jfid – Baru-baru ini, sebuah video yang memperlihatkan empat polisi dikerumuni warga setelah menilang seorang pengendara motor viral di media sosial.
Dalam video yang diunggah oleh akun X(Twitter) @OriFlake, terlihat bagaimana pengendara tersebut dihentikan dan ditilang karena tidak menggunakan kaca spion dan telat membayar pajak motor.
Namun, aksi ini memicu protes warga yang melihat bahwa motor yang digunakan polisi untuk menilang justru juga tidak memiliki spion dan pajaknya mati.
Dalam rekaman video tersebut, seorang perempuan yang merekam kejadian itu mengatakan, “Eh polisi menilang seorang masyarakat tidak ada kaca spion dan pajak motor mati. Ternyata polisinya bawa motor juga pajak mati dan tidak ada spion. Masyarakat protes terjadilah perdebatan sengit,” ujarnya pada Jumat (12/7).
Ironi penegakan hukum ini mengingatkan kita pada pepatah lama: “Gajah di pelupuk mata tak tampak, kuman di seberang lautan tampak.”
Polisi, yang seharusnya menjadi contoh dalam ketaatan terhadap aturan, justru melakukan pelanggaran yang sama. Apakah ini berarti hukum hanya berlaku untuk warga biasa?
Kerumunan warga yang protes ini tak pelak menyebabkan kemacetan di sekitar lokasi kejadian.
Sebuah pemandangan yang menggambarkan betapa ketidakadilan bisa memicu keresahan publik. Seorang polisi dengan seragam lengkap tampak sibuk mengatur lalu lintas yang tersendat.
Namun, satu hal yang jelas: insiden ini menjadi cermin buram bagi penegakan hukum di negeri ini.
Saat penegak hukum sendiri melanggar aturan yang mereka tegakkan, bagaimana masyarakat bisa mempercayai sistem yang ada?
Mungkin sudah saatnya para penegak hukum bercermin, bukan hanya pada spion motor mereka yang hilang, tetapi juga pada integritas dan konsistensi mereka dalam menegakkan aturan.
Tanpa itu, penegakan hukum hanya akan menjadi lelucon yang menyedihkan.