Seruan Berbagai Lembaga dan Elemen, “Tolak Pengesahan RUU Pertanahan”

Syahril Abdillah
2 Min Read

Medan, Jurnalfaktual.id – Sekretaris Bersama Reforma Agraria Sumut bersama Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) wilayah Sumut melakukan diskusi penolakan Gerakan Agraria Sumatera Utara terhadap RUU Pertanahan di Kantor Walhi Sumut, Selasa sore (10/9/19).


Sebagai pembicara dalam acara diskusi antara lain Wina Khairina (peneliti Agraria), Khairul Bukhari (Walhi Sumut), Rianda Purba ( Sekber RA Sumut), Ali Hanafiah (LBH Medan), Quadi Azzam (perwakilan KPA Sumut), Nazaruddin (BPRPI), dan Zamal Setiawan ( YLBH CNI).


Selain itu dirangkaikan dengan Konsolidasi Rakyat Menuju Hari Tani Nasional 2019 yang memposisikan petani, buruh tani dan masyarakat adat sebagai korban.


Wina Khairina (peneliti agraria) menyampaikan kalau posisi petani, buruh tani dan masyarakat adat sebagai korban, tanah-tanah petani, wilayah adat, hutan adat milik masyarakat adat telah menjadi objek konsesi perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri.


“Bahkan habisnya konsesi perkebunan tidak serta merta menjadikan tanah yang menjadi objek konflik tersebut bisa dikuasai petani dan masyarakat adat,” ujarnya.


SEKBER RA bersama KPA Wilayah Sumatera Utara menilai bahwa RUU Pertanahan akan mengancam dan merampas kedaulatan petani dan masyarakat adat dan kontra produktif dengan semangat UUPA.


Oleh karena itu, SEKBER RA Sumut, KPA Wilayah Sumatera Utara, bersama Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI), WALHI Sumatera Utara, dan berbagai elemen gerakan mahasiswa menyerukan :


“Menolak pengesahan RUU Pertanahan. Kami meminta agar DPR-RI tidak terburu-buru membahas dan mengesahkan RUU Pertanahan di penghujung periodesasi DPR.


Seruan itu atas alasan jika hanya akan mencederai hati dan perasaan Rakyat dan memberikan reputasi buruk di penghujung pengabdian. RUU Pertanahan harus di bahas kembali secara komprehensif,” jelasnya.


Kemudian harus dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dan dengan semangat Nasionalisme dan selaras dengan TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 dan UUPA; bahwa “Tanah untuk Rakyat” bukan untuk kepentingan segelintir orang (Kapital),” pungkasnya. (JL)

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article