Izzuddin Al-Qassam: Dari Suriah ke Palestina, Pejuang yang Tak Gentar Melawan Penjajah

Rasyiqi
By Rasyiqi
12 Min Read
Izzuddin Al Qassam: Dari Suriah Ke Palestina, Pejuang Yang Tak Gentar Melawan Penjajah
Izzuddin Al Qassam (islam21c.com)

jfid – Dia lahir di Suriah, tapi mati di Palestina. Dia adalah seorang ulama, tapi juga seorang pejuang. Dia adalah Izzuddin Al-Qassam, sosok yang menginspirasi sayap militer HAMAS, Brigade Izzuddin Al-Qassam.

Izzuddin Al-Qassam lahir pada tahun 1882 di Jablah, sebuah desa di Suriah bagian utara. Dia adalah anak sulung dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Abdul Qadir, adalah seorang ulama lokal ahli tarikat Qadariyah. Ibunya, Halimah Qassab, menanamkan nilai-nilai dan pendirian yang membentuk karakternya yang teguh.

Al-Qassam merupakan seorang Sunni bermazhab fikih Imam Hanafi dan belajar banyak ilmu keagamaan dari seorang alim lokal bernama Syekh Salim Tayarah. Dia juga memiliki hubungan dekat dengan keluarga yang sangat mendukungnya dalam perjuangan melawan kolonialisme.

Al-Qassam memulai pendidikannya di sekolah dasar di Desa Jablah. Lalu melanjutkan studi di Kota Latakia. Dia selanjutnya belajar di Al-Azhar Kairo, Mesir, dan kembali ke Jablah untuk mengajar pada 1903.

Di Kairo, dia mendengar ceramah-ceramah dari Mufti Besar Al-Azhar, Muhammad Abduh, yang memengaruhi pemikirannya tentang nasionalisme, persatuan, dan Islam modern yang mandiri, yang mampu keluar dari jerat-jerat kolonialisme Barat.

Ketika kembali di kampungnya, dia mengajar anak-anak di siang hari dan orang dewasa di malam hari, menyebarkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan. Dia juga melakukan beberapa gerakan sosial di desa. Selain menjadi imam masjid, dia melakukan sweeping dan mencegah karavan yang membawa minuman beralkohol ke wilayahnya.

Dari situ, Al-Qassam mendapatkan karismanya sebagai tokoh teladan lewat ceramah-ceramah yang disertai tindakan nyata penegakan syariat. Dia makin dikenal dan sering diundang ke berbagai wilayah untuk menghadiri dan mengisi acara Maulid Nabi. Metode ceramah Al-Qassam yang unik dan keteguhannya mengajak pada ketakwaan membuatnya populer, terutama di kalangan generasi muda.

Pada tahun 1911, Al-Qassam menyerukan bantuan kepada rakyat Arab di Libya selama serangan Italia yang dipicu ambisi kolonial yang kuat dan berusaha untuk memperluas wilayahnya di Afrika Utara.

Italia melihat Libya sebagai wilayah yang potensial untuk dikuasai dan menginginkan kontrol atas sumber daya alamnya. Pada satu kesempatan, Italia menuntut perlindungan warga Italia di Libya setelah terjadi beberapa insiden.

Kesultanan Utsmaniyah yang menaungi wilayah Libya menolak tuntutan itu dan memicu invasi Italia ke Libya pada bulan September 1911. Pasukan Italia yang kuat dengan dukungan angkatan laut dan udara berhasil merebut Tripoli, ibu kota Libya, pada Oktober 1911. Perang ini berlangsung hingga 1912.

Dalam salah satu khotbahnya pada Juni 1912, Al-Qassam menyerukan jihad melawan Italia dan berhasil mengumpulkan puluhan sukarelawan. Mereka dipilih secara ketat berdasarkan kriteria khusus, yakni punya pengalaman di kemiliteran.

Bersamaan dengan itu, Utsmaniyah mengalami tranformasi kekuasaan dan mengalihkan fokus ke wilayah Balkan pada Oktober 1912. Semua dana untuk melakukan perlawanan terhadap Italia diraup dari sumbangan dan kantong pensiun al-Qassam.

Seiring waktu, perlawanan pun terhenti dan Al-Qassam kembali fokus pada pendidikan masyarakat Jablah.

Pada tahun 1919, Prancis menduduki Suriah setelah berakhirnya Perang Dunia I. Pendudukan ini terjadi setelah kekalahan Kesultanan Utsmaniyah yang sebelumnya menguasai wilayah tersebut. Prancis memperoleh mandat Liga Bangsa-Bangsa atas Suriah dan Lebanon dari Konferensi Perdamaian Paris.

