jfid – Terusan Suez, kanal buatan yang menghubungkan Laut Mediterania dan Laut Merah, adalah salah satu jalur pelayaran tersibuk dan terpenting di dunia.
Namun, pada Maret 2021, terusan ini sempat terhambat oleh kapal kontainer raksasa Ever Give yang kandas dan menutup jalur selama sepekan.
Insiden ini menimbulkan kerugian ekonomi yang besar dan memicu kekhawatiran akan ketergantungan terhadap satu-satunya jalur pelayaran antara dua lautan tersebut.
Di tengah krisis ini, muncul kabar bahwa Israel memiliki rencana ambisius untuk membangun terusan baru yang akan menandingi Terusan Suez.
Proyek ini disebut dengan proyek Kanal Ben Gurion, mengambil nama perdana menteri pertama Israel, Ben Gurion.
Kanal ini akan menghubungkan Laut Merah dan Laut Mediterania melalui wilayah Israel, dengan pintu masuk di Teluk Aqaba.
Kanal ini akan dimulai dari Eilat, kota pelabuhan di perbatasan Israel dan Yordania, dan berakhir di Jalur Gaza, sebelum menuju Laut Mediterania.
Proyek ini diklaim akan memberikan manfaat ekonomi dan strategis bagi Israel, serta mengurangi ketergantungan pada Mesir yang menguasai Terusan Suez.
Selain itu, proyek ini juga bertujuan untuk membangun kota-kota kecil, hotel, restoran, dan klub malam di sepanjang kanal.
Namun, proyek ini juga menuai kontroversi dan kritik, terutama dari Palestina dan negara-negara Arab lainnya.
Salah satu alasan utama penolakan proyek ini adalah karena kanal ini akan melintasi wilayah Jalur Gaza, yang merupakan wilayah yang diduduki Israel sejak 1967 dan menjadi sasaran serangan militer Israel yang brutal.
Palestina menuduh Israel ingin merebut wilayah Gaza untuk kepentingan proyek kanal ini dan mengabaikan hak-hak rakyat Palestina.
Palestina juga menuntut agar Israel dan negara-negara Barat yang mendukung proyek ini harus berbagi keuntungan dengan Palestina jika kanal ini terealisasi.
Proyek Kanal Ben Gurion bukanlah gagasan baru. Sejak tahun 1960-an, Amerika Serikat telah mempertimbangkan proposal untuk membangun alternatif Terusan Suez melalui Israel dengan menggunakan bom nuklir.
Namun, rencana ini baru dibuka ke publik pada tahun 1990-an dan belum mendapat persetujuan dari PBB.
PBB sendiri telah menugaskan studi kelayakan dari perusahaan terowongan internasional OFP Lariol, yang memperkirakan kanal ini dapat dikeruk dalam waktu lima tahun.
Namun, hingga saat ini, proyek ini masih belum jelas kapan akan dimulai dan bagaimana mekanismenya.
Apalagi, Israel saat ini sedang menghadapi krisis politik dan keamanan akibat konflik dengan Palestina yang memanas.
Banyak pihak yang meragukan apakah proyek ini benar-benar dapat terwujud atau hanya menjadi mimpi Israel yang justru menjadi mimpi buruk bagi Palestina.