jfid – Pengungsi Rohingya merupakan salah satu krisis kemanusiaan yang paling memilukan dan kompleks di era modern. Mereka adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang berasal dari negara bagian Rakhine di Myanmar, yang sebelumnya dikenal sebagai Arakan.
Namun, tragisnya, mereka tidak diakui sebagai warga negara oleh pemerintah Myanmar. Sebaliknya, mereka dianggap sebagai pendatang ilegal dari Bangladesh, meskipun telah lama bermukim di wilayah tersebut.
Sejarah panjang Etnis Rohingya mencakup periode yang kaya budaya, dimulai dari abad ke-15 ketika Raja Suleiman Shah memimpin kerajaan Islam di wilayah Arakan. Mereka memiliki budaya, bahasa, dan agama yang berbeda dari mayoritas etnis Bamar yang beragama Buddha.
Masa penjajahan Inggris memberi perlindungan kepada Rohingya, namun, setelah Myanmar meraih kemerdekaannya pada tahun 1948, hak-hak mereka secara bertahap dicabut oleh pemerintahan baru, termasuk hak kewarganegaraan, politik, pendidikan, dan ekonomi.
Puncak ketidakadilan terhadap Rohingya terjadi pada tahun 2017, ketika militer Myanmar memulai operasi yang brutal terhadap desa-desa Rohingya.
Operasi ini melibatkan pembunuhan massal, pemerkosaan, dan pembakaran rumah, yang menyebabkan ratusan ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Meskipun menemukan perlindungan di sana, kehidupan di kamp-kamp pengungsian juga sangat menderita, dengan kurangnya fasilitas kesehatan, sanitasi, pendidikan, dan keamanan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh komunitas internasional untuk menangani krisis ini. Bantuan kemanusiaan disalurkan, tekanan politik dan hukum diberikan kepada pemerintah Myanmar, dan usaha mencari solusi jangka panjang bagi pengungsi Rohingya terus dilakukan.
Salah satu usulan solusi adalah repatriasi sukarela, yang melibatkan pengembalian mereka ke Myanmar dengan jaminan keamanan, kewarganegaraan, dan hak asasi manusia yang dihormati. Namun, proses repatriasi ini menghadapi banyak tantangan yang kompleks.
Pengungsi Rohingya masih merasa takut dan trauma, tidak yakin akan keselamatan dan perlakuan adil dari pemerintah Myanmar.
Selain itu, negara-negara tujuan seperti Malaysia, Indonesia, dan Australia juga menunjukkan penolakan, khawatir akan dampak sosial, ekonomi, dan keamanan dari kedatangan pengungsi Rohingya.
Pengungsi Rohingya bukanlah orang-orang yang mengungsi atas keinginan mereka sendiri. Mereka adalah korban sistematisasi ketidakadilan, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlanjut.
Mereka layak mendapatkan perlindungan, penghormatan, dan solusi yang adil bagi masa depan mereka.
Tanggung jawab moral dan kemanusiaan kita sebagai komunitas internasional adalah untuk memberikan bantuan dan perlindungan yang mereka butuhkan, serta menemukan solusi yang layak bagi situasi yang mereka hadapi.