Thorium: Harapan Energi Masa Depan dari Tanjung Berikat, Indonesia Piye?

Rasyiqi
By Rasyiqi
9 Min Read
Ilustrasi thorium sebagai sumber energi untuk masa depan, menunjukkan reaktor LFTR, tambang monasit, dan peta Indonesia dengan Tanjung Berikat (jfid)
Ilustrasi thorium sebagai sumber energi untuk masa depan, menunjukkan reaktor LFTR, tambang monasit, dan peta Indonesia dengan Tanjung Berikat (jfid)

jid – Energi adalah salah satu kebutuhan pokok manusia di era modern ini. Tanpa energi, banyak aktivitas yang tidak bisa berjalan dengan lancar, seperti transportasi, industri, komunikasi, dan lain-lain. Namun, sumber energi yang kita gunakan saat ini sebagian besar berasal dari bahan bakar fosil, seperti minyak, gas, dan batubara. Bahan bakar fosil memiliki beberapa masalah, antara lain:

  • Ketersediaannya terbatas dan semakin menipis seiring dengan meningkatnya permintaan.
  • Penggunaannya menghasilkan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim.
  • Harganya tidak stabil dan dipengaruhi oleh faktor politik dan ekonomi global.

Oleh karena itu, diperlukan sumber energi alternatif yang lebih ramah lingkungan, berkelanjutan, dan efisien. Salah satu kandidat yang menjanjikan adalah thorium, sebuah elemen kimia yang memiliki potensi sebagai bahan bakar nuklir masa depan.

Apa itu Thorium?

Thorium adalah elemen kimia dengan simbol Th dan nomor atom 90. Thorium termasuk dalam kelompok aktinida, yaitu unsur-unsur radioaktif yang memiliki nomor atom 89 sampai 103. Thorium memiliki isotop alami yang paling stabil adalah thorium-232, yang memiliki waktu paruh sekitar 14 miliar tahun.

Thorium-232 sendiri tidak dapat membelah secara spontan, tetapi dapat diubah menjadi isotop uranium-233 yang bersifat fisil jika terkena neutron. Uranium-233 kemudian dapat digunakan sebagai bahan bakar reaksi berantai nuklir yang menghasilkan energi.

Ketersediaannya lebih melimpah dan tersebar luas di alam. Menurut perkiraan, cadangan thorium di dunia mencapai sekitar 6 juta ton, sedangkan cadangan uranium hanya sekitar 1,5 juta ton. Di Indonesia sendiri, cadangan thorium diperkirakan mencapai 70 ribu ton, atau empat kali lebih banyak daripada cadangan uranium.

Penggunaannya juga lebih efisien dan hemat. Sebagai perbandingan, 1 ton thorium dapat menghasilkan energi setara dengan 200 ton uranium atau 3,5 juta ton batubara. Dengan kata lain, 1 kg thorium dapat menyalakan lampu 100 watt selama 4000 tahun, sedangkan 1 kg batubara hanya selama 4 hari. Selain itu, thorium juga dapat digunakan dalam siklus bahan bakar tertutup, yaitu proses di mana bahan bakar nuklir bekas diproses ulang dan dimanfaatkan kembali, sehingga mengurangi limbah radioaktif.

Penggunaannya lebih aman dan bersih. Thorium dapat digunakan dalam reaktor nuklir jenis baru yang disebut Liquid Fluoride Thorium Reactors (LFTR), yaitu reaktor yang menggunakan garam cair sebagai pendingin dan pelarut bahan bakar. LFTR memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan reaktor nuklir konvensional yang menggunakan air sebagai pendingin dan batang logam sebagai bahan bakar.

Beberapa kelebihan LFTR antara lain yaitu Tidak memerlukan tekanan tinggi untuk menjaga air tetap cair, sehingga mengurangi risiko kebocoran atau ledakan, dapat beroperasi pada suhu lebih tinggi, sehingga meningkatkan efisiensi termal dan mengurangi biaya pendinginan. dan dapat mengatur sendiri laju reaksi nuklir dengan mengandalkan sifat fisika garam cair, sehingga menghindari risiko melebihi batas kritis atau meltdown.

Selain itu dapat menghasilkan limbah radioaktif yang lebih sedikit dan lebih mudah ditangani, karena waktu paruhnya lebih pendek dan tidak dapat digunakan untuk membuat senjata nuklir. Tidak memerlukan tekanan tinggi untuk menjaga air tetap cair, sehingga mengurangi risiko kebocoran atau ledakan, apalagi dapat beroperasi pada suhu lebih tinggi, sehingga meningkatkan efisiensi termal dan mengurangi biaya pendinginan.

Dan yang menarik adalah dapat mengatur sendiri laju reaksi nuklir dengan mengandalkan sifat fisika garam cair, sehingga menghindari risiko melebihi batas kritis atau meltdown serta menghasilkan limbah radioaktif yang lebih sedikit dan lebih mudah ditangani, karena waktu paruhnya lebih pendek dan tidak dapat digunakan untuk membuat senjata nuklir.

Thorium di Tanjung Berikat

Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi besar sebagai sumber thorium adalah Tanjung Berikat, sebuah desa di Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Di daerah ini terdapat tambang timah yang sudah beroperasi sejak zaman penjajahan Belanda. Selain timah, tambang ini juga menghasilkan monasit, yaitu sebuah mineral yang mengandung thorium dan logam tanah jarang.

Monasit merupakan salah satu sumber utama thorium di dunia. Menurut data Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), monasit di Tanjung Berikat memiliki kandungan thorium sekitar 6-7%, atau sekitar 60-70 kg thorium per ton monasit. Jika diasumsikan bahwa produksi monasit di Tanjung Berikat sekitar 1000 ton per tahun, maka potensi thorium yang dapat dihasilkan sekitar 60-70 ton per tahun. Jika dikonversi menjadi energi listrik, maka potensi thorium tersebut setara dengan 120-140 ribu MW per tahun, atau sekitar 10% dari kebutuhan listrik nasional saat ini.

Namun, sayangnya, monasit di Tanjung Berikat belum dimanfaatkan secara optimal. Monasit masih dianggap sebagai limbah tambang timah yang harus dibuang atau disimpan di tempat penampungan. Padahal, monasit memiliki nilai ekonomi yang tinggi, tidak hanya karena kandungan thoriumnya, tetapi juga karena kandungan logam tanah jarangnya. Logam tanah jarang adalah sekelompok 17 unsur kimia yang memiliki sifat khusus dan banyak digunakan dalam industri teknologi tinggi, seperti komputer, ponsel, baterai, magnet, katalis, dan lain-lain.

Jadi, Bagaimana Indonesia?

Sudah saya jelaskan bahwa thorium, elemen kimia yang memiliki potensi sebagai bahan bakar nuklir masa depan. Thorium memiliki keunggulan dibandingkan dengan uranium, yaitu lebih melimpah, lebih efisien, lebih aman, dan lebih bersih. Thorium dapat digunakan dalam reaktor nuklir jenis baru yang disebut LFTR, yaitu reaktor yang menggunakan garam cair sebagai pendingin dan pelarut bahan bakar.

LFTR memiliki kelebihan dibandingkan dengan reaktor nuklir konvensional, yaitu tidak memerlukan tekanan tinggi, dapat beroperasi pada suhu lebih tinggi, dapat mengatur sendiri laju reaksi nuklir, dan dapat menghasilkan limbah radioaktif yang lebih sedikit dan lebih mudah ditangani.

Indonesia memiliki potensi besar sebagai penghasil thorium, khususnya di daerah Tanjung Berikat, yang merupakan lokasi tambang timah yang juga menghasilkan monasit. Monasit adalah mineral yang mengandung thorium dan logam tanah jarang. Monasit memiliki nilai ekonomi yang tinggi, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Monasit masih dianggap sebagai limbah tambang timah yang harus dibuang atau disimpan di tempat penampungan.

Untuk mengembangkan potensi thorium di Tanjung Berikat, diperlukan langkah-langkah seperti melakukan penelitian dan pengembangan terkait dengan teknologi reaktor nuklir berbahan bakar thorium, melakukan kerjasama dengan negara-negara lain yang memiliki minat dan kemajuan dalam pengembangan thorium, dan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait dengan manfaat dan keamanan penggunaan thorium sebagai sumber energi masa depan.

Thorium adalah harapan energi masa depan dari Tanjung Berikat, karena dapat memberikan solusi bagi masalah energi yang dihadapi Indonesia saat ini. Thorium dapat menjadi sumber energi yang lebih ramah lingkungan, berkelanjutan, dan efisien. Thorium juga dapat menjadi sumber pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat Tanjung Berikat, yang selama ini bergantung pada tambang timah.

Thorium dapat menjadi pendorong bagi perkembangan industri, teknologi, dan ilmu pengetahuan di Indonesia. Thorium dapat menjadi simbol dari kemajuan dan kemandirian bangsa Indonesia di bidang energi nuklir. Indonesia?

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article