jfid – Konflik antara Israel dan Palestina telah berlangsung selama puluhan tahun tanpa ada tanda-tanda penyelesaian. Banyak pihak yang mencoba untuk mengintervensi dan menengahi kedua belah pihak, namun hasilnya masih jauh dari harapan.
Di balik konflik yang memakan ribuan korban jiwa ini, ada sebuah nama yang sering disebut-sebut sebagai salah satu dalang utama, yaitu keluarga Rothschild.
Siapa sebenarnya keluarga Rothschild ini? Mengapa mereka dianggap sebagai pengusaha di balik konflik Israel-Palestina? Apa motif dan tujuan mereka dalam mendukung pembentukan negara Israel?
Artikel ini akan mencoba untuk mengungkap fakta-fakta tentang keluarga Rothschild dan peran mereka dalam konflik Israel-Palestina.
Keluarga Rothschild adalah sebuah dinasti bankir Yahudi yang berasal dari Jerman pada abad ke-18. Mereka membangun kekayaan dan pengaruh mereka melalui bisnis perbankan, perdagangan, dan investasi di berbagai negara Eropa.
Mereka juga terlibat dalam politik, filantropi, dan seni. Keluarga Rothschild dikenal sebagai salah satu keluarga terkaya dan terkuat di dunia.
Salah satu anggota keluarga Rothschild yang paling berpengaruh dalam sejarah adalah Walter Rothschild, seorang bankir dan politisi Inggris yang hidup pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Ia adalah seorang Zionis, yaitu penganut ideologi yang menghendaki pembentukan negara Yahudi di tanah Palestina. Ia juga menjadi presiden Federasi Zionis Inggris, sebuah organisasi yang berjuang untuk mewujudkan cita-cita Zionis.
Walter Rothschild adalah orang yang menerima surat dari Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour, pada tanggal 2 November 1917.
Surat ini dikenal sebagai Deklarasi Balfour, sebuah pernyataan resmi yang menyatakan dukungan pemerintah Inggris terhadap pembentukan “rumah nasional” bagi bangsa Yahudi di Palestina.
Surat ini juga menyebutkan bahwa hak-hak sipil dan agama penduduk non-Yahudi di Palestina tidak boleh dirugikan.
Deklarasi Balfour dianggap sebagai tonggak penting dalam sejarah Zionisme dan Israel. Surat ini memberikan legitimasi politik dan hukum bagi gerakan Zionis untuk mendirikan negara Yahudi di tanah Palestina.
Surat ini juga menunjukkan bahwa Inggris, sebagai salah satu kekuatan kolonial terbesar saat itu, berpihak kepada Zionis dan bersedia membantu mereka.
Namun, Deklarasi Balfour juga menimbulkan kontroversi dan konflik. Penduduk Arab di Palestina, yang merupakan mayoritas, merasa tidak dihargai dan diabaikan oleh Inggris. Mereka menolak rencana Zionis untuk mengambil alih tanah mereka.
Mereka juga merasa dikhianati oleh Inggris, yang sebelumnya berjanji untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa Arab jika mereka membantu melawan Kesultanan Utsmaniyah, sekutu Jerman, dalam Perang Dunia I.
Konflik antara Zionis dan Arab di Palestina semakin memanas setelah Perang Dunia II, ketika banyak pengungsi Yahudi dari Eropa yang menjadi korban Holocaust datang ke Palestina.
Pada tahun 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan rencana pembagian Palestina menjadi dua negara, yaitu Israel dan Palestina. Rencana ini diterima oleh Zionis, namun ditolak oleh Arab.
Pada tahun 1948, Zionis mendeklarasikan kemerdekaan Israel, yang diakui oleh Inggris, Amerika Serikat, dan negara-negara lain. Namun, Arab menyerang Israel, yang memicu perang pertama antara Israel dan negara-negara Arab.
