Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
No Result
View All Result
Kirimkan
Jurnal Faktual
  • News
    • Peristiwa
    • Hukum dan Kriminal
    • Politik
    • Birokrasi
    • Pendidikan
    • Kesehatan
    • Wisata
    • Profil
  • OpiniHot
Kirimkan
  • Login
  • Register
New & Opini
Home Opini

Palilah Kepemimpinan

by Heru Harjo Hutomo
7 bulan ago
in Opini
Reading Time: 5min read
0
"Semar Tan Semar," 60x100 cm, kapur di atas papan (Heru Harjo Hutomo, 2020)

"Semar Tan Semar," 60x100 cm, kapur di atas papan (Heru Harjo Hutomo, 2020)

Share on FacebookShare on Twitter

jfID – Ada hal yang menarik dengan subasita, udanegara, atau adab dalam kebudayaan keraton di Jawa. Lazimnya, seorang abdi dalem akan menangkupkan kedua telapak tangannya dengan kedua jempol menyatu dan menempel di hidung. “Nyuwun palilah,” katanya lirih pada seorang yang dianggap lebih senior dan dirasa lebih berpengaruh ketika namanya mengemuka untuk diberi tugas tertentu. Hal seperti ini dikenal sebagai gaya bahasa “bagongan,” anggah-ungguh berbahasa yang hidup dan dilestarikan dalam keraton di Jawa.

“Palilah” secara harfiah bermakna sebagai tak sekedar izin, tapi juga restu. Ada anggapan bahwa tanpa adanya restu tersebut sesuatu yang akan diemban atau peristiwa yang akan terjadi tak terberkati. Sekalipun barangkali itu semua terlaksana rasanya akan seperti mengendarai pinjaman mobil dimana yang empunya terpaksa meminjamkannya. Sudah membawa mobil orang dan yang empunya pun terpaksa meminjamkannya, tentu kekhawatiran tak urung menyergap dua kali lipat yang sudah pasti akan memengaruhi perjalanan yang akan dilakukan.

Kepercayaan akan “palilah” atau restu memang menjadi karakteristik utama konsep kekuasaan Jawa tradisional. Seandainya Raden Patah di Demak memerlukan Walisongo sebagai legitimasi politik-kulturalnya, kerajaan Mataram Islam pun konon memerlukan sosok Nyi Rara Kidul yang memiliki fungsi serupa. Secara kosmologis, baik Walisongo maupun Nyi Rara Kidul, merupakan representasi alam—atau setidaknya autad atau bahkan kutubnya.

Dalam konsep kekuasaan Jawa tradisional hal seperti itu memang dapat dimaklumi mengingat kekuasaan adalah mutlak ditangan sang raja yang bersifat turun-temurun. Sekalipun kekuasaan itu ingin berganti tak urung pembangkangan dan pemberontakan adalah satu-satunya pilihan. Sebab, konsep kekuasaan Jawa tradisional tak memberi ruang terhadap adanya pemilihan. Inilah yang menjadi dasar kultural konsep dan laku “palilah” tersebut di masa kerajaan tradisional. Seandainya di masa kini masih jamak ditemui orang yang mencari legitimasi politik-kultural semacam itu, maka dalam paradigma “palilah” inilah ia dan segala pendekatan politiknya menggantungkan diri.

Namun demikian, satu hal yang patut diutarakan, masihkah konsep kekuasaan di hari ini bersifat monarchical dan hierarkis, terpusat dan mengalir dari atas ke bawah? Bukankah demokrasi menyuguhkan konsep kekuasaan yang sebaliknya, dispersif dan menyembur dari bawah ke atas? Seandainya demikian, maka masih bergunakah subasita dan udanegara lama untuk meminta “palilah” pada seorang “Sultan” dijadikan paradigma di alam demokrasi seperti ini?

