Indonesia Tingkatkan Penelitian Fusi Nuklir dengan Dukungan IAEA dan ITER

ZAJ
By ZAJ
7 Min Read

jfid – Indonesia, bersama dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, semakin tertarik untuk mengembangkan teknologi fusi nuklir sebagai sumber energi bersih dan berkelanjutan.

Sebagai bagian dari upaya ini, lebih dari 80 mahasiswa dari berbagai negara ASEAN mengikuti Sekolah ASEAN tentang Plasma dan Fusi Nuklir dan SOKENDAI Winter School (ASPNF 2020) di Thailand pada bulan Januari lalu.

Sekolah ini diselenggarakan oleh Universitas SOKENDAI, Institut Teknologi Nuklir Thailand (TINT), dan Universitas Walailak, dengan dukungan dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan ITER, sebuah proyek internasional yang bertujuan untuk membangun reaktor fusi nuklir pertama di dunia.

Sekolah ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang penelitian fusi nuklir di negara-negara Asia Tenggara dan mempromosikan interaksi antara bakat-bakat muda dan peneliti terkemuka dari seluruh dunia.

“Tujuannya adalah untuk memperkenalkan fisika plasma dan teknologi fusi kepada mahasiswa dari Asia Tenggara. Ini adalah bidang yang sedang dikembangkan di negara-negara mereka,” kata Rémy Guirlet, Peneliti Senior di Institut Penelitian Fusi Komisi Energi Alternatif dan Atom Prancis (CEA), dan pengajar sejak awal sekolah ini.

“Program sekolah ini menggabungkan kuliah tradisional dan sesi tanya jawab dengan sesi praktik, di mana para siswa menerapkan pengetahuan baru mereka pada situasi ilustratif.

Selama sekolah yang berlangsung selama seminggu dari 27 hingga 31 Januari, para siswa mempelajari pemanasan plasma dan diagnostik, turbulensi plasma, transportasi energi dan partikel dalam perangkat tokamak, dan mendapatkan pembaruan tentang program penelitian fusi internasional dan domestik.

Selain itu, dua sesi khusus memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksperimen jarak jauh pada tokamak pendidikan Ceko GOLEM yang dapat dioperasikan sepenuhnya dari jarak jauh, menafsirkan hasil mereka, dan menyajikan temuan mereka kepada teman sebaya mereka.

“Senang sekali melihat begitu banyak siswa muda yang berdedikasi dan termotivasi yang ingin menjadi fisikawan dan insinyur berikutnya yang siap mengoperasikan perangkat fusi, dan ingin berkontribusi untuk menyelesaikan kebutuhan global akan energi yang mendesak,” kata pengajar Sekolah, Jean-Marie Noterdaeme, yang juga mantan Kepala Grup di Max Planck Institute for Plasma Physics dan mantan Kepala Grup Penelitian Fusi Nuklir di Universitas Ghent di Belgia.

Sekolah ini didirikan pada tahun 2015 dengan dukungan dari CEA, Institut Nasional Jepang untuk Ilmu Fusi, dan Institut Fisika Plasma Akademi Ilmu Pengetahuan Cina (ASIPP), sekolah ini dipimpin oleh sekelompok ahli internasional dan telah berhasil melatih lebih dari 300 mahasiswa sarjana dan pascasarjana dari negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Vietnam dalam pendidikan khusus tentang fisika plasma dan teknologi fusi nuklir.

Indonesia sendiri telah memiliki minat lama dalam penelitian fusi nuklir. Sejak tahun 1970-an, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah melakukan penelitian dasar tentang plasma menggunakan perangkat eksperimental seperti torus toroidal sederhana (STOR) dan torus toroidal kompak (CTR).

Pada tahun 2009, BATAN memulai pembangunan reaktor demonstrasi eksperimental (RDE), sebuah reaktor fusi nuklir skala kecil yang dirancang untuk menghasilkan listrik dan panas proses.

BATAN mengatakan pada Maret 2018 bahwa ia bertujuan untuk menyelesaikan desain teknik terperinci RDE pada akhir tahun itu, dan kemudian berencana untuk memanggil tawaran untuk membangun reaktor, baik untuk listrik dan panas proses, pada tahun 2019-2020.

Penelitian fusi nuklir di Indonesia juga mendapat dorongan dari perkembangan terbaru di bidang ini. Pada bulan Februari 2021, peneliti di eksperimen Joint European Torus (JET) di Inggris berhasil menghasilkan jumlah energi panas terbanyak selama periode lima detik, yaitu 59 megajoule, lebih dari dua kali lipat rekor sebelumnya 21,7 mj yang dicapai di sana pada tahun 1997.

Otoritas Energi Atom Inggris mengatakan hasil ini adalah “demonstrasi terjelas di seluruh dunia tentang potensi energi fusi untuk memberikan energi rendah karbon yang aman dan berkelanjutan”.

JET adalah fasilitas rumah bagi tokamak operasional terbesar dan paling kuat di dunia – sebuah perangkat berbentuk donat yang dianggap sebagai salah satu metode yang menjanjikan untuk melakukan fusi terkontrol.

Tujuan akhir adalah menghasilkan daya seperti matahari menghasilkan panas, dengan menekan atom hidrogen sehingga dekat satu sama lain sehingga mereka bergabung menjadi helium, yang melepaskan aliran energi.

Para ilmuwan berharap bahwa reaktor fusi suatu hari nanti dapat menyediakan sumber energi bebas emisi tanpa risiko apa pun dari tenaga nuklir konvensional.

Peneliti yang tidak terlibat dalam proyek tersebut percaya bahwa ini adalah hasil yang signifikan, tetapi masih sangat jauh dari mencapai tenaga fusi komersial.

Namun, mereka mengakui bahwa ini adalah langkah penting menuju pembangkitan listrik. “Ini adalah hasil yang sangat menarik,” kata Dr. Dwi Haryadi, peneliti senior di BATAN.

“Ini menunjukkan bahwa fusi nuklir bukanlah mimpi belaka, tetapi sesuatu yang dapat dicapai dengan kerja keras dan kerjasama internasional.

Dr. Haryadi menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk berkontribusi dalam penelitian fusi nuklir, karena memiliki sumber daya manusia yang berkualitas dan sumber daya alam yang melimpah.

“Kami memiliki banyak ilmuwan muda yang tertarik dengan bidang ini, dan kami juga memiliki cadangan litium yang besar, yang merupakan bahan bakar potensial untuk fusi nuklir,” katanya.

“Kami berharap bahwa dengan dukungan dari IAEA dan ITER, kami dapat meningkatkan kapasitas kami dalam penelitian fusi nuklir dan menjadi bagian dari solusi energi masa depan.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article