jfid – Saya yakin Anda pernah mendengar atau membaca ungkapan bahwa Indonesia adalah bangsa pemalas. Ungkapan ini sering terlontar dari mulut para politisi, akademisi, pengamat, bahkan masyarakat biasa.
Apakah ungkapan ini benar adanya? Apakah kita sebagai bangsa memang bermental pemalas? Ataukah ini hanya stigma yang tidak berdasar?
Tentu, mari ulas lebih dalam mengenai aspek yang terlibat dalam perdebatan mengenai stereotip “negara pemalas” yang sering disematkan pada Indonesia.
Banyak dari kita sering kali terdengar atau membaca label yang melekat pada Indonesia sebagai bangsa yang kurang aktif secara fisik dan kurang tertarik dalam membaca.
Namun, seperti yang telah diuraikan dari berbagai survei dan penelitian, klaim tersebut ternyata memiliki dasar yang kuat. Sebuah survei yang dilakukan oleh Stanford University pada tahun 2022 menempatkan Indonesia di peringkat teratas sebagai negara dengan tingkat aktivitas fisik yang rendah.
Survei ini mengukur rata-rata jumlah langkah yang dilakukan penduduk suatu negara per hari, dan hasilnya menunjukkan bahwa Indonesia hanya mencatat sekitar 3.513 langkah, jauh di bawah rata-rata global yang mencapai 4.961 langkah per hari.
Pola perilaku ini juga tercermin dalam minat membaca warga Indonesia. Penelitian dari PISA dan UNESCO menunjukkan bahwa Indonesia berada di posisi kedua terbawah dari 63 negara dalam hal minat membaca.
Rata-rata, warga Indonesia hanya menghabiskan waktu 6 menit per hari untuk membaca, sementara rata-rata global mencapai 32 menit per hari.
Namun, penting untuk menggali lebih dalam apa yang menjadi pemicu dari tingkat ketidakaktifan yang cukup signifikan ini. Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam memunculkan kecenderungan ini termasuk faktor budaya, lingkungan, dan sosial.
Faktor budaya mungkin menjadi salah satu elemen utama. Sikap pasrah, fatalistik, dan kurang inisiatif dalam mengubah kondisi hidup, serta kecenderungan untuk menunda-nunda pekerjaan dan menyalahkan nasib, sering kali menjadi ciri khas dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Pengaruh dari nilai-nilai agama, adat, atau bahkan pengalaman sejarah kolonialisme mungkin memiliki andil dalam pembentukan sikap ini.
Lingkungan juga berperan penting. Iklim tropis yang panas dan lembab di Indonesia dapat memengaruhi energi dan aktivitas fisik seseorang.
Infrastruktur yang tidak memadai, transportasi yang kurang lancar, dan kurangnya fasilitas umum yang memadai juga dapat menjadi hambatan dalam meningkatkan tingkat aktivitas masyarakat.
Aspek sosial juga tidak bisa diabaikan. Meskipun Indonesia terkenal dengan semangat gotong royong dan kekeluargaannya, ada kalanya hal ini dapat menjadi kontraproduktif.
Ketergantungan yang terlalu besar pada bantuan dari pihak lain tanpa mau berusaha sendiri, serta kecenderungan untuk bergantung pada pemerintah atau lembaga sosial tanpa memberikan kontribusi yang sepadan, juga menjadi bagian dari pola perilaku sosial yang berkaitan dengan ketidakaktifan ini.
Dari berbagai faktor yang terlibat, tampak bahwa ketidakaktifan bukanlah karakteristik bawaan, melainkan lebih dipengaruhi oleh faktor psikologis, budaya, dan situasional. Yang penting, sikap ini dapat diubah dan diperbaiki.
Langkah-langkah menuju perubahan dapat dimulai dengan mengubah pola pikir masyarakat. Percaya bahwa dengan usaha dan kerja keras, perubahan dapat terjadi.
Selain itu, mengadopsi gaya hidup yang sehat, aktif, dan produktif juga merupakan langkah penting. Ini melibatkan kebiasaan hidup sehat, rutin berolahraga, manajemen waktu yang baik, dan menghindari stres.
Lebih lanjut, memperbaiki sikap sosial dengan menjadi lebih bertanggung jawab, berkontribusi dalam masyarakat, dan menghormati aturan juga penting dalam mendorong perubahan positif.
Dengan mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor yang mendorong ketidakaktifan ini, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengubah paradigma dan membuktikan bahwa negara ini tidaklah malas.
Potensi besar dalam kemajuan, kesejahteraan, dan prestasi masih terbuka lebar. Yang diperlukan hanyalah kesadaran kolektif untuk melakukan perubahan yang positif guna membangun masa depan yang lebih aktif, sehat, dan berprestasi bagi Indonesia.