jfid – Film perburuan biasanya menampilkan aksi-aksi menegangkan antara manusia dan binatang liar, atau antara manusia dan manusia yang saling berburu.
Tapi, apa jadinya jika film perburuan malah jadi mimpi buruk bagi para penontonnya? Itulah yang terjadi pada film Beyond the Reach, yang tayang di Bioskop Trans TV malam ini.
Film ini bercerita tentang seorang pengusaha kaya raya bernama John Madec (Michael Douglas), yang gemar berburu binatang langka sebagai koleksinya.
Dia menyewa seorang pemandu lokal bernama Ben (Jeremy Irvine), untuk membawanya ke gurun Mojave, California, tempat tinggal domba gunung yang jarang ditemukan.
Namun, perburuan yang seharusnya menyenangkan itu berubah menjadi bencana, ketika Madec secara tidak sengaja menembak seorang pemburu ilegal yang sedang berkemah di gurun.
Madec, yang takut akan konsekuensi hukum, mencoba menutup-nutupi kejadian itu, dan bahkan menuduh Ben sebagai pelakunya.
Madec kemudian memaksa Ben untuk berjalan tanpa alas kaki di gurun yang panas dan kering, sambil mengejarnya dengan mobil mewahnya yang dilengkapi dengan senapan.
Madec berharap Ben akan mati karena dehidrasi, atau tertembak olehnya. Ben, yang berusaha bertahan hidup, harus menghadapi Madec yang kejam dan gila.
Film ini diadaptasi dari novel berjudul Deathwatch karya Robb White, yang terbit pada tahun 1972. Novel ini sebenarnya sudah pernah diangkat ke layar lebar pada tahun 1974, dengan judul Savages. Namun, film ini tidak terlalu sukses, dan kurang dikenal oleh publik.
Film Beyond the Reach, yang dirilis pada tahun 2014, juga tidak mendapat sambutan yang baik dari kritikus maupun penonton.
Film ini mendapat rating 5,6 dari 10 di IMDb, dan 18% di Rotten Tomatoes. Banyak yang mengkritik film ini karena ceritanya yang tidak masuk akal, aktingnya yang datar, dan endingnya yang mengecewakan.
Salah satu kritikus, Peter Bradshaw dari The Guardian, menulis: “Film ini adalah sebuah kegagalan yang menyedihkan, yang membuat saya ingin berteriak: ‘Stop! Stop! Saya ingin turun!’”.
Kritikus lain, Peter Travers dari Rolling Stone, menulis: “Film ini adalah sebuah bencana yang tidak ada habisnya, yang membuat saya ingin berteriak: ‘Stop! Stop! Saya ingin mati!’”.
Memang, film ini memiliki banyak kelemahan yang sulit diabaikan. Pertama, karakter Madec yang tidak konsisten.
Dia digambarkan sebagai seorang pengusaha yang cerdas dan berpengalaman, tapi dia melakukan banyak kesalahan bodoh, seperti menembak orang tanpa sengaja, meninggalkan jejak darah, dan menghancurkan mobilnya sendiri.
Kedua, karakter Ben yang tidak menarik. Dia digambarkan sebagai seorang pemandu yang jujur dan berani, tapi dia tidak memiliki latar belakang atau motivasi yang kuat. Dia hanya menjadi korban yang pasif, yang berlari-lari tanpa tujuan, dan tidak melakukan perlawanan yang efektif.
Ketiga, alur cerita yang tidak logis. Film ini penuh dengan adegan-adegan yang tidak masuk akal, seperti Ben yang bisa bertahan hidup di gurun tanpa air selama berhari-hari, Madec yang bisa menemukan Ben dengan mudah di gurun yang luas, dan ending yang tidak memuaskan, yang membuat penonton bertanya-tanya: “Itu saja?”.
Keempat, pesan moral yang tidak jelas. Film ini seolah-olah ingin mengkritik perilaku manusia yang rakus dan tidak peduli terhadap lingkungan, tapi tidak memberikan solusi atau harapan yang nyata.
Film ini juga tidak menunjukkan konsekuensi hukum atau sosial yang dialami oleh Madec atau Ben, sehingga tidak ada rasa keadilan yang tercipta.
Singkatnya, film Beyond the Reach adalah film perburuan yang jadi mimpi buruk, baik bagi para karakternya maupun para penontonnya.
Film ini tidak memberikan hiburan, ketegangan, atau pesan yang bermakna, melainkan hanya menimbulkan rasa bosan, frustrasi, dan kecewa. Film ini sebaiknya dihindari, kecuali jika Anda ingin menyiksa diri sendiri.