Hama Tikus, Kelangkaan Pupuk dan Pemangkasan 6 Triliun

Deni Puja Pranata
3 Min Read
Petani alami kelangkaan pupuk dan insert hama tikus
Petani alami kelangkaan pupuk dan insert hama tikus

jfid – Di tengah situasi pandemi, petani Indonesia dihadapkan dengan cekikan hama tikus, kelangkaan pupuk dan pemangkasan anggaran kementerian pertanian (Kementan) sebesar 6,33 Triliun. Ini ancaman serius ketahanan pangan atau logika pemerintah yang nantinya untuk pembenaran impor beras.

Saat masa tanam tiba, hama utama adalah tikus sawah, golongan mamalia menyusui ini, musuh besar petani. Serangan tikus pada batang padi berpotensi mengurangi produksi panen. Maka, pencegahan dan antisipasi yang dilakukan para petani dengan menjebak, penyemprotan pestisida dan meracun. Hal tersebut menjadikan pembengkakan biaya operasional petani. Sedangkan nilai produsksi panen tidak bertambah.

Jika 6 Triliun dimanfaatkan untuk membangun pabrik racun hama tikus. Setidaknya, berdiri puluhan pabrik. Indonesia tidak perlu lagi impor racun hama tikus ke China. Dan para petani tidak perlu membeli racun tikus dengan merk bertuliskan huruf Mandarin.

Fenomena unik di Indonesia, bukan hanya persawahan yang menjadi rumah tikus, beberapa pabrik mie justru menjadi sarang tikus. Kenapa Indonesia tidak banyak membangun pabrik racun tikus?

Korelasi pabrik racun tikus dan peningkatan produksi gabah kering giling (GKG) dirasa menjadi subtansi untuk Indonesia bisa ekspor beras.

Jika di tahun 2020, Pemerintah bangga karena tidak impor beras, itu adalah logika terbalik. Seharusnya, pemerintah berbangga, jika berhasil ekspor komoditi terutama beras dan jagung. Karena di areal persawahan, tidak ada virus corona.Wajar, jika Pak Joko marah, dengan subsidi pupuk pertahun senilai Rp.33 Triliun yang tak berdampak signifikan pada peningkatan ekspor komiditi.

Walau di sawah tak ada corona, para petani ibarat jatuh tertimpa tangga. Selain hama tikus, ada mafia pupuk yang menyebabkan kelangkaan pupuk bersubsidi. Pak Joko menilai, ada yang salah urus dengan subsidi pupuk 33 triliun.

Kemarin, Kamis (28/1/2021) Polres Blora melakukan jumpa pers tentang hasil tangkapan penyelewengan pupuk bersubsidi yang tidak diperuntukkan sebagaimana mestinya.

Polisi mengamankan 160 sak pupuk jenis ZA yang secara keseluruhan berjumlah 8 ton. Diketahui, truk pengangkut pupuk tersebut, milik PT. Suramadu Perkasa, Desa Tambelengan kabupaten Sampang.

“Kapolres Blora AKBP Wiraga Dimas Tama mengungkapkan pelaku berinisial DA mendapatkan pupuk tersebut dari Madura, Jawa Timur. Tersangka membeli pupuk-pupuk itu dengan harga Rp 141 ribu per karung,” sebagaimana dikutip dari kompas.com.

Disatu sisi, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, selalu menyangkal, jika pupuk langka.
Bagaimana tidak langka, jika penyaluran pupuk subsidi tidak diperuntukkan sebagaimana mestinya.

Panen petani padi, berdasarkan penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi 2020 diperkirakan akan meningkat 1,02 % dibandingkan dengan tahun lalu. Produksi padi ditaksir mencapai 55,16 juta ton gabah kering giling (GKG) atau bertambah 556.510 ton dibandingkan dengan 2019 yang mencapai 54,60 juta ton GKG.

Lantas bagaimana di tahun 2021? Diawal tahun saja, pupuk bersubsidi sudah disalahgunakan.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article