jfid – Paus Fransiskus baru-baru ini mengeluarkan dokumen yang mengizinkan para imam Katolik untuk memberkati pasangan sesama jenis dan pasangan “tidak biasa” dalam keadaan tertentu.
Ini merupakan langkah maju yang signifikan bagi kelompok Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) dalam Gereja Katolik Roma, yang selama ini dianggap sebagai dosa dan penyimpangan.
Seperti yang dilansir dari CNBC Indonesia, dokumen tersebut menyatakan bahwa pemberkatan tersebut adalah tanda “Tuhan menyambut semua orang” dan bahwa orang yang menerima berkat tidak harus memiliki kesempurnaan moral sebelumnya.
Namun, dokumen tersebut juga menegaskan bahwa pemberkatan tersebut tidak boleh menjadi bagian dari ritual rutin Gereja atau terkait dengan pernikahan sipil, karena Gereja tetap harus melihat pernikahan sebagai hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan.
Sikap baru ini mencerminkan pelonggaran sikap dari Gereja Katolik, meskipun bukan perubahan posisi. Pada 2021 lalu, Paus mengatakan bahwa para imam tidak dapat memberkati pernikahan sesama jenis karena Tuhan tidak dapat “memberkati dosa”.
Namun, Paus Fransiskus telah mengisyaratkan pada Oktober bahwa ia terbuka untuk memberkati pasangan sesama jenis.
Beberapa uskup di negara-negara tertentu sebelumnya telah memperbolehkan para imam untuk memberkati pasangan sesama jenis, meskipun posisi otoritas Gereja masih belum jelas.
Dengan adanya dokumen baru ini, diharapkan akan ada lebih banyak kejelasan dan konsistensi dalam praktik Gereja di seluruh dunia.
Sikap baru Paus Fransiskus ini patut diapresiasi sebagai upaya untuk menjembatani jurang antara Gereja Katolik dan komunitas LGBT, yang sering merasa terpinggirkan dan ditolak oleh agama.
Ini juga menunjukkan bahwa Paus Fransiskus adalah seorang pemimpin yang berani dan progresif, yang mau mengakui realitas sosial dan mengadaptasi ajaran agama sesuai dengan seruan Gereja Katolik.
Namun, sikap baru ini juga menimbulkan pertanyaan dan tantangan bagi Gereja Katolik. Apakah ini berarti bahwa Gereja Katolik akan mengubah doktrinnya tentang pernikahan dan seksualitas?
Bagaimana cara Gereja Katolik menjaga kesatuan dan otoritasnya di tengah keragaman pandangan dan praktik di antara para imam dan umatnya? Bagaimana cara Gereja Katolik berdialog dan berkolaborasi dengan kelompok-kelompok lain yang memiliki pandangan berbeda tentang LGBT?
Dengan adanya dokumen baru ini akan menjadi awal dari sebuah proses dialog dan refleksi yang mendalam di dalam Gereja Katolik, yang akan menghasilkan pemahaman dan penghargaan yang lebih besar terhadap martabat dan hak asasi manusia dari semua orang, termasuk komunitas LGBT.