Mengapa Indonesia Masih Impor Beras 1,5 Juta Ton?

Rasyiqi
By Rasyiqi
4 Min Read

jfid – Indonesia dikenal sebagai salah satu negara penghasil beras terbesar di dunia. Namun, pada tahun 2023, pemerintah memutuskan untuk menambah impor beras sebanyak 1,5 juta ton dari Vietnam dan Thailand. Apa alasan di balik kebijakan ini? Apakah produksi beras dalam negeri tidak mencukupi? Bagaimana kondisi lahan sawah di Indonesia?

Produksi Beras Menurun Akibat El Nino

Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi beras dalam negeri adalah cuaca. Pada tahun 2023, Indonesia mengalami fenomena El Nino, yaitu kondisi anomali iklim yang menyebabkan suhu udara meningkat dan curah hujan menurun. Akibatnya, lahan sawah mengalami kekeringan dan gagal panen.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi Indonesia pada tahun 2021 mencapai 54,42 juta ton GKG. Jika dikonversi menjadi beras, total produksi GKG tersebut kira-kira setara dengan 31,36 juta ton beras. Angka ini menyusut 0,45% dari produksi tahun sebelumnya yang seberat 31,5 juta ton.

Sementara itu, kebutuhan beras nasional pada tahun 2021 diperkirakan sebesar 32,07 juta ton. Dengan demikian, terdapat defisit sekitar 710 ribu ton beras yang harus dipenuhi dengan impor. Selain itu, pemerintah juga perlu menjaga cadangan beras nasional agar tidak terjadi kelangkaan atau kenaikan harga yang signifikan.

Lahan Sawah Terbatas dan Terancam Konversi

Faktor lain yang mempengaruhi produksi beras dalam negeri adalah luas lahan sawah. Menurut data BPS, luas lahan baku sawah (LBS) Indonesia pada tahun 2019 sebesar 7.463.948 hektar. Angka ini menurun sekitar 64 ribu hektar dari tahun 2018 yang sebesar 7.528.000 hektar.

Luas lahan sawah di Indonesia terbatas karena sebagian besar wilayah negara ini berupa pegunungan, hutan, dan perairan. Selain itu, lahan sawah juga terancam konversi menjadi lahan non pertanian, seperti perumahan, industri, atau infrastruktur. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan pembangunan ekonomi.

Pulau Jawa merupakan pulau dengan luas lahan sawah terbesar di Indonesia, yaitu sekitar 3 juta hektar atau 40% dari total LBS nasional. Namun, pulau ini juga merupakan pulau dengan tingkat konversi lahan sawah tertinggi. Menurut data Kementerian Pertanian, pada periode 2008-2018, luas lahan sawah di Jawa berkurang sekitar 82 ribu hektar.

Upaya Pemerintah Meningkatkan Produksi dan Swasembada Beras

Menghadapi tantangan tersebut, pemerintah berupaya meningkatkan produksi dan swasembada beras dalam negeri dengan berbagai strategi. Salah satunya adalah dengan mengembangkan lahan sawah baru di luar Jawa, seperti di Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Maluku.

Selain itu, pemerintah juga mendorong penggunaan teknologi pertanian yang lebih modern dan efisien, seperti benih unggul, pupuk organik, irigasi tetes, dan alat mesin pertanian (alsintan). Tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas lahan sawah yang ada.

Pemerintah juga berkomitmen untuk melindungi lahan sawah dari konversi dengan memberikan insentif kepada petani, seperti sertifikat hak atas tanah, bantuan modal, asuransi, dan fasilitas kredit. Selain itu, pemerintah juga mengatur zonasi lahan pertanian dan memberikan sanksi kepada pelaku konversi lahan sawah.

Kesimpulan

Indonesia masih impor beras 1,5 juta ton pada tahun 2023 karena produksi beras dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan dan cadangan nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor cuaca yang tidak mendukung dan luas lahan sawah yang terbatas dan terancam konversi. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah berupaya meningkatkan produksi dan swasembada beras dengan mengembangkan lahan sawah baru, menerapkan teknologi pertanian modern, dan melindungi lahan sawah dari konversi.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article