Unilever Diboikot, 5 Merek Es Krimnya ini Tetap Laku di Indonesia?

Rasyiqi
By Rasyiqi
5 Min Read

jfid – Unilever, salah satu raksasa konsumen dunia, tengah menghadapi gelombang boikot dari sebagian masyarakat Indonesia yang menentang kebijakan Israel terhadap Palestina.

Unilever dianggap sebagai salah satu perusahaan yang terafiliasi dengan Israel dan mendukung penjajahan dan zionisme.

Namun, apakah boikot ini berdampak pada penjualan produk-produk Unilever, khususnya es krimnya?

Unilever memiliki delapan merek es krim yang beredar di Indonesia, yaitu Cornetto, Feast, Magnum, Paddle Pop, Populaire, Seru, Viennetta, dan Wall’s.

Menurut data Euromonitor International, Unilever mendominasi pasar es krim di Indonesia dengan pangsa pasar sekitar 70% pada tahun 2020.

Produk-produk es krim Unilever dikenal luas oleh masyarakat Indonesia dan memiliki berbagai varian rasa dan bentuk.

Namun, sejak konflik Israel-Palestina memanas pada pertengahan tahun 2021, banyak masyarakat Indonesia yang mengajak untuk memboikot produk-produk Unilever, termasuk es krimnya.

Mereka menganggap bahwa dengan tidak membeli produk-produk Unilever, mereka dapat menunjukkan solidaritas dan dukungan kepada rakyat Palestina yang tertindas. B

oikot ini juga didasarkan pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan produk-produk pendukung Israel.

Salah satu produk Unilever yang menjadi sorotan adalah Ben & Jerry’s, merek es krim asal Amerika Serikat yang dikenal dengan sikap aktivisnya.

Pada Juli 2021, Ben & Jerry’s mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan penjualan es krimnya di permukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, yang dianggap sebagai wilayah Palestina yang diduduki oleh Israel.

Keputusan ini mendapat pujian dari banyak aktivis pro-Palestina, tetapi juga mendapat kecaman dari pemerintah Israel dan sebagian masyarakat Yahudi.

Namun, Unilever, sebagai induk perusahaan Ben & Jerry’s, tidak sepenuhnya mendukung keputusan tersebut.

Unilever malah menjual bisnis Ben & Jerry’s di Israel kepada distributor lokalnya, Avi Zinger, yang berhak untuk menjual es krim Ben & Jerry’s di seluruh Israel dan Tepi Barat.

Dengan demikian, Unilever dapat menghindari sanksi hukum dan politik dari Israel, sekaligus mempertahankan merek Ben & Jerry’s di pasar Israel.

Keputusan Unilever ini menimbulkan protes dari Ben & Jerry’s, yang mengatakan bahwa mereka tidak setuju dengan langkah tersebut. Ben & Jerry’s juga menegaskan bahwa mereka tidak akan mendapat keuntungan dari penjualan es krimnya di Israel.

Namun, Unilever mengklaim bahwa mereka memiliki hak untuk mengambil keputusan finansial dan operasional atas Ben & Jerry’s, meskipun Ben & Jerry’s memiliki dewan independen yang berwenang untuk menentukan misi sosialnya.

Kisah Ben & Jerry’s ini menunjukkan betapa rumitnya hubungan antara Unilever dan Israel, yang juga berdampak pada produk-produk Unilever lainnya, termasuk es krimnya. Di satu sisi, Unilever ingin menjaga hubungan bisnisnya dengan Israel, yang merupakan salah satu mitra dagang pentingnya.

Di sisi lain, Unilever juga harus menghadapi tekanan dari masyarakat yang menuntutnya untuk bertanggung jawab atas dampak sosial dan lingkungan dari produk-produknya.

Lalu, bagaimana dengan penjualan es krim Unilever di Indonesia? Apakah boikot ini berhasil menurunkan omzet Unilever? Sayangnya, tidak ada data resmi yang dapat memastikan hal ini.

Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, tampaknya boikot ini tidak terlalu berpengaruh pada konsumen es krim Unilever.

Banyak orang yang masih membeli dan menikmati es krim Unilever, baik karena tidak tahu atau tidak peduli dengan isu boikot, atau karena tidak ada alternatif es krim yang sesuai dengan selera dan kantong mereka.

Es krim Unilever memang memiliki daya tarik tersendiri bagi konsumen Indonesia, yang menyukai es krim yang lezat, praktis, dan terjangkau.

Selain itu, es krim Unilever juga memiliki loyalitas merek yang kuat, yang sulit digantikan oleh merek lain. Tidak heran, jika es krim Unilever masih laku di pasaran, meskipun diboikot oleh sebagian masyarakat.

Boikot terhadap Unilever mungkin masih akan berlanjut, selama konflik Israel-Palestina belum menemukan solusi damai.

Namun, boikot ini juga harus diimbangi dengan upaya untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam isu-isu global, serta untuk menciptakan produk-produk lokal yang dapat bersaing dengan produk-produk multinasional.

Hanya dengan demikian, boikot dapat menjadi strategi yang efektif dan berkelanjutan untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina.

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article