Misteri Pembunuhan Kaisar Romawi yang Paling Otoriter oleh Istri dan Pengawalnya

Noer Huda By Noer Huda - Content Creator
6 Min Read
- Advertisement -

jfid – Pada tahun 96 Masehi, Kekaisaran Romawi mengalami guncangan sejarah yang mengubah jalan peristiwa seiring dengan pembunuhan Kaisar Domitianus dan pengangkatan Nerva sebagai penggantinya. Peristiwa ini tidak hanya menandai akhir masa pemerintahan otoriter, paranoid, dan kejam Domitianus, tetapi juga memulai era baru dalam sejarah Romawi. Artikel ini akan mengulas peristiwa ini secara detail, termasuk latar belakang, pelaku, motif, tindakan, dan dampaknya yang signifikan.

Latar Belakang Pemerintahan Domitianus

Kaisar Domitianus, yang merupakan putra bungsu dari Kaisar Vespasianus, memerintah Romawi selama 15 tahun. Masa pemerintahannya dapat dibagi menjadi dua periode yang kontras. Periode pertama, dari tahun 81 hingga 89 M, ditandai dengan stabilitas dan kemajuan ekonomi. Domitianus berhasil merevaluasi mata uang Romawi, memperkuat perbatasan negara dengan pembangunan tembok di wilayah Jermania, dan merestorasi banyak bangunan penting di Roma. Selain itu, dia melancarkan kampanye militer sukses melawan Dacia.

Namun, periode kedua pemerintahan Domitianus, dari tahun 89 hingga 96 M, disoroti oleh sifat otoriter, narsisistik, dan paranoidnya yang semakin menjadi-jadi. Dia menganggap dirinya sebagai dewa dan meminta gelar “Dominus et Deus” (Penguasa dan Tuhan). Perlakuan kasar terhadap senator, pejabat istana, filsuf, dan pemimpin agama menjadi hal biasa. Bahkan, beberapa anggota keluarganya sendiri, seperti Flavius Clemens dan Flavius Sabinus, menjadi korban eksekusi.

Plot untuk Membunuh Domitianus

Awal tahun 96 M menyaksikan peristiwa yang menciptakan dasar bagi pembunuhan Kaisar Domitianus. Seorang senator bernama Lucius Antonius Saturninus memberontak di Jermania Superior. Walaupun pemberontakan ini berhasil dipadamkan oleh Jenderal Trajanus, namun ini membuat Domitianus makin curiga terhadap setiap orang di sekelilingnya. Dia meningkatkan pengawasan dan penganiayaan terhadap mereka yang dicurigai sebagai pengkhianat.

Ad image

Salah satu yang merasa terbebani oleh kebijakan-kebijakan kejam Domitianus adalah istrinya, Domitia Longina. Meskipun mereka telah menikah sejak tahun 70 M, hubungan mereka jauh dari harmonis. Domitianus bahkan pernah menceraikan Domitia karena tuduhan perselingkuhan dengan seorang aktor, sebelum akhirnya mereka bersatu kembali. Selain itu, ketidaksuburan Domitia dalam memberikan keturunan memperburuk hubungan mereka.

Domitia memutuskan untuk bersekongkol dengan dua prefek Praetoria, yakni Norbanus dan Petronius Secundus, untuk merencanakan pembunuhan suaminya. Para prefek Praetoria, sebagai komandan pasukan pengawal kaisar, memiliki akses langsung ke istana. Mereka merekrut beberapa orang lain untuk membantu eksekusi rencana ini, termasuk Parthenius, seorang pejabat istana, Sigerius, seorang sekretaris, dan Stephanus, seorang mantan budak.

Pembunuhan ini dijalankan pada tanggal 18 September 96 M. Stephanus menyelinap ke kamar kaisar dengan pura-pura luka di lengan kanannya yang kemudian dia balut dengan perban. Di balik perban itu, dia menyembunyikan sebilah pisau tajam. Stephanus mengajukan permintaan untuk bertemu dengan Domitianus di kamarnya. Ketika masuk, dia memberikan gulungan kertas yang berisi daftar nama-nama pengkhianat yang dilaporkan kepada kaisar. Namun, begitu Domitianus membuka gulungan tersebut, Stephanus melancarkan serangan dengan menusuk kaisar berulang kali hingga akhirnya menghentikan nyawanya.

Pengangkatan Nerva sebagai Kaisar Baru

Usai pembunuhan Domitianus, para pembunuhnya menyampaikan pesan kepada rakyat Romawi bahwa mereka telah membebaskan mereka dari kekuasaan seorang tiran yang zalim. Mereka juga mengumumkan pengangkatan Nerva, seorang senator yang tua dan dihormati, sebagai pengganti Domitianus. Nerva adalah salah satu dari sedikit senator yang selamat dari kekejaman Domitianus dan dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan moderat. Walau awalnya enggan menerima jabatan kaisar, Nerva menyadari pentingnya mengakhiri kekuasaan otoriter dan memulihkan stabilitas Romawi.

Nerva dengan cepat mengambil langkah-langkah untuk meredakan ketegangan yang ada. Dia memberi amnesti kepada pengikut-pengikut Domitianus, memulihkan hak-hak mereka, dan menggagas reformasi administratif. Salah satu keputusan yang paling penting adalah pengangkatan Trajanus, seorang jenderal muda dan populer, sebagai putra angkat dan ahli warisnya. Hal ini memastikan kelanjutan dinasti yang baru dan menghindari konflik yang bisa timbul akibat kurangnya dukungan militer Nerva.

Dampak Pembunuhan Domitianus

Pembunuhan Kaisar Domitianus pada tahun 96 M tidak hanya mengakhiri masa pemerintahan otoriternya, tetapi juga mengawali periode yang penting dalam sejarah Romawi, yaitu Pax Romana atau Perdamaian Romawi. Lima kaisar yang muncul setelahnya, yaitu Nerva, Trajanus, Hadrianus, Antoninus Pius, dan Marcus Aurelius, dikenal sebagai Lima Kaisar Baik, yang memerintah Romawi dengan bijaksana dan adil. Ini adalah masa stabilitas politik, kemakmuran ekonomi, toleransi agama, dan ekspansi wilayah Romawi.

Peristiwa ini menunjukkan bahwa kekuasaan absolut bisa menyebabkan penyalahgunaan dan perlawanan dari rakyat. Selain itu, pergantian kekuasaan bisa membawa perubahan positif atau negatif bagi suatu negara. Sejarah Romawi mengajarkan kita tentang cara mengatasi masalah politik, ketidaksetaraan sosial, ketegangan agama, dan ancaman luar dengan bijak dan adil.

Sejarah pembunuhan Kaisar Domitianus dan pengangkatan Nerva adalah pelajaran yang berharga dalam pemahaman tentang dinamika politik dan kekuasaan dalam konteks peradaban kuno. Kesimpulannya, peristiwa ini tidak hanya mengubah arah sejarah Romawi, tetapi juga memberikan wawasan berharga tentang pentingnya pemerintahan yang bijaksana dan responsif terhadap kebutuhan rakyatnya.

- Advertisement -
Share This Article