereka berusaha menawarkan alternatif bagi rakyat Indonesia yang menginginkan perubahan dan kemajuan. Pasangan AMIN mengusung tema “Indonesia Maju Bersama Rakyat”, dengan fokus pada pemberdayaan ekonomi rakyat, peningkatan kesejahteraan sosial, dan perlindungan lingkungan hidup. Pasangan Ganjar-Mahfud mengusung tema “Indonesia Hebat untuk Semua”, dengan fokus pada pembangunan infrastruktur, investasi, dan reformasi birokrasi.

Pemilu 2024 juga akan menjadi ajang pertarungan antara pemilih muda dan pemilih tua. Pemilih muda adalah pemilih yang berusia 17-30 tahun, sedangkan pemilih tua adalah pemilih yang berusia di atas 30 tahun. Menurut data KPU, jumlah pemilih muda pada Pemilu 2024 diperkirakan mencapai 114 juta, atau sekitar 56% dari total pemilih. Separuh dari mereka akan menjadi pemilih pemula, yaitu pemilih yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya.

Pemilih muda memiliki karakteristik yang berbeda dengan pemilih tua. Pemilih muda cenderung lebih kritis, terbuka, dan berani menyuarakan aspirasinya. Mereka juga lebih melek teknologi, informasi, dan media sosial. Pemilih muda menginginkan pemimpin yang dapat menyelesaikan masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh generasi mereka, seperti pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan lingkungan hidup.

Pemilih tua cenderung lebih konservatif, loyal, dan patuh terhadap otoritas. Mereka juga lebih terpengaruh oleh faktor-faktor seperti agama, etnis, dan ideologi. Pemilih tua menginginkan pemimpin yang dapat memberikan stabilitas, keamanan, dan kemakmuran bagi bangsa dan negara.

Kedua kelompok pemilih ini memiliki preferensi yang berbeda terhadap calon presiden dan wakil presiden. Menurut survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada November 2023, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) unggul di kalangan pemilih muda dengan elektabilitas sebesar 37%. Pasangan ini dianggap mampu menarik simpati pemilih muda karena memiliki latar belakang sebagai akademisi dan aktivis.

Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming unggul di kalangan pemilih tua dengan elektabilitas sebesar 34%. Pasangan ini dianggap mampu menarik simpati pemilih tua karena memiliki latar belakang sebagai militer dan pengusaha.

Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD berada di posisi ketiga dengan elektabilitas sebesar 29%. Pasangan ini dianggap mampu menarik simpati kedua kelompok pemilih karena memiliki latar belakang sebagai birokrat dan hukum.

Pemilu 2024 juga akan menjadi ajang pertarungan antara fakta dan hoaks. Fakta adalah informasi yang benar, akurat, dan dapat diverifikasi. Hoaks adalah informasi yang salah, tidak akurat, dan tidak dapat diverifikasi. Fakta dan hoaks dapat mempengaruhi opini publik dan perilaku pemilih dalam memilih calon presiden dan wakil presiden.

Fakta dapat membantu pemilih untuk membuat keputusan yang rasional, objektif, dan bertanggung jawab. Fakta dapat diperoleh dari sumber-sumber yang kredibel, seperti KPU, Bawaslu, lembaga survei, media massa, dan organisasi masyarakat sipil. Fakta dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja, visi, misi, dan program dari calon presiden dan wakil presiden.

Hoaks dapat menimbulkan kebingungan, keraguan, dan kebencian di antara pemilih. Hoaks dapat disebarluaskan melalui media sosial, pesan berantai, atau mulut ke mulut. Hoaks dapat digunakan untuk menyerang, menjatuhkan, atau memfitnah calon presiden dan wakil presiden.

Pemilu 2024 akan menjadi tantangan bagi rakyat Indonesia untuk membedakan antara fakta dan hoaks. Rakyat Indonesia harus cerdas dalam mengonsumsi informasi dan tidak mudah terprovokasi oleh hoaks.

Rakyat Indonesia harus menggunakan hak pilihnya dengan bijak dan bertanggung jawab demi masa depan bangsa dan negara. Selamat Berpartisipasi, Selamat Memilih dan Golput Bukan Solusi

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

TAGGED:
Share This Article