Pendudukan Prancis di Suriah bertujuan untuk menjaga kepentingan kolonialnya di Timur Tengah. Mereka berusaha mengendalikan wilayah ini melalui pemerintahan langsung dan memperkenalkan sistem administrasi kolonial. Mereka menindas perlawanan nasionalis dan menekan gerakan kemerdekaan yang muncul di Suriah.

Pendudukan itu menuai perlawanan dari masyarakat setempat, termasuk Al-Qassam yang bergabung dengan pemberontakan dan berperang di pergunungan sekitar Latakia, Suriah.

Dia mengorganisasi kekuatan pertahanan lokal untuk melakukan perlawanan, termasuk berperang melawan milisi Alawi yang diciptakan Prancis untuk melawan kelompok Sunni.

Milisi Al-Qassam akhirnya berhasil memukul mundur mereka di dekat Zanqufeh dan bersiap untuk serangan gerilya berikutnya melawan tentara Prancis. Pihak Prancis lantas mengetahui identitasnya dan memburunya hidup atau mati.

Pada Mei 1920, Al-Qassam dan pasukannya melarikan diri ke Aleppo dan bergabung dengan gerakan perlawanan lainnya pimpinan Ibrahim Hananu yang beroperasi di Suriah Utara.

Pada 1925, Revolusi Suriah (Great Syrian Revolt) melawan pendudukan Prancis pecah di Damaskus. Meskipun revolusi ini berhasil merebut kendali atas beberapa wilayah, Prancis dengan cepat menghancurkan perlawanan tersebut dan menduduki kembali Suriah.

Situasi ini mendorong Al-Qassam dan keluarganya pindah ke Haifa, Palestina. Di sana ia bekerja sebagai guru, mengajar masyarakat kelas bawah, dan mulai terlibat dalam gerakan perlawanan Palestina melawan pendudukan Inggris dan Zionisme.

Di Haifa, Al-Qassam mendirikan sekolah malam dan menyediakan kelas literasi bagi anak-anak muda. Ia berperan penting dalam menyebarkan kesadaran cinta tanah air di kalangan generasi muda Palestina.

Memasuki bulan Juli 1928, Al-Qassam diangkat sebagai presiden Young Men’s Muslim Association (YMMA) dan berhasil masuk ke lapisan masyarakat elite yang tertarik akan idenya mendirikan Hizb al-Istiqlal (Partai Kemerdekaan). Ia mendapat dukungan dari Rashid al-Hajj Ibrahim, ketua YMMA sebelumnya.

Pada 1929, ia diangkat sebagai juru catat pernikahan oleh otoritas wakaf Yerusalem. Peran ini menjadikannya mudah berkunjung ke desa-desa dan pelosok untuk bertemu dengan berbagai lapisan masyarakat.

Hal tersebut dimanfaatkannya untuk ceramah politik demi melakukan perlawan terhadap Inggris dan Zionis. Ia sering mengutip fatwa Mufti Damaskus, Syekh Badr al-Din al-Hasani, yang memperbolehkan berjuang melawan Zionisme. Selain itu, ia juga berteman baik dengan Mufti Agung Yerusalem, Haji Amin al-Husseini.

Aktif berpartisipasi dalam gerakan anti-kolonial, Al-Qassam percaya perjuangan bersenjata diperlukan untuk menahan proyek Zionis dan menyatakan jihad melawan Inggris pada tahun 1935 lewat kelompok gerilya Tangan Hitam (Al-kaff Al-aswad).

Jaringan Al-Qassam kian luas, setidaknya ada 200 hingga 800 pengikutnya yang menyebar dari Palestina sebelah utara hingga Jalur Gaza di selatan.

Mark Sanagan dalam desertasinya “Lightning Through the Clouds: Islam, Community, and Anti-Colonial Rebellion in the Life and Death of ‘Izz Al-Dīn Al-Qassām, 1883-1935”,

menyebut bahwa Izzuddin Al-Qassam juga dipengaruhi oleh ideologi nasionalisme Arab dan gerakan perlawanan anti-kolonial yang sedang berkembang saat itu.

Dia melihat perjuangan Palestina sebagai bagian dari perjuangan yang lebih luas untuk membebaskan dunia Arab dari penjajahan dan mencapai kemerdekaan nasional.

