jfid – Pada tanggal 27 Juni 2024, ketegangan politik di Bolivia mencapai puncaknya ketika Jenderal Juan Jose Zuniga memimpin upaya kudeta yang menargetkan pemerintahan yang berkuasa saat itu.
Dalam pernyataannya, Zuniga mengklaim bahwa tujuan utama dari kudetanya adalah untuk “memulihkan demokrasi yang sejati” yang menurutnya telah tercemar oleh kekuasaan sekelompok kecil selama bertahun-tahun.
Sentimen yang dipicu oleh klaim ini tak lama kemudian bertemu dengan tantangan keras.
Menteri Kehakiman Bolivia, Ivan Lima, dengan tegas menanggapi bahwa klaim Zuniga adalah kebohongan dan bagian dari upaya untuk membenarkan ambisi kekuasaannya.
Lima menuduh Zuniga melakukan tindakan terorisme dan pemberontakan bersenjata, menegaskan bahwa upaya kudeta tersebut bukanlah untuk mendukung demokrasi, melainkan untuk menegakkan kekuasaan yang otoriter.
Pada intinya, klaim Zuniga tentang “membebaskan tahanan politik” dianggap oleh pemerintah sah sebagai kudeta yang tidak sah dan ancaman serius terhadap stabilitas demokrasi di Bolivia.
Sementara Zuniga berusaha meyakinkan publik akan niat baiknya untuk mengembalikan demokrasi yang diyakini telah terkikis, Lima dan pendukung pemerintah menekankan bahwa tindakan tersebut justru merusak fondasi demokrasi yang baru saja diperbaiki setelah periode ketegangan politik sebelumnya.
Kontroversi ini mencerminkan polarisasi yang dalam dalam politik Bolivia, di mana klaim dan realitas tentang tujuan serta konsekuensi dari upaya kudeta memunculkan pertanyaan kritis tentang masa depan demokrasi negara tersebut.
