jfid – Pendidikan tinggi di Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan berliku. Sejak zaman kolonial, pemerintah Hindia Belanda memberlakukan Politik Etis, yang salah satu programnya adalah pendidikan.
Program ini mendorong timbulnya sekolah-sekolah yang semula hanya sekolah dasar untuk belajar membaca, menulis, dan menghitung, kemudian diperluas pada sekolah menengah dan perguruan tinggi. Perguruan tinggi ini kemudian menjadi cikal bakal berkembangnya universitas dan fakultas di berbagai kota di Indonesia.
Pendidikan tinggi dianggap penting bagi masyarakat Indonesia karena diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mengembangkan budaya dan nilai-nilai bangsa. Gelar sarjana menjadi salah satu simbol prestasi akademik yang diidam-idamkan oleh banyak orang. Namun, tahukah Anda siapa orang pertama yang berhasil meraih gelar sarjana di Indonesia?
Sosok Peraih Gelar Sarjana Pertama di Indonesia
Orang pertama yang berhasil meraih gelar sarjana di Indonesia adalah Drs. Raden Mas Panji Sosrokartono. Ia adalah kakak kandung dari R.A. Kartini, tokoh emansipasi wanita Indonesia. Ia lahir di Mayong, Jepara, pada 10 April 1877 dari pasangan R.M. Ario Sosrodiningrat, seorang bupati Jepara, dan Nyai Ajeng Ngasirah, seorang guru agama.
Sosrokartono menempuh pendidikan dasar dan menengah di Jepara dan Semarang. Pada tahun 1898, ia melanjutkan pendidikannya ke Belanda, di Sekolah Teknik Tinggi di Delft. Namun, karena merasa tidak cocok, ia pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur di Universitas Leiden.
Di Universitas Leiden, Sosrokartono menunjukkan bakat dan kecerdasannya yang luar biasa. Ia menguasai 37 bahasa, termasuk 17 bahasa Eropa, 9 bahasa Timur, dan 11 bahasa daerah. Ia juga mengkaji berbagai bidang ilmu, seperti filsafat, agama, sejarah, sastra, hukum, kedokteran, dan kebatinan. Pada tahun 1908, ia berhasil lulus dengan gelar Doktorandus in de Oostersche Talen (Drs.) dengan predikat summa cum laude. Gelar ini setara dengan gelar sarjana saat ini.
Kontribusi Sosrokartono bagi Indonesia
Setelah lulus kuliah, Sosrokartono tidak langsung pulang ke tanah air. Ia memilih untuk bekerja sebagai wartawan perang untuk harian New York Herald Tribune di Wina, Austria. Ia juga menjadi penerjemah di Kedutaan Besar Prancis di Den Haag dan Liga Bangsa-Bangsa di Jenewa. Ia sempat terlibat dalam perundingan perdamaian rahasia antara pihak yang bertikai dalam Perang Dunia I.
Pada tahun 1927, Sosrokartono kembali ke Indonesia dengan rasa nasionalisme yang tinggi. Ia menolak berbagai tawaran dari pemerintah Belanda dan memilih untuk menjadi guru di Sekolah Tinggi Kedokteran (STK) di Jakarta. Ia juga bergabung dengan Ki Hajar Dewantara untuk mengurus Sekolah Menengah Nasional (SMN) di Bandung. Ia aktif mengajar bahasa-bahasa asing dan memberikan ceramah tentang berbagai topik ilmiah dan spiritual.
Sosrokartono juga memberikan inspirasi kepada adiknya, R.A. Kartini, untuk menjadi tokoh emansipasi wanita. Ia sering mengirimkan surat-surat yang berisi nasihat dan motivasi kepada Kartini. Ia juga memberikan buku-buku bacaan yang membuka wawasan Kartini tentang dunia luar. Ia mendukung cita-cita Kartini untuk mendirikan sekolah untuk wanita pribumi.
Sosrokartono meninggal pada tanggal 8 Februari 1952 di Bandung. Ia meninggalkan warisan yang berharga bagi masyarakat Indonesia, yaitu semangat belajar, berpikir, dan berjuang untuk kemajuan bangsa. Ia juga menjadi contoh bagi generasi muda Indonesia untuk mengembangkan potensi diri dan menguasai berbagai bidang ilmu.
Kesimpulan
Drs. Raden Mas Panji Sosrokartono adalah sarjana pertama di Indonesia yang lulus dari Universitas Leiden Belanda dengan predikat summa cum laude. Ia adalah seorang poliglot yang menguasai 37 bahasa dan seorang intelektual yang mengkaji berbagai bidang ilmu. Ia juga adalah seorang wartawan perang, penerjemah, guru, dan ahli kebatinan yang memberikan kontribusi bagi Indonesia.
Ia memberikan inspirasi kepada adiknya, R.A. Kartini, untuk menjadi tokoh emansipasi wanita. Ia juga meninggalkan warisan yang berharga bagi masyarakat Indonesia, yaitu semangat belajar, berpikir, dan berjuang untuk kemajuan bangsa. Perolehan gelar sarjana pertama oleh Sosrokartono memiliki makna yang penting bagi Indonesia.
Ia menunjukkan bahwa orang Indonesia mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam bidang akademik. Ia juga menunjukkan bahwa orang Indonesia memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta budaya dan nilai-nilai bangsa. Ia menjadi simbol dari kebangkitan intelektual bagi masyarakat Indonesia.