jfid – Surabaya dan Gaza mungkin terpisah oleh jarak dan waktu, tetapi keduanya memiliki kesamaan dalam sejarah perjuangan mereka melawan penjajah.
Kedua kota ini pernah mengalami pertempuran sengit yang menelan banyak korban jiwa, tetapi juga menginspirasi rakyat dan dunia untuk mendukung kemerdekaan mereka.
Surabaya, 1945: Perlawanan Heroik Melawan Sekutu
Surabaya adalah salah satu kota terbesar di Indonesia yang menjadi pusat perlawanan terhadap penjajahan Belanda dan Jepang.
Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dari Jepang yang menyerah kepada Sekutu dalam Perang Dunia II.
Namun, Sekutu tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan berencana mengembalikan Belanda sebagai penguasa kolonial.
Pada 25 Oktober 1945, pasukan Sekutu yang terdiri dari tentara Inggris dan India mendarat di Surabaya dengan dalih melucuti senjata tentara Jepang.
Namun, mereka juga membawa tentara Belanda dan NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang ingin menguasai kembali Indonesia. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat Surabaya yang sudah bersiap-siap untuk mempertahankan kemerdekaan mereka.
Pertempuran pecah pada 30 Oktober 1945, ketika komandan pasukan Sekutu, Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tewas dalam baku tembak dengan pejuang Indonesia. Sekutu marah dan melancarkan serangan balasan pada 10 November 1945 dengan bantuan pesawat tempur.
Pasukan Sekutu berhasil menduduki sebagian besar kota dalam tiga hari, tetapi pasukan Republik yang minim senjata melawan selama tiga minggu. Ribuan orang tewas dalam pertempuran ini, baik dari pihak Indonesia maupun Sekutu.
Pertempuran Surabaya menjadi tonggak kemerdekaan Indonesia yang menunjukkan kepada dunia bahwa rakyat Indonesia tidak akan menyerah kepada penjajah. Presiden Soekarno mengeluarkan pidato berapi-api yang menggugah semangat juang rakyat Surabaya. Ia mengatakan:
“Saudara-saudara rakyat Surabaya.
Bersiaplah! Keadaan genting.
Tetapi saya peringatkan sekali lagi.
Jangan mulai menembak.
Baru kalau kita ditembak.
Maka kita akan ganti menyerang mereka itu.
Kita tunjukkan bahwa kita itu adalah orang yang benar-benar ingin merdeka.
Dan untuk kita saudara-saudara.
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap.
Merdeka atau mati.
Dan kita yakin, Saudara-saudara.
Akhirnya, pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita.
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah Saudara-saudara!
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!”
10 November diperingati setiap tahun sebagai Hari Pahlawan di Indonesia. Surabaya mendapat julukan sebagai Kota Pahlawan yang melahirkan banyak tokoh perjuangan, seperti Bung Tomo, Sutomo, Moestopo, dan lain-lain.
Gaza, 2008-2009: Terkepung dan Melawan
Gaza adalah sebuah kota padat di Jalur Gaza, sebuah wilayah yang dikuasai oleh Palestina di tepi Laut Tengah. Gaza memiliki sejarah panjang sebagai tanah yang diperebutkan oleh berbagai kekuatan, termasuk Mesir, Romawi, Utsmaniyah, Inggris, dan Israel. Gaza juga menjadi tempat tinggal bagi banyak pengungsi Palestina yang diusir oleh Israel sejak tahun 1948, 1967, dan seterusnya.
Pada 27 Desember 2008, Israel melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap Gaza yang disebut Operasi Cast Lead. Serangan ini bertujuan untuk menghentikan roket-roket yang ditembakkan oleh Hamas, sebuah gerakan perlawanan Palestina yang menguasai Gaza sejak tahun 2007.
Israel mengebom berbagai sasaran di Gaza, termasuk markas Hamas, kantor pemerintahan, stasiun polisi, sekolah, rumah sakit, dan masjid. Pesawat-pesawat Israel menggunakan bom-bom canggih, termasuk bom fosfor putih yang dilarang oleh hukum internasional.
Serangan Israel berlangsung selama tiga minggu dan menewaskan sekitar 1.400 orang Palestina, sebagian besar adalah warga sipil. Lebih dari 5.000 orang luka-luka dan ratusan ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Gaza mengalami krisis kemanusiaan dan kerusakan infrastruktur yang parah. Israel juga mengalami korban jiwa, tetapi jauh lebih sedikit, yaitu 13 orang, sebagian besar karena tembakan sesama sendiri.
Serangan Israel terhadap Gaza menimbulkan kemarahan dan protes dari seluruh dunia. Banyak negara, organisasi, dan tokoh yang mengutuk Israel sebagai pelaku kejahatan perang dan pelanggar hak asasi manusia.
Demonstrasi dan aksi solidaritas untuk Gaza digelar di berbagai kota, termasuk Jakarta. Bantuan kemanusiaan juga dikirimkan ke Gaza, meskipun menghadapi banyak hambatan dari blokade Israel.
Serangan Israel terhadap Gaza menjadi bukti bahwa Palestina masih berjuang untuk kemerdekaan dan keadilan. Hamas dan kelompok-kelompok perlawanan lainnya tidak mau menyerah kepada Israel yang ingin menghapuskan eksistensi mereka. Mereka mengatakan:
“Kami adalah orang-orang yang mencintai kematian seperti mereka mencintai kehidupan. Kami adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah. Kami akan mempertahankan tanah kami, darah kami, martabat kami, dan tempat-tempat suci kami dengan jiwa dan raga kami. Kami tidak akan menyerah atau berkompromi. Kami akan terus melawan sampai kemenangan atau syahid.”
Gaza mendapat julukan sebagai Kota Terkepung yang tetap tegar menghadapi penindasan Israel. Gaza juga melahirkan banyak tokoh perjuangan, seperti Ismail Haniyeh, Khaled Mashal, Nizar Rayan, dan lain-lain.
Surabaya dan Gaza, Hatinya Terbuat dari Apa?
Surabaya dan Gaza adalah dua kota yang memiliki semangat perjuangan yang tinggi. Mereka tidak takut menghadapi penjajah yang lebih kuat dan lebih bersenjata. Mereka rela berkorban demi kemerdekaan dan kehormatan mereka. Mereka juga mendapat simpati dan dukungan dari rakyat dan dunia.
Surabaya dan Gaza adalah dua kota yang menginspirasi kita untuk tidak menyerah kepada penjajah. Mereka mengajarkan kita bahwa kemerdekaan adalah hak yang harus diperjuangkan dengan segala cara. Mereka juga mengingatkan kita bahwa Allah selalu berada di pihak yang benar.
Surabaya dan Gaza adalah dua kota yang berjuang melawan penjajah. Mereka adalah kota pahlawan dan kota terkepung. Mereka adalah kota yang pantas kita hormati dan kita doakan.