Mengingat Fase Revolusi Prancis, Afklarung dari Kelompok Terpelajar

Syahril Abdillah
9 Min Read
Ilustrasi (foto/Wikipedia.org)

jfid– Sampai abad ke 20, Revolusi Prancis diakui mendorong gerakan kebebasan sedunia. Revolusi ini dianggap menjadi fondasi dan ide fundalisme bagi tercapainya keadilan dan kebebasan.

“Selogan yang digaungkan melalui tiga kata,: liberte (kebebasan), egalite (persamaan) et freternite (persaudaraan),” kata Lukman Santoso AZ, hlm. 12, dalam bukunya ‘Para Martir Revolusi Dunia’.

Alexsis dan Tocqueville menyebut revolusi Prancis sebagai revolusi paling monomental. Revolusi Prancis juga disebut peristiwa paling mutakhir. Karena, kata Lukman, Afklarung (ide pencerahan) merupakan gagasan yang hendak dicapai bangsa Prancis kala itu.

Revolusi Prancis

Revolusi Prancis diperkirakan terjadi pada dekade tahun 1789 dan 1999. Pada abad ke 20- an revolusi itu diakui menjadi pecutan sekaligus pendongkrak semangat lahirnya revolusi disejumlah negara, berjuang melawan penindasan dan kedikdayaan.

“Puncak revolusi prancis yakni penyerbuan ke penjara bastille yang menjadi simbol absolutisme negara, sekaligus mengharu biru di wilayah franka,” sebut Lukman.

Sejumlah negara mulai bangkit. Tak heran, perlawanan atas penguasa yang sewena- wena kala itu mulai disuarakan. Bahkan tak sedikit negara- negara yang mengalami revolusi, antara lain Batavia (1794), Swiss (1798) Tiongkok (1949), Spanyol (1820), Rusia (1905), dan Kuba (1965).

Albert Camus menamakan Revolusi Prancis sebagai revolusi modern. Kata Albert, revolusi ini sebenarnya telah berakhir pada 1804.

“Pasalnya, revolusi modern selalu berakhir dengan penguatan kekuasaan negara,” terangnya dilansir dari id.wikipedia.org.

Percikan Awal Mula Revolusi Prancis

“Monarki Absolut” yang diletakkan oleh Niccolo Machiavelli dalam bukunya “II Principe” pada abad ke 17 kemudian ditenggarai mempengaruhi raja- raja eropa untuk membentuk kekuasaan yang mutlak.

Kata Lukman Santoso, dalam buku itu menjelaskan bahwa kekuasaan raja tidak terbatas terhadap segala sesuatu yang mencakup negara, harta, dan rakyat, yang ada di wilayah kekuasaannya.

“Absolutisme ini menjadi pemantik munculnya benih- benih revolusi di kemudian hari,” ujarnya.

Selogan “I’etat est moi” menjadi terending bagi kalangan raja di Prancis. Sebut saja Raja Louis XIV. Kala itu, kedaulatan Prancis memang ada di tangan raja. Apalagi, kalangan keluarga dan kerabatnya hidup dengan penuh kemewahan.

Jean Francois Arouet Voltaire disebut mengeritik tajam fenomena itu. Kala itu, Ia dalam pengasingan ke Inggris. Tak hanya dia, tokoh lain yang juga melontarkan kritikan tajamnya adalah Baron de la brede et de Montesquieu, Jean jasques Rousseau, Abbe Mably, dan Condorcet.

“Kaum bangsawan yang sewena- wena membuat rakyat menderita hingga melahirkan pemikiran- pemikiran yang mempunyai gagasan- gagasan menentang absolutisme,” jelasnya.

Afklarung dalam Revolusi Prancis

Afklarung (Ide pencerahan) dari kaum terpelajar menjadi salah satu faktor meletusnya revolusi Prancis. Revolusi itu muncul tidak lain akibat rezim yang terlalu kaku dalam menghadapi dunia yang berubah.

“Penyebab lainnya adalah karena ambisi yang berkembang dan dipengaruhi oleh ide gagasan (afkalarung) dari kaum terpelajar, buruh, petani, dan individu dari semua kelas yang merasa disakiti.

Sementara revolusi berlangsung dan kekuasaan beralih monarki ke badan legislatif, kepentingan- kepentingan yang berbenturan dari kelompok- kelompok yang semula bersekutu ini berubah menjadi sumber konflik dan pertumpahan darah,” terang Jhon Stone .& Stephen Menne ditukil dari buku tentang Revolusi, Demokrasi, dan Masyarakat (2005).

jhon Loke (1632- 1704) menganjurkan dibentuk sebuah konstitusi dengan menjadikan hak asasi manusia (HAM) sebagai prioritas. Pemikiran ini, Kata Lukman, kemudian menjadi inspirasi sekaligus landasan konstitusi kemerdekaan Amerika Serikat (AS).

Sementara itu, Montesquieu (1689- 1775) melalui bukunya L’Esprit de lois (the spirits of law) menyerukan bahwa negara ideal adalah negara yang menjalankan pemisahan kekuasaan yang dikenal dengan trias politica.

