jfid – Kontroversi mengenai nasab Ba’alawi atau garis keturunan habib di Indonesia kembali mencuat setelah KH Imaduddin Utsman, pengurus Pondok Pesantren Nahdlatul Ulum Banten, mengungkapkan penelitiannya yang menemukan kejanggalan pada garis keturunan yang diklaim terhubung langsung ke Nabi Muhammad SAW.
Imaduddin menjelaskan bahwa ia telah menyelidiki nasab Nabi Muhammad SAW dan keturunannya dari Fatimah, Husein, Ali Zainal Abidin hingga Ahmad bin Isa.
Namun, ia menemukan bahwa Ahmad bin Isa, yang hidup pada abad keempat Hijriah, hanya memiliki tiga anak, yaitu Muhammad, Ali, dan Husein.
Imaduddin tidak menemukan tokoh bernama Ubaydillah, yang oleh kelompok Ba’alawi diklaim sebagai anak Ahmad bin Isa dan leluhur habib di Indonesia.
Nama Ubaydillah baru muncul dalam manuskrip abad kesembilan Hijriah yang ditulis oleh Ali Bin Abu Bakar As-Sakran, seorang tokoh Ba’alawi.
Prof. Menachem Ali, seorang pakar filologi, memberikan pandangannya mengenai pernyataan Imaduddin. Menurutnya, memang tidak ada manuskrip eksternal yang mencatat keberadaan Ubaydillah sebagai anak Ahmad bin Isa pada zaman tersebut.
“Jika saya ditanya apakah dokumen mengenai tokoh yang bernama Ubaydillah itu eksis pada zaman (Ahmad bin Isa), maka saya bilang tidak ada,” ujar Menachem Ali dalam wawancara di YouTube Rhoma Irama Official, Sabtu 29 Juni 2024 malam.
Menachem Ali menegaskan bahwa dari penelitian manuskrip abad keempat hingga kedelapan Hijriah, tidak ditemukan catatan mengenai tokoh Ubaydillah.
Manuskrip yang ada baru muncul pada abad kesembilan Hijriah dan ditulis oleh tokoh dari kelompok Ba’alawi.
“Masalahnya adalah tidak ada dokumen eksternal (di luar milik Ba’alawi) yang mengisahkan tokoh bernama Ubaydillah. Tidak ada, adanya hanya di kelompok Ba’alawi saja, itulah masalahnya,” jelasnya.
Lebih lanjut, Menachem Ali menyatakan bahwa jika Ubaydillah adalah tokoh historis, seharusnya ada manuskrip yang mencatat keberadaannya pada abad kelima atau keenam Hijriah.
Ketidakhadiran dokumen eksternal ini menimbulkan keraguan serius mengenai keberadaan tokoh tersebut.
“Kalau Nabi Muhammad SAW saja yang hidup ribuan tahun lalu, ada manuskrip eksternalnya, apa mungkin Ubaydillah yang diklaim sebagai tokoh Ba’alawi, yang hidup dekat dengan zaman kita tidak ada manuskripnya. Kalau tidak ada berarti memang (tokohnya) tidak ada, jangan diada-adakan,” tegas Menachem Ali.
Kesimpulannya, Menachem Ali mengindikasikan bahwa tokoh Ubaydillah mungkin saja merupakan hasil glorifikasi kelompok Ba’alawi untuk memperkuat klaim keturunan mereka.
“Jadi dapat disimpulkan tokoh ini ditulis dalam rangka glorifikasi, sebagai orang yang memiliki kaitan dengan tokoh tersebut,” pungkasnya.
Kontroversi ini menambah panjang daftar perdebatan tentang keabsahan nasab habib di Indonesia, mengundang perhatian dari berbagai kalangan untuk meninjau kembali bukti-bukti historis yang ada.