Seturut Abdel Monem Said Aly, Shai Feldman, dan Khalil Shikaki dalam Arabs and Israelis: Conflict and Peacemaking in the Middle East (2013:19), naiknya Al-Qassam mewakili perubahan kualitatif dalam respons Arab terhadap Zionisme dan Mandat Inggris dalam tiga cara.

Pertama, ia memberikan tantangan terhadap kepemimpinan nasional tradisional yang berupaya bekerja sama, alih-alih berkonfrontasi dengan Inggris.

Kedua, Al-Qassam berpendapat bahwa Mandat Inggris adalah akar semua masalah yang menghantui rakyat Palestina dan hanya perlawanan bersenjata–bukan diplomasi dan protes tanpa kekerasan–yang akan mengakhiri mandat tersebut.

“Akhirnya, dia membawa Islam ke dalam peperangan melawan Inggris dan Zionisme; Al-Qassam menyerukan jihad bersenjata atas nama Islam, bukan atas nama nasionalisme Palestina,” tutur Abdel Monem Said Aly dkk.

Pada 20 November 1935, dia terjebak oleh pengepungan pasukan Inggris di Jenin. Peperangan yang tak berimbang tak bisa dihindarkan. Ia dan empat anak buahnya terbunuh dalam insiden yang berlangsung selama enam jam.

Kematiannya menginspirasi perlawanan besar-besaran rakyat Palestina sepanjang tahun 1936 hingga 1939. Pemogokan diadakan di kota-kota Palestina dan Suriah untuk memprotes kematiannya.

Ribuan orang menghadiri pemakamannya di Nesher, pinggiran kota Haifa.

Keteguhan dan kematiannya meninggalkan dampak besar pada gerakan perlawanan kontemporer di wilayah Palestina, yakni Brigade Al-Qassam yang berdiri pada 1991.

Tujuan utama mereka mengusir Israel dari wilayah Palestina dan mendirikan negara Palestina yang merdeka.

Brigade Al-Qassam yang menjadi salah satu motor perlawanan Palestina terhadap Israel diambil dari nama seorang pejuang kelahiran Suriah. Mereka mengikuti jejak Al-Qassam dalam melakukan jihad bersenjata melawan penjajah.

Mereka juga mengadopsi simbol Tangan Hitam sebagai lambang organisasi mereka. Mereka bertanggung jawab atas banyak serangan terhadap pasukan Israel, baik dengan roket, bom bunuh diri, maupun operasi infiltrasi.

Brigade Al-Qassam juga memiliki sayap politik yang bernama HAMAS, singkatan dari Harakat al-Muqawamah al-Islamiyyah (Gerakan Perlawanan Islam). HAMAS adalah salah satu faksi utama dalam Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang didirikan pada 1964.

HAMAS berbeda dengan PLO dalam hal visi politik dan strategi perjuangan. HAMAS menolak pengakuan Israel dan menuntut pembebasan seluruh wilayah Palestina. HAMAS juga menekankan aspek keagamaan dalam perjuangan mereka dan menolak negosiasi dengan Israel.

HAMAS memenangkan pemilihan umum legislatif Palestina pada 2006 dan menguasai Jalur Gaza setelah konflik bersenjata dengan Fatah, faksi lain dalam PLO yang dipimpin oleh Presiden Mahmoud Abbas.

Sejak itu, Jalur Gaza menjadi sasaran blokade ekonomi dan militer oleh Israel, yang menyebabkan krisis kemanusiaan bagi penduduknya. HAMAS dan Israel juga terlibat dalam beberapa perang, seperti Perang Gaza 2008-2009, Perang Gaza 2012, Perang Gaza 2014, dan Perang Gaza 2021.

Meskipun menghadapi tekanan dari dalam dan luar negeri, HAMAS tetap berpegang pada prinsip-prinsipnya dan menolak kompromi dengan Israel. HAMAS juga mendapat dukungan dari sebagian besar rakyat Palestina, terutama di Jalur Gaza, yang menganggap mereka sebagai pejuang yang berani dan istiqamah.

Izzuddin Al-Qassam adalah sosok yang menginspirasi HAMAS dan Brigade Al-Qassam dalam perjuangan mereka. Dia adalah contoh dari seorang mujahid yang tidak takut mati syahid di jalan Allah.

Dia juga adalah contoh dari seorang ulama yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tapi juga mengamalkannya. Dia adalah contoh dari seorang pemimpin yang tidak hanya berbicara, tapi juga beraksi.

Dia adalah Izzuddin Al-Qassam, pejuang yang tak gentar melawan penjajah. Dia adalah Izzuddin Al-Qassam, pahlawan yang tak terlupakan bagi rakyat Palestina.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article