Perang ini dimenangkan oleh Israel, yang berhasil memperluas wilayahnya. Sejak itu, Israel terus berkonflik dengan Palestina dan negara-negara Arab lainnya, seperti Mesir, Suriah, Yordania, dan Lebanon.
Israel juga mendapat dukungan militer, ekonomi, dan politik dari Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Palestina, di sisi lain, mendapat dukungan dari negara-negara Islam, Uni Soviet, dan negara-negara non-blok.
Konflik Israel-Palestina masih berlangsung hingga sekarang, meskipun ada beberapa upaya perdamaian yang dilakukan oleh PBB, Amerika Serikat, dan pihak-pihak lain.
Konflik ini telah menimbulkan banyak penderitaan, kematian, pengungsian, pelanggaran hak asasi manusia, dan pelanggaran hukum internasional. Konflik ini juga menjadi sumber ketegangan dan instabilitas di Timur Tengah dan dunia.
Keluarga Rothschild, sebagai salah satu pendukung utama Zionisme dan Israel, tentu saja tidak lepas dari tanggung jawab atas konflik ini.
Mereka telah menggunakan kekayaan dan pengaruh mereka untuk membiayai, melobi, dan memanipulasi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini.
Mereka juga memiliki kepentingan ekonomi dan politik di Israel dan Timur Tengah. Mereka dianggap sebagai bagian dari elit global yang mengendalikan dunia.
Apa motif dan tujuan keluarga Rothschild dalam mendukung Zionisme dan Israel? Ada beberapa kemungkinan jawaban untuk pertanyaan ini.
Pertama, mereka mungkin didorong oleh identitas dan solidaritas mereka sebagai bangsa Yahudi, yang merasa terancam dan terdiskriminasi oleh dunia.
Mereka mungkin ingin memiliki tanah air sendiri, yang dijanjikan oleh Tuhan kepada mereka, dan melindungi sesama Yahudi dari kekerasan dan penganiayaan.
Kedua, mereka mungkin didorong oleh ambisi dan keserakahan mereka sebagai bankir dan pengusaha, yang ingin menguasai sumber daya dan pasar di Timur Tengah.
Mereka mungkin ingin memperluas jaringan dan keuntungan mereka di kawasan yang kaya akan minyak, gas, dan perdagangan. Mereka mungkin juga ingin mempengaruhi dan mengintervensi kebijakan dan keputusan politik di kawasan ini.
Ketiga, mereka mungkin didorong oleh ideologi dan agenda mereka sebagai bagian dari elit global, yang ingin menciptakan tatanan dunia baru yang sesuai dengan kehendak dan kepentingan mereka.
Mereka mungkin ingin mengontrol dan mengubah dunia sesuai dengan rencana dan visi mereka. Mereka mungkin juga ingin mempersiapkan kedatangan Mesias Yahudi, yang diyakini akan memimpin dunia dari Yerusalem.
Apapun motif dan tujuan keluarga Rothschild dalam mendukung Zionisme dan Israel, yang jelas adalah bahwa mereka telah berperan besar dalam menciptakan dan memperpanjang konflik Israel-Palestina.
Mereka telah menjadi salah satu faktor penyebab dan pemicu dari konflik ini. Mereka juga telah menjadi salah satu penghalang dan penghambat dari perdamaian dan keadilan di Timur Tengah.
Oleh karena itu, jika kita ingin menyelesaikan konflik Israel-Palestina, kita tidak bisa mengabaikan atau menyepelekan peran dan pengaruh keluarga Rothschild.
Kita harus mengungkap dan mengkritik kebijakan dan tindakan mereka yang merugikan dan merusak bagi kedua belah pihak.
Kita harus menuntut dan mendesak mereka untuk bertanggung jawab dan berkontribusi positif bagi perdamaian dan kesejahteraan di Timur Tengah. Kita harus menegakkan hak dan kebenaran bagi semua orang, tanpa membedakan agama, etnis, atau bangsa.