Menakar Kekuatan Militer China

Herry Santoso
7 Min Read
Ilustrasi Militer China, Foto Sky News
Ilustrasi Militer China, Foto Sky News

jfID – KETEGANGAN di Laut Natuna Utara semakin meningkat, paling tidak setelah TNI baru saja menyatakan siaga tempur untuk mempertahankan kedaulatan. Sikap tersebut diambil usai Tiongkok mengklaim bahwa perairan tersebut merupakan wilayahnya.

TNI bahkan sudah mengirim 5 kapal, 4 jet tempur F 16,  pesawat intai maritim dan 1 pesawat Boeing ke Natuna.

Kekuatan TNI

Dilansir dari globalfirepower.com,Indonesia ternyata mempunyai armada laut yang lebih besar dari yang diprediksi selama ini. Kekuatan militer Indonesia diketahui berada di peringkat ke 16 dunia. Peringkat yang bukan main-main, karena Australia, Israel, dan Korea Utara berada di bawahnya.

Setidaknya Indonesia memiliki 221 kapal yang terdiri dari 8 kapal fregat, 24 kapal korvet, 5 kapal selam, 139 kapal patroli serta 11 pangkalan perang laut. Namun, Indonesia tak mempunyai kapal perusak (distroyer), dan kapal induk yang bisa mengangkut pesawat tempur.

Personel militer yang dimiliki Indonesia yaitu berjumlah 800 ribu orang, 400 ribu personel aktif dan 400 ribu lainnya merupakan personel cadangan. Jika keadaan mengharuskan berperang, Indonesia memiliki 108 juta penduduk yang siap jadi sukarelawan yang bisa dilatih dan dipersenjatai.

Selain itu, Indonesia juga memiliki 141 artileri otomatis, 36 proyektor misil, 356 artileri manual, 1.300 kendaraan lapis baja dan 315 tank perang.

Indonesia juga mempunyai 41 pesawat tempur, 8 helikopter perang, 451 armada untuk perang udara,  65 pesawat pembom serta meriam antiudara. Indonesia juga mempunyai 14 pelabuhan utama dan 673 bandara.

Kekuatan China

Sementara itu, kekuatan militer Tiongkok berada di posisi ketiga di dunia. Armada laut Tiongkok terdiri dari 714 kapal. Tiongkok juga memiliki 33 kapal perusak,dan sedikitnya 75 kapal selam,  serta ada 33 pangkalan laut yang bisa digunakan.

Tiongkok mempunyai 2,6 juta personel militer. Jika keadaan mengharuskan untuk berperang, Tiongkok siap mengerahkan penduduknya yang berjumlah 621 juta orang sebagai sukarelawan bersenjata.

Selain memiliki 13 ribu tank, 40 kendaraan lapis baja, 2 ribu roket proyektor, 4 ribu artileri otomatis, dan 6.246 artileri manual, Tiongkok juga mempunyai 16 pelabuhan utama dan 507 bandara yang siap digunakan jika terjadi perang.

Efek Politik Kawasan

Saat ini ketegangan Indonesia dengan China adalah merupakan “masalah pribadi” ( personal problems ) Indonesia tanpa bersenyawa dengan negara-negara tetangga. Meskipun demikian, ketegangan di kawasan Natuna tersebut akan berimbas terhadap kawasan yang lebih luas yaitu regional Asean (merupakan kesatuan bangsa-bangsa di Asia Tenggara), bahkan kawasan Pasifik. Di kawasan tersebut tentu akan  mengalami fluktuasi suhu politik yang bermuatan konfrontatif. Sebab justru di LCS (Laut China Selatan) persaingan militer terjadi untuk membentengi dari agresivitas Tiongkok dan Amerika Serikat.

Suatu bukti, kapal induk Reonald Regan sampai saat ini selalu hilir mudik di LCS untuk mengintip aktivitas militer Negeri Tirai Bambu tersebut. Di samping itu negara-negara yang bersengketa langsung maupun terimbas mulai sedia payung sebelum hujan. Laiknya Indonesia bergegas mengakuisisi fregat super canggih kelas Van Speijk dari Denmark. Vietnam tidak mau ketinggalan serta-merta memesan fregat kelas Gepard 3.9 dari Rusia. Begitu pula Fulipina membahas proses akuisisi kapal selam kelas Scorpine dari Prancis. Semua.itu dilakukan untuk “psywar” dengan China sekaligus peningkatan imunitas diri.

Fregiditas

Mengapa Indonesia sepertinya mengidap “fregiditas” ketika China mulai menganeksasi kawasan Natuna ?

Paling tidak ada 5 pertimbangan, antara lain : (1) masih nenunggu sikap resmi Beijing tentang kasus Natuna. Selama ini kedua negara masih sama-sama menahan diri agar kasus tersebut tidak melebar pada “perang terbuka” ( open war ) sesama negara sahabat yang nempunyai hubungan psiko-historis maupun  kultural yang cukup kental (2) Indonesia menghitung kekuatan China bukan tandingannya jika terjadi perang terbuka (3) investasi besar China di Indonesia sekitar 3,5 miliar dolar  sepanjang 2019 dan merupakan terbesar ketiga setelah Singapura dan Jepang. Sungguhpun kinerja China dalam menyelesaikan kontrak proyek tidak “terlalu baik” seperti mangkraknya proyek kereta api cepat Jakarta – Bandung, tetapi ada sekitar 555 titik yang harus dituntaskan (4) tidak perlu menanggapi secara pisik karena secara konvensi hukum laut  PBB United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) ZEE Natuna adalah sah masuk kedaulatan Indonesia dan (5) ketegangan di kawasan LCS secara tidak langsung akan “memperlambat” pertumbuhan ekonomi di zona ekonomi berhimpit (Batam – Singapura – Johor Bahru –  Shanghai ) yang punya persfektif cerah dan potensi pertumbuhan paling bergairah di dunia (lk. Rp 24.000 triliun). Besarnya potensi itulah sebagai ajang kompetensi negara-negara pantai di LCS.

Shock Therapy Jokowi

Setelah medapatkan kritikan dari berbagai kalangan (termasuk DPR), pemerintahan Jokowi mulai menampakkan taringnya. Paling tidak TNI mulai melakukan “shock therapy” dengan mengirim sedikitnya 5 kapal perang dan 4 jet tempur f-16 ke Natuna, serta 600 personel militer siap tempur.

Bukan hanya itu, Presiden Jokowi melakukan kunjungan ke Natuna (8/1/20) dan meninjau Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Selan Lampa, Kabupaten Natuna.

Kunjungan presiden tersebut membuktikan bahwa mengenai insiden Natuna, bagi Joko Widodo tidak ada kompromi lagi karena sikap China yang dengan terang-terangan masuk ke ZEE di Laut Natuna Utara tersebut sebagai upaya aneksasi sepihak dan arogansi kekuatan militer terhadap Indonesia. Sebab China tahu bahwa Indonesia merupakan negara terkuat di Asia Tenggara, yang paling pantas dijadikan “sparring partner” untuk uji coba kekuatan !

Pertanyaannya kemudian adalah haruskah TNI mengusir kapal-kapal China yang melanggar ZEE tersebut dengan cara militer ? Jika memang terpaksa rasanya tidak terlalu jelek dengan tindakan tersebut meski China adalah merupakan salah satu super power di dunia.

Seperti kata Bung Karno : “Kolonialisme merupakan hal yang jahat, dan salah satu yang harus diberantas ! Rawe-rawe rantas, malang-malang putung, ini dadaku mana dadamu !”

Aneksasi China identik dengan kolonialisme gaya baru. Harus kita lawan.  Mengapa ragu ?? ***

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article