Kyai Said Aqil Siradj: PKB adalah NU, NU adalah PKB

Ningsih Arini By Ningsih Arini
8 Min Read
- Advertisement -

jfid – Kyai Said Aqil Siradj, mantan Ketua Umum PBNU periode 2010-2015 dan 2015-2020, menegaskan bahwa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah partai politik yang lahir dari perjuangan para ulama Nahdlatul Ulama (NU). Ia juga membantah adanya pernyataan yang menyebut NU harus jauh dari PKB.

Pernyataan tersebut muncul setelah Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, Ketua Umum PKB, menyatakan dirinya sebagai bakal calon wakil presiden pendamping Anies Baswedan pada Pemilu Presiden 2024. Cak Imin mengklaim mendapat restu dari para kiai NU, namun klaim itu dibantah oleh Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf.

Said Aqil mengatakan bahwa Cak Imin tidak berbicara atas nama PBNU, melainkan atas nama dirinya sendiri sebagai kader NU dan ketua umum PKB. Ia juga mengapresiasi langkah Cak Imin yang mengkonsultasikan keputusannya kepada para kiai NU yang ia kenal.

“Kalau ada klaim bahwa kiai-kiai PBNU merestui, itu sama sekali tidak benar karena sama sekali tidak ada pembicaraan dalam PBNU mengenai calon, sama sekali tidak pernah ada pembicaraan di PBNU tentang calon-calon presiden,” kata Yahya Cholil StaqufStaquf sebagaimana dikutip dari jurnalfaktual.id.

Ad image

Said Aqil lalu menceritakan sejarah hubungan antara NU dan PKB. Ia mengatakan bahwa PKB didirikan oleh para ulama NU pada 1998 dengan tujuan untuk menjaga nilai-nilai Islam moderat, toleran, dan inklusif yang dianut oleh NU. Ia juga menyebut bahwa PBNU membentuk tim 5 sebagai pendiri PKB yang terdiri dari Ma’ruf Amin, Said Aqil, Rozy Munir, Bagdja, dan Dawam Rahardjo.

“Kenapa? Karena waktu mendirikan PKB, membentuk tim 5, Kiai Ma’ruf, saya, Pak Rozy Munir, Pak Bagdja, Kiai Dawam, itu SK resmi PBNU yang tanda tangan Gus Dur PBNU membentuk tim 5 sebagai pendiri PKB, artinya PKB adalah NU,” kata Said Aqil di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat.

Said Aqil juga menegaskan bahwa PKB adalah partai yang berakar dari NU, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan, kemanusiaan, dan keadilan. Ia mengatakan bahwa PKB adalah partai yang berkomitmen untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, khususnya warga nahdliyin.

“PKB adalah partai yang berakar dari NU, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan, kemanusiaan, dan keadilan. PKB adalah partai yang berkomitmen untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, khususnya warga nahdliyin,” ujar Said Aqil.

Namun, hubungan antara NU dan PKB tidak selalu harmonis. Sejak awal berdirinya, PKB mengalami beberapa kali konflik internal dan eksternal yang mempengaruhi posisinya di panggung politik. Salah satu konflik terbesar terjadi pada 2004-2005 ketika Gus Dur diberhentikan sebagai ketua umum PKB oleh sebagian besar pengurus DPP PKB. Hal ini menyebabkan terjadinya dualisme kepemimpinan di tubuh partai.

Alwi Shihab, mantan Ketua Umum PKB periode 2004-2005 dan 2009-2010, mengatakan bahwa konflik tersebut dipicu oleh perbedaan pandangan antara Gus Dur dan sebagian besar pengurus DPP PKB tentang strategi politik partai. Menurut Alwi Shihab, Gus Dur ingin agar PKB menjadi partai oposisi terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sementara sebagian besar pengurus DPP PKB ingin agar PKB menjadi partai koalisi.

“Konflik itu sebenarnya bukan konflik ideologis, tapi konflik strategis. Gus Dur punya visi bahwa PKB harus menjadi partai oposisi yang kritis terhadap pemerintah, sementara mayoritas pengurus DPP PKB punya visi bahwa PKB harus menjadi partai koalisi yang mendukung pemerintah,” kata Alwi Shihab kepada sebaimana dikutip dari Tempo.co.

Alwi Shihab mengatakan bahwa konflik tersebut berdampak negatif bagi PKB dan NU. Ia mengatakan bahwa konflik tersebut membuat PKB kehilangan banyak suara dan kursi di parlemen. Ia juga mengatakan bahwa konflik tersebut membuat NU terpecah belah dan kehilangan kredibilitasnya sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia.

“Konflik itu sangat merugikan PKB dan NU. PKB jadi kehilangan banyak suara dan kursi di parlemen. NU jadi terpecah belah dan kehilangan kredibilitasnya sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia,” ujar Alwi Shihab.

Alwi Shihab mengatakan bahwa ia berusaha untuk menyelesaikan konflik tersebut dengan cara-cara damai dan demokratis. Ia mengatakan bahwa ia mengadakan dialog dengan Gus Dur dan para kiai NU untuk mencari solusi yang bisa diterima oleh semua pihak. Ia juga mengatakan bahwa ia menggelar kongres luar biasa (KLB) PKB pada 2005 untuk memilih ketua umum baru secara sah.

“Kami berusaha untuk menyelesaikan konflik itu dengan cara-cara damai dan demokratis. Kami mengadakan dialog dengan Gus Dur dan para kiai NU untuk mencari solusi yang bisa diterima oleh semua pihak. Kami juga menggelar KLB PKB pada 2005 untuk memilih ketua umum baru secara sah,” kata Alwi Shihab.

Alwi Shihab mengatakan bahwa hasil KLB PKB pada 2005 adalah Muhaimin Iskandar terpilih sebagai ketua umum baru PKB. Ia mengatakan bahwa Muhaimin Iskandar adalah sosok yang mampu memimpin PKB dengan baik dan membawa partai kembali ke jalur yang benar. Ia juga mengatakan bahwa Muhaimin Iskandar adalah sosok yang dekat dengan NU dan para kiai NU.

“Muhaimin Iskandar adalah sosok yang mampu memimpin PKB dengan baik dan membawa partai kembali ke jalur yang benar. Muhaimin Iskandar adalah sosok yang dekat dengan NU dan para kiai NU,” ujar Alwi Shihab.

Namun, tidak semua orang setuju dengan hasil KLB PKB pada 2005. Gus Dur dan sebagian pengikutnya menolak hasil KLB tersebut dan mendirikan partai baru bernama Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU). Hal ini menyebabkan terjadinya dualisme partai antara PKB dan PKNU.

Ahmad Suaedy, peneliti senior di Wahid Institute dan pengamat politik Islam, mengatakan bahwa dualisme partai antara PKB dan PKNU merupakan salah satu bentuk dari dinamika politik Islam di Indonesia. Ia mengatakan bahwa dinamika politik Islam di Indonesia ditandai oleh adanya berbagai macam partai politik yang mengusung identitas Islam, baik yang bersifat moderat maupun radikal.

“Dualisme partai antara PKB dan PKNU merupakan salah satu bentuk dari dinamika politik Islam di Indonesia. Dinamika politik Islam di Indonesia ditandai oleh adanya berbagai macam partai politik yang mengusung identitas Islam, baik yang bersifat moderat maupun radikal,” kata Ahmad Suaedy sebagaimana dikutip dari Tempo.co.

- Advertisement -
Share This Article