jfid – Islandia, negara yang terletak di antara benua Eropa dan Amerika Utara, kembali menjadi sorotan dunia karena letusan gunung berapi di semenanjung Reykjanes.
Letusan ini adalah yang keempat sejak tahun 2021 di kawasan tersebut, dan yang terbesar sejauh ini dengan panjang retakan mencapai empat kilometer.
Letusan ini menghasilkan pemandangan yang spektakuler, dengan aliran lava yang memancar ke udara dan menyala di langit malam.
Banyak orang yang tertarik untuk menyaksikan fenomena alam ini dari dekat, termasuk wisatawan, fotografer, dan peneliti.
Namun, di balik keindahan tersebut, ada kekhawatiran akan dampak letusan bagi penduduk setempat, terutama di kota Grindavík yang berjarak sekitar tiga kilometer dari lokasi letusan.
Grindavík adalah kota kecil yang berpenduduk sekitar 4.000 jiwa, yang terkenal dengan objek wisata Blue Lagoon, sebuah kolam air panas yang berasal dari pembangkit listrik geotermal.
Kota ini telah mengalami gempa bumi berulang-ulang sejak Oktober lalu, yang disebabkan oleh pergerakan magma di bawah tanah.
Pada November, pemerintah Islandia mengumumkan status darurat dan mengungsikan ribuan warga Grindavík sebagai tindakan pencegahan.
Warga Grindavík mengaku khawatir dengan letusan gunung berapi yang bisa mengancam keselamatan dan harta benda mereka.
Beberapa di antara mereka telah mengalami kerusakan rumah, jalan, dan infrastruktur lain akibat gempa bumi.
Mereka juga harus siap menghadapi bahaya gas beracun yang bisa keluar dari letusan, seperti karbon dioksida, belerang dioksida, dan hidrogen sulfida.
Meski demikian, ada juga warga Grindavík yang merasa kagum dan bangga dengan letusan gunung berapi di dekat kota mereka.
Mereka menganggapnya sebagai bagian dari kehidupan di Islandia, yang dikenal sebagai negeri api dan es karena memiliki banyak gunung berapi dan gletser.
Mereka juga berharap letusan ini bisa meningkatkan pariwisata dan perekonomian kota mereka, yang sempat terdampak oleh pandemi Covid-19.
Islandia adalah salah satu daerah paling aktif secara geologis di dunia, dengan sekitar 30 gunung berapi aktif.
Hal ini disebabkan oleh letaknya di atas batas lempeng tektonik yang terus bergerak, mendorong Amerika Utara dan Eurasia menjauh satu sama lain di sepanjang Punggung Atlantik Tengah.
Di bawahnya, ada sebuah plume mantel, yaitu daerah yang lebih panas dari magma sekitarnya, yang melelehkan dan menipiskan kerak bumi.
Kondisi ini membuat Islandia sering mengalami letusan gunung berapi, yang kadang-kadang berdampak luas, seperti letusan Eyjafjallajökull pada tahun 2010 yang mengganggu penerbangan di seluruh Eropa.
Letusan gunung berapi di semenanjung Reykjanes ini diklasifikasikan sebagai letusan retakan, yang biasanya tidak menghasilkan ledakan besar atau produksi abu yang tersebar ke stratosfer.
Oleh karena itu, letusan ini tidak diharapkan akan mengganggu penerbangan ke dan dari Islandia, dan koridor penerbangan internasional tetap terbuka.
Namun, letusan ini tetap harus diwaspadai oleh warga setempat dan otoritas, karena bisa berlangsung lama dan berubah sewaktu-waktu.