BACAJUGA

No Content Available

Sebenarnya, tanpa mengacu pada konsep demokrasi di alam modern, kebudayaan Jawa tradisional tak pula tak menyajikan alternatif atau pandangan lain selain konsep dan laku “palilah” yang menyiratkan konsep kekuasaan Jawa tradisional bersifat monarchical dan hierarkis. Pada kisah wayang purwa dan beberapa kisah sejarah kekuasaan Jawa terdapat apa yang disebut sebagai panakawan yang berintikan sesosok Semar atau Sabdapalon pada kisah Brawijaya V. Satu mitos pewayangan Jawa mengatakan bahwa hanya ksatria yang diembani oleh Semar yang akan memegang tampuk kepemimpinan, bukan oleh Bathara Guru, Rsi Drona, Rsi Bhisma atau bahkan Begawan Abiyasa. Sebab, siapa yang dekat dengan Semar akan menjadi ksatria yang sinisihan wahyu, dimana di masa kini wahyu itu sepadan dengan kepercayaan publik. Dan barang siapa meminggirkan panakawan akan berubah menjadi ksatria siningkiran wahyu atau bahkan ksatria wirang sebagaimana Brawijaya V yang mengecewakan Sabdapalon.

Mitos di atas sebenarnya sangat sederhana untuk dipahami. Sebab, Semar adalah representasi kawula atau rakyat dimana hanya dengan melihatnya sama pula dengan melihat kawula atau rakyat itu sendiri. Adapun Bathara Guru, Rsi Drona, Rsi Bhisma, dan Begawan Abiyasa, adalah representasi sesembahan, yang tak mungkin kelak orang yang meminta “palilah” tersebut akan memerintahnya.         

(Heru Harjo Hutomo/ Penulis kolom, peneliti lepas, menggambar dan bermain musik)

ShareTweetSendShare

Related Posts

Dunia Riset dalam Jerat Pancasila

1 minggu ago
Soeharto, Presiden kedua Republik Indonesia

Mencegah Pak Harto 3 Periode

4 minggu ago
"Kelam Zaman Masyarakat Tontonan," 60x100 cm, Heru Harjo Hutomo, 2020

Kinerja Tubuh Manusia dalam Anime: “Hataraku Saibō”

1 bulan ago
Ilustrasi Over Fishing Lobster (foto: Inews)

Regulasi Larang Ekspor Benih Lobster Tidak Jelas, Alias Statemen Doang

1 bulan ago
Agus Harimurti Yudhoyono (foto: istimewa)

Ujian Sang Mayor

2 bulan ago
Ilustrasi keberingasan Kapitaslime

Kapitalisme Lahir Karena Indonesia

2 bulan ago
Load More
Next Post

Angkat Kesejahteraan Pedagang Kecil, Paslon Selly-Manan Bakal Festivalkan Jajanan Lokal

Discussion about this post

POPULER

  • Baca
  • Opini
  • Berita
Berita

Took!! Pilkades Tanah Merah Laok Ditunda

21/04/2021
Berita

Hormati Ibadah Puasa, Ketua Dewan Minta Satpol PP Tertibkan Warung Makan Yang Nekat Jualan Siang Hari

20/04/2021
Foto : Ikatan Alumni Unram, Basri Mulyani, Lalu Athari, Didi Aulia Harahap, M. Fihirudin DA Malik dan Muhammad Ihwan.
Berita

Menuju Munas IKA Unram, Kritik dan Saran Muncul dari Alumni

20/04/2021
Dirlantas Polda Sumut melalui Kabid Humas Kombes Pol Hadi Wahyudi memberikan keterangan sosialisasi Penegakan Hukum Bidang Lalu Lintas berbasis Teknologi Informasi di ruang kerjanya, 20/04/2021
Berita

Ditlantas Polda Sumut Sosialisasikan Sistem Penegakan Hukum Bidang Lalu Lintas Berbasis Teknologi Informasi

20/04/2021
Jurnal Faktual

© 2020

Informasi

  • Pedoman
  • Redaksi
  • Periklanan
  • Privacy Policy
  • Tentang
  • Rilis Berita
  • Saran Translate

Terhubung

No Result
View All Result
  • Opini
  • News
    • Birokrasi
    • Hukum dan Kriminal
    • Kesehatan
    • Pendidikan
    • Peristiwa
    • Politik
    • Wisata
    • Profil
    • Polling
  • Kirim Tulisan
  • Login
  • Sign Up

© 2020

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Sign Up with Facebook
Sign Up with Google
OR

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.