Soal Rehab Rumah Korban Gempa, BPBD NTB Diminta Tidak Cari Kambing Hitam

Syahril Abdillah By Syahril Abdillah
4 Min Read
Anggota DPRD NTB, Akhdiansyah (Foto: Lalu)
Anggota DPRD NTB, Akhdiansyah (Foto: Lalu)
- Advertisement -

Mataram, Jurnalfaktual.id | Kepala Badan Penanggulanganan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Nusa Tenggara Barat diminta tidak perlu mencari alasan dan kambing hitam atas ketidakmampuannya menuntas proses rehabilitasi dan rekonstruksi rumah masyarakat korban gempa hingga jelang batas akhir waktu yang diberikan pemerintah pusat.

“Saya minta BPBD, supaya fokus menuntaskan pembangunan rehab rekon rumah korban gempa sampai batas waktu yang telah ditetapkan, agar masyarakat bisa memiliki rumah, tidak perlu cari banyak alasan atas kinerjanya, mengaburkan subtansi masalah” kata Anggota DPRD NTB, Akhdiansyah di Mataram, Sabtu (12/10).

Klaim keberhasilan telah menuntaskan Pembangunan rumah korban gempa sebanyak 174.904 masih meninggalkan problem, dimana temuan lapangan terjadi anomali data atau ketidaksesuaian antara rumah tahan gempa (RTG) yang diklaim telah tuntas dibangun BPBD, dengan kenyataan di lapangan, itu terjadi karena ulah BPBD sendiri yang tidak beres melakukan pendataan.

Data dipaparkan Wagub NTB beberapa waktu lalu, dari 222.530 unit rumah masyarakat korban gempa yang mengalami kerusakan, baik rusak berat, sedang dan ringan, baru sekitar 96.456 ribu unit yang selesai dibangun.

Ad image

Dengan rincian, rumah dengan kategori rusak berat 26.153 unit, rusak sedang 15.417, rusak ringan 54.902 dan tersebar di Kota Mataram, Lombok Utara, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa Barat dan Sumbawa.

“Sementara sisanya yang masih dalam proses pelaksanaan perbaikan dan perencanaan perbaikan tidak bisa diklaim sebagai keberhasilan juga, karena masih proses, kecuali kalau sudah siap ditempati” katanya.

Anomali data adalah fakta adanya problem diinternal BPBD, mulai dari pendataan yang kurang cermat, fasilitator yang kurang profesional, bahkan ada dugaan main mata dengan aplikator nakal. Termasuk tidak mampu menjalankan Instruksi Presiden (Inspres), sehingga dana 381 Miliar terncan mengendap.

Adanya dugaan permainan tersebut bahkan menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan itu seharusnya menjadi perhatian serius BPBD untuk dibereskan, bukan mencari banyak alasan.

Lebih lanjut mantan aktivis NGO yang banyak melakukan advokasi bidang anggaran dan kemanusiaan tersebut menambahkan, belum lagi soal tidak solid dan siapnya tim BPBD menangani soal dilapangan dan mengawal target Inpres nomor 5 tahun 2018 yang mengamanatkan, agar Desember 2018 pembangunan RTG sudah rampung, tapi apa! jangankam sampai Desember 2018, dengan perpanjangan waktu hingga Desember 2019 saja, tidak bisa dituntaskan.

Dengan mengeluarkan pernyataan yang justru mengaburkan substansi masalah, makin memperlihatkan kualitas Kalak BPBD, kurang berbobot dan semakin memperjelas bobroknya management pengelolaan dana rekontruksi gempa.

“Selesaikan dulu tanggung jawab tersebut, jangan mengaburkan subtansi masalah, dengan mengeluarkan statemen yang tidak produktif,” tegas Akhdiansyah.

Sebelumnya melalui akun media sosial facebook miliknya, Kepala BPBD NTB, Ahsanul Khalik mengaku siap dievaluasi atas kinerjanya, bahkan dicopot dari jabatan BPBD, menanggapi menanggapi soal permintaan sejumlah anggota DPRD NTB.

Terkait proses Rehab Rekon, Khalik klaim progress sudah pada angka 174.908 unit dengan Rincian, sebanyak 97.437 unit sudah jadi 100 persen dan 77.471 unit dalam proses pekerjaan fisik,” tepisnya.

Terhadap dana yang dipersoalkan mengenai ada anggaran namun tidak bisa dipergunakan. Bagi Khalik, harusnya DPRD bertanya dulu supaya tidak sesat dalam mengeluarkan pernyataan, bahwa dana tersebut yang saat ini sejumlah Rp 381 miliar lebih sebagian sudah ditarik kembali ke rekening BPBD Kabupaten/Kota.

Sebagian lagi, dibiarkan di rekening masyarakat, karena masyarakat memang berhak menerima dana bantuan. Akan tetapi masuk data anomali yang tidak diperbolehkan untuk di eksekusi oleh BPKP, BPK dan Irtama BNPB. Dana itu bisa dieksekusi setelah validasi data anomali oleh kabupaten/kota yang saat ini sudah masuk di Irtama BNPB untuk di review. (Lns)

- Advertisement -
Share This Article