jfid – Sampah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Yang tentunya, ketika berbicara sampah akan muncul stigma atau konotasi negatif. mulai dari bau yang tidak sedap hingga merusak pandangan estetika lingkungan.
Dalam persoalan sampah tentu menjadi problem bersama antara pemerintah dan lapisan masyarakat. Khususnya pemerintah kabupaten Bangkalan. Kabupaten dengan takline kota Dzikir dan Sholawat. Yang tentunya kota dengan kultur religius yang menjunjung tinggi kebersihan sebagaimana hadist Nabi SAW. “kebersihan sebagian dari Iman” sebagai pedoman. Adapun dampak dan faktor dari sampah dapat kita petakan sebagai berikut:
Lingkungan dan Image
Berbicara lingkungan, maka bisa dipastikan tidak ada satupun kota maupun kabupaten di dunia ini yang ingin terlihat buruk. Tentu semuanya akan ingin terlihat bersih dan indah. Karena memang tolak ukur image dari sebuah kota/kab. Ialah tatanan dan kebersihan lingkungan. Itulah kenapa dahulu Sukarno lebih memilih untuk membangun dan menata kota agar lebih terlihat indah dan elegan di mata dunia, bahwa Indonesia layak merdeka. Karena memang menjadi tolak ukur dan bahkan menjadi harga diri.
Sekarangpun banyak kota atau kabupaten yang berlomba-lomba menata dan memperindah kota atau daerah nya masing-,masing. Apalagi bagi kabupaten Bangkalan yang memang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai religius yang mencintai keindahan dan kebersihan.
Kesehatan
Sampah juga berdampak buruk pada kesehatan. Akibat dari tumpukan sampah dapat menimbulkan gejala-gejala atau serangan penyakit pada manusia. Seperti Demam Berdarah, Diare, Kudisan, Jamur dan lain-lain. Tidak hanya memicu pada kesehatan manusia saja. Melainkan pada kesehatan Makhluk hidup lainnya, seperti tumbuhan dan hewan. Jadi, sampah yang tidak terkelola dengan baik sangatlah berdampak buruk.
Konstruk dan kehidupan Sosial
Akibat dari sampah, juga berdampak pada kehidupan sosial. Ketika ada sampah yang berserakan atau tumpukan sampah yang tidak terkelola dengan baik. Sehingga memunculkan bau yang tidak sedap. Tentu sangatlah menganggu terhadap kita. Dan kalo kita tidak menyikapi hal ini, sebagai suatu hal yang buruk. Ini akan menjadi kebiasaan dan membangun konstruk buang sampah sembarangan. Yang tentunya dampaknya sangatlah buruk bagi kehidupan.
Kesejahteraan
Disisi lain, ketika sampah dikelola dengan baik dan bahkan dimanfaatkan. Justru akan menjadi penunjang terhadap kebutuhan ekonomi kehidupan kita. Seperti memanfaatkan sampah dengan mendaur ulang sampah menjadi pupuk misalkan. Atau mungkin kerajinan-kerajinan lain. Sehingga, awalnya yang menjadi suatu hal buruk yang menakutkan, justru berubah menjadi seuatu hal yang bermanfaat. Setidak-stidaknya dapat mengurangi sisi buruknya.
Sayangnya, sampah hari ini sudah menjadi penyakit yang ironis. Yang orang-orang yang sadar terhadap sampah ini lebih banyak yang tidak sadar. Khususnya di kabupaten bangkalan ini. Karena memang yang harusnya bertanggung jawabpun tidak menyadari.
Sedangkan Sampah sendiri merupakan sisa dari kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat. Sebagaimana didefinisikan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2008, tentang pengelolaan sampah di bab satu, bagian satu, pasal 1, ayat 1.
Seiring berkembangnya zaman, samakin variatif jenis-jenis sampah. Dan ketika mengacu pada hitungan statistik Lauren Smict(pakar statistik London) perihal populasi jiwa, bahwa, setiap 6 tahun manusia dunia meningkat 1 milyar jiwa. Tentu Indonesia salah satunya. Itu artinya, mengacu pada definisi diatas, produksi sampah juga meningkat dan akan terus meningkat.
Persoalan sampah menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat yang menjadi produsen sampah. Namun sebagai langkah awal pemerintah harus hadir untuk melindungi warganya. sehingga dalam