Selanjutnya, Jean Jaques Rousseau (1712-1778) mengemukakan teori du contract social (perjanjian masyarakat). “Berdasarkan teori tersebut, manusia memiliki kesamaan derajat dan kemerdekaan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Sehingga memerlukan perjanjian masyarakat,” papar lukman.

Pramoedya Ananta Toer (1966) menyebut revolusi prancis secara universitalitas dalam rangka mengembalikan harkat dan martabat manusia (memanusiakan manusia).

“Revolusi prancis, mendudukkan harga manusia pada tempatnya yang tepat. Dengan hanya memandang manusia pada satu sisi, sisi penderitaan semata, orang akan kehilangan sisinya yang lain,” tegasnya.

Puncak Revolusi Prancis

Pada Selasa 14 Juli 1789, halaman depan penjara bastlille berkumpulan ratusan manusia.. Dalam bukunya, Lukman memperkirakan sekitar ada sembilan ratusan. Tujuan mereka adalah merampas amunisi, kemudian menunutut agar meriam meriam diserahkan ke milisi Paris.

“Penjara bestille saat itu dijaga 82 invalides. Laskar tersebut diperkuat pula 32 pasukan dari resimen Swiss Salis- Sanade. Pengawal yang yang minim jelas membuat panik Gubernur Bernard- Rene de Launey yang juga merangkap sebagai kepala penjara. Apalagi dalam penjara hanya tersedia makanan dan air untuk dua hari,” kata Linda Pickwell, hlm 18 dalam Prancis, mengenal ragam budaya dan geografi (Solo, 2007).

Pukul 10 pagi, 2 orang diutus menemui De Launey. Namun, pertemuan tidak membuahkan hasil. Massa pun mulai beringas, hingga terdengar pekik lantang, “Serbu Bestille”!!!!!!! Situasi mencekan itu menggugah De Launey untuk meledakkan 250 tog mesiu.

“Bequard, seorang prajurit membujuk supaya mengurungkan niat De Launey. Sebab tidak sedikit warga yang akan terpanggang hidup- hidup.

Pukul 15. 30 waktu setempat, tentara sipil dan barisan rakyat memperkuat sembilan ratus masyarakat paris. Bastille akhirnya diserang. Pertempuran yang menamatkan riwayat Bastille menelan korban 83 tentara rakyat, 15 mati akibat luka serius, sementara invalides yang tewas hanya 1 orang,” papar Linda.

Nasib De Launey Kata Lukman, tergeletak sangat mengerikan ditengah hiruk- pikuk revolusi. Lehernya, lanjutnya, dipotong dengan pisau lipat oleh Desnot.

Pada Januari 1793, Pukul 10.20, Raja Louis XVI yang berwatak lemah sekaligus pandir disembelih dengan pisau buatan Dr. Joseph- Ignace Guilotine.

“Kepalanya yang terpisah dengan badan dipertontonkan kepada khalayak,” pungkas Lukman. Ia pun mengakhiri pembahasan Fase Revolusi Prancis menyebut Kalimat “Vive La Republique” (Hidup republik).

Pengaruh Revolusi Prancis Terhadap Indonesia

Revolusi Prancis juga disebut membawa pengaruh besar terhadap sentero nusantara. Pada Abad ke 20, lahirlah Hari Kebangkitan Nasional (HKN). Hal itu ditandai dengan lahirnya Perkumpulan organisasi kaum terpelajar yang dikenal dengan ‘Buedi Utomo’ Pada 1908.

1928 menjadi sejarah sakral bagi kaum terpelajar. Pastinya, pernyataan sikap sehingga lahirnya sumpah pemuda menjadi pemicu semangat meraih kemerdekaan. Hingga pada akhirnya, 1945 kemerdekan mampu diraih. Lagi- lagi, momen kemeredekaan ini tidak lepas dari golongan terpelajar, bahkan para pejuangnya lahir dari para intlektual sarungan atau dikenal dengan santri.

Seiring waktu, 1998 menjadi pintu gerbang bagi bangsa indonesia. Kala itu, mahasiswa turun jalan dan mengklaim berhasil mengantarkan Indonesia kearah reformasi. Sisi lain, Presiden Soeharto tumbang dari kursi presiden meski 32 tahun lamanya berkuasa.

Sebagai pamungkas, Revolusi Prancis pada dasarnya upaya rakyat, dimana penguasa diminta untuk mampu menjadi pelindung bagi rakyatnya, bukan lantas menindas.

Begitu pula rentetan sejarah awal gerakan bangsa indonesia, 1908 hingga 1945. Perjuangan meraih kemerdekaan dalam rangka berdaulat dan membebaskan diri dari penindasan para penjajah (kolonialisme).

Reformasi pada 1998 menjadi warning dari mahasiswa agar penguasa (pemerintah) selalu hadir untuk kepentingan rakyat sesuai tujuan kemerdekaan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945.

Pemerintah harus lebih hadir untuk mewujudkan kehidupan masyarakat indonesia yang adil dan makmur, serta amanat kemerdekaan menjadi bukti bahwa merdeka bukan hanya diperingati, melainkan tertanam dalam kehiduapan kita sehari hari.

Penulis : Syahril Abdillah, (Pemuda Pagunungan)

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article