Urgensi Pemanfaatan AEoI dalam Konsensus Global Perpajakan Ekonomi Digital Indonesia

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
7 Min Read
The Urgency of Utilizing AEoI in the Global Consensus on Digital Economy Taxation for Indonesia, untuk pembaca awam

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh otoritas pajak di seluruh dunia adalah perkembangan ekonomi digital yang terus berubah dan berkembang. Ekonomi digital memungkinkan perusahaan-perusahaan multinasional untuk melakukan kegiatan usaha dan menghasilkan keuntungan di berbagai negara tanpa harus memiliki kehadiran fisik atau kantor tetap di negara-negara tersebut. Hal ini menimbulkan masalah bagi penerapan aturan pajak internasional yang sebagian besar masih didasarkan pada konsep keberadaan permanen (permanent establishment) sebagai dasar pengenaan pajak.

Akibatnya, banyak perusahaan multinasional yang dapat menghindari atau mengurangi kewajiban pajaknya di negara-negara tempat mereka menjual barang atau jasa mereka, dengan memindahkan laba mereka ke negara-negara dengan tarif pajak yang rendah atau nol. Praktik ini dikenal sebagai Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) atau pengikisan basis pajak dan pemindahan laba, yang merugikan negara-negara sumber pendapatan dan mengurangi penerimaan pajak mereka.

Untuk mengatasi masalah ini, Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) bersama dengan negara-negara anggota G20 telah menginisiasi proyek BEPS yang bertujuan untuk mereformasi kerangka kerja pajak internasional agar sesuai dengan tantangan ekonomi digital. Proyek BEPS ini terdiri dari dua pilar utama, yaitu:

Pilar Satu, yang akan menjamin distribusi yang lebih adil dari hak perpajakan dan laba antara negara-negara dengan memperluas ruang lingkup pengenaan pajak atas perusahaan multinasional berdasarkan kriteria tertentu, seperti ukuran penjualan, profitabilitas, dan keterlibatan pengguna di pasar lokal, tanpa memperhatikan keberadaan permanen mereka.

Ad image

Pilar Dua, yang akan menetapkan tarif pajak minimum global untuk perusahaan multinasional, sehingga mencegah mereka untuk memindahkan laba mereka ke negara-negara dengan tarif pajak yang rendah atau nol.

Pada tahun 2021, sebanyak 137 dari 141 negara anggota OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS telah mencapai kesepakatan awal mengenai solusi dua pilar ini, yang diharapkan dapat diimplementasikan mulai tahun 2024. Kesepakatan ini juga mencakup komitmen untuk menghapuskan atau menggantikan pajak-pajak unilateral yang dikenakan oleh beberapa negara terhadap layanan digital (digital service taxes) atau transaksi-transaksi tertentu yang terkait dengan ekonomi digital.

Indonesia sebagai salah satu negara anggota OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS tentunya harus turut serta dalam proses pembahasan dan penyesuaian aturan pajak internasional ini. Indonesia memiliki potensi besar untuk meningkatkan penerimaan pajaknya dari sektor ekonomi digital, mengingat jumlah pengguna internet dan penetrasi e-commerce di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia. Namun, Indonesia juga harus memperhatikan dampak dari perubahan aturan pajak internasional ini terhadap kedaulatan fiskal dan kepentingan nasionalnya.

Salah satu hal yang penting bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan ekonomi digital adalah memperkuat sistem pertukaran informasi perpajakan secara otomatis (Automatic Exchange of Information/AEoI) dengan negara-negara lain. AEoI adalah mekanisme pertukaran data keuangan warga negara asing yang tinggal di sebuah negara antara otoritas pajak yang berwenang di setiap negara. AEoI bertujuan untuk mencegah praktik penggelapan pajak atau penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak yang menyembunyikan penghasilan atau aset keuangannya di luar negeri.

Indonesia telah berkomitmen untuk menerapkan AEoI sejak tahun 2017 dan telah melakukan pertukaran informasi perpajakan dengan lebih dari 80 negara mitra sejak tahun 2018. Namun, Indonesia masih perlu meningkatkan kualitas dan kuantitas data yang dipertukarkan, serta memanfaatkan data tersebut secara optimal untuk tujuan administrasi dan kebijakan pajak. Selain itu, Indonesia juga harus memastikan bahwa data yang dipertukarkan dilindungi dengan baik dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.

Ya, jika dulu, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengelola sistem perpajakan dan memastikan kepatuhan wajib pajak, terutama bagi mereka yang memiliki aset atau pendapatan di luar negeri. Namun, semuanya berubah ketika penerapan AEoI (Automatic Exchange of Information) menjadi sebuah langkah yang efektif.

Dengan langkah ini, Indonesia berhasil mengalami berbagai manfaat luar biasa. Pertama-tama, basis data wajib pajak berhasil diperluas secara signifikan. Negara kini memiliki akses lebih luas terhadap informasi mengenai wajib pajak yang sebelumnya mungkin terlewatkan, sehingga tingkat kepatuhan dan penerimaan pajak pun meningkat dengan pesat.

Tak hanya itu, kualitas data perpajakan juga mengalami perbaikan yang mencolok. Administrasi dan proses audit pajak menjadi lebih efisien dan akurat berkat data yang lebih terpercaya dan lengkap. Tidak ada lagi celah bagi penghindaran pajak karena segala informasi menjadi lebih transparan dan mudah diakses.

Penerapan AEoI juga membawa dampak positif dalam kerjasama dan koordinasi dengan negara-negara mitra. Pertukaran informasi dan bantuan perpajakan menjadi lebih lancar, sehingga otoritas pajak Indonesia meningkatkan kapasitas dan kompetensi dalam menangani masalah perpajakan yang semakin kompleks.

Sebuah hasil yang luar biasa adalah kemampuan untuk mendapatkan informasi terkini mengenai aktivitas ekonomi digital perusahaan multinasional di Indonesia. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk mengambil keputusan yang tepat dalam menentukan hak perpajakan dan laba yang adil, sesuai dengan prinsip dua pilar yang diperkenalkan oleh OECD/G20.

Dengan penerapan AEoI yang efektif, Indonesia berhasil mengubah paradigma perpajakan negara. Transparansi, kepatuhan, dan efisiensi menjadi pilar utama dalam mengelola sistem perpajakan yang lebih adil dan berdaya saing, mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Semua pencapaian ini tak lepas dari kesungguhan dan kerjasama berbagai pihak, dan kini Indonesia menjadi teladan dalam pengelolaan perpajakan secara modern dan bertanggung jawab.

Singkatnya, Indonesia harus segera memanfaatkan AEoI sebagai salah satu instrumen penting dalam menghadapi tantangan ekonomi digital dan mengikuti perkembangan aturan pajak internasional yang sedang berlangsung. Dengan demikian, Indonesia dapat memastikan bahwa perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia membayar pajak yang adil dan proporsional sesuai dengan kontribusi mereka terhadap perekonomian nasional.

Share This Article