Stimulus Perekonomian Saat Defisit Anggaran Negara 

Ahmad Aziz Putra Pratama
7 Min Read
Ilustrasi Stimulus Ekonomi saat Devisit Anggaran Negara
Ilustrasi Stimulus Ekonomi saat Devisit Anggaran Negara

jf.id – Kementerian Keuangan (Kemkeu) dalam rapat dengan Komisi XI DPR, memprediksi  defisit anggaran pada tahun 2020 akan melebar  dari target yang ditetapkan di kisaran 1,76% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Prediksi  ini melanjutkan kondisi di tahun 2019, yakni tahun lalu defisit anggaran melebar dari target 1,8% terhadap PDB menjadi 2,2% terhadap PDB. Pelebaran defisit anggaran sering menjadi  sorotan di banyak kalangan dari pengamat ekonomi sampai masyarakat umum. Sorotan ini memang tidak terlepas dari anggapan banyak pihak bahwa pelebaran defisit merupakan sesuatu yang sepenuhnya buruk dan tidak memberikan manfaat, padahal tidak seperti itu.

Akademisi  dari Stony  Brook University of New York dan penulis  buku The Deficit Myth Stephanie Kelton menyatakan, ketika sebuah negara mengalami defisit anggaran maka  aliran likuiditas dari defisit akan dialihkan ke masyarakat secara luas dan akan menjadi sebuah keuntungan untuk masyarakat. Oleh karena itu, untuk menstimulus perekonomian  tidak ada ukuran yang kecil dalam defisit anggaran.

Apa yang disampaikan Stephanie, juga didukung oleh Steve Keen dan Briotti. Menurut Steve Keen (2001) defisit anggaran dalam tataran teoritis dapat diartikan penciptaan uang di masa mendatang. Hal ini bisa terjadi jika defisit anggaran diperuntukkan untuk mendorong aktivitas ekonomi di masa mendatang. Sebagai ilustrasi, jika defisit  anggaran dipergunakan untuk membangun infrastruktur saat ini, maka di masa mendatang ketika infrastruktur telah selesai dibangun, maka pemerintah dapat menggali potensi pajak yang ditimbulkan dari aktifitas ekonomi infrastruktur yang sudah di bangun.

Sementara  Penelitian dari Briotti  (2005) menemukan pelebaran defisit anggaran untuk memberikan stimulus untuk ekonomi dengan cara meningkatkan  belanja dilakukan Amerika Serikat (AS) ketika dilanda Great Depression pada tahun 1929 dan Great Recession pada tahun 2007-2009, cara ini kemudian banyak diadopsi oleh negara lain.

Berangkat dari situ, tidak heran beberapa  negara seperti India, China dan juga negara  tetangga seperti Vietnam memaksimalkan defisit anggarannya bahkan  diatas 3% terhadap. Jauh diatas konsesus internasional tentang batasan aman defisit anggaran. China misalnya selama  lima tahun (2014- 2018) rata-rata defisit anggarannya mencapai 3,38% sementara Vietnam dan India masing-masing mencapai 3,98% dan 3,68% terhadap PDB.

Beragam studi dan bukti empiris di atas, seharusnya bisa mendorong pemerintah untuk memaksimalkan ruang defisit anggaran. Tujuannya agar kebijakan fiskal dapat memberikan stimulan yang lebih besar  terhadap perekonomian. Toh, Undang-Undang (UU) juga membolehkan defisit anggaran selama tidak melebihi angka 3%.

Disamping itu, pelebaran defisit anggaran di  tahun ini juga didukung cost of fund yang lebih murah.  Imbal hasil 10-year Government Bond berada dalam tren penurunan sejak tahun lalu. Jika di  pertengahan Mei 2019 imbal hasil untuk Obligasi pemerintah berada di kisaran 8% namun pada pertengahan Januari 2020 mencapai 6,9%.

Mengoptimalkan Defisit

Agar  lebih optimal, pelebaran defisit anggaran  juga perlu dibarengi dengan beberapa langkah berikut  diantaranya: 

Pertama, Menambah dan mengevaluasi belanja modal. Jika kita bandingkan dengan negara-negara peer-countries, rasio belanja modal terhadap PDB Indonesia relatif kecil. Rasio belanja modal Indonesia yang mencapai 1,5% terhadap PDB jauh  lebih kecil dibandingkan Thailand (6,0%), Vietnam (6,5%), atau bahkan Myanmar (2,3%). Padahal, belanja modal penting untuk memberikan stimulan terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain menambah, perbaikan realisasi belanja modal juga mutlak dilakukan pemerintah. Apalagi dalam  2 tahun terakhir pertumbuhan realisasi belanja modal mengalami kontraksi. Salah satu masalah dalam realisasi belanja modal ialah terhambatnya realisasi belanja infrastruktur. 

Kedua, mempercepat realisasi transfer ke daerah dan dana desa. Alokasi transfer ke desa pada tahun 2020 mencapai Rp 784 triliun atau meningkat 5,2% namun peningkatan ini akan menjadi tidak optimal apabila permasalahan ditumpuknya dana anggaran Pemerintah  Daerah (Pemda) seperti yang terjadi tahun lalu kembali daerah. Sebagai ilustrasi pada tahun 2019 simpanan Pemerintah Daerah (Pemda) pada November mencapai Rp 247 triliun atau meningkat 13% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sebenarnya  pemerintah bisa memaksimalkan peran Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi APBN dan APBD yang dibentuk melalui Keputusan Presiden (Kepres) No 20/ 2015. Sayangnya secara yuridis Kepres ini rentan bertentangan dengan Undang-Undang Otonomi Daerah sehingga sulit dimaksimalkan untuk mendorong percepatan realisasi Anggaran Pemerintah Belanja Daerah. Oleh karenanya diperlukan peraturan yang lebih mengikat untuk mendorong pemda agar lebih cepat mengeksekusi belanja di daerah.

Ketiga,  Evaluasi penyaluran bantuan  sosial. Salah satu tantangan dalam penyaluran bantuan sosial  ialah skema dan manfaat bantuan sosial (bansos) relatif sama untuk semua wilayah padahal  disparitas kemiskinan dan juga daya beli antara masyarakat di setiap daerah di Indonesia berbeda satu sama  lain. Di sisi lain seringkali sinkronisasi data penerima bansos juga relatif lambat antara Kementerian dan Lembaga sehingga berakibat pada keterlambatan penyaluran.

Keempat, insentif  tambahan untuk industri  manufaktur. Dalam RAPBN 2020 pemerintah  berencana tetap akan melanjutkan program pemberian tax holiday ataupun tax allowance bagi industri  manufaktur. Namun dengan penurunan tren pertumbuhan investasi asing di sektor manufaktur khususnya dalam 2 tahun terakhir (2017: -7%, 2018: -16%),

Beberapa diantaranya dengan menambah  Penyertaan Modal Negara (PMN) khususnya ke perusahaan pelat merah yang bergerak  di bisnis manufaktur yang strategis bagi perekonomian seperti industri besi baja, jasa perkapalan, hingga  industri makanan dan minuman.

Pada akhirnya langkah pelebaran defisit anggaran membutuhkan koordinasi dari beragam stakeholder  dari pusat maupun daerah. Tanpa koordinasi yang baik, pelebaran defisit anggaran, alih-alih memberikan stimulus, hanya akan menambah  list masalah dalam pengelolaan anggaran belanja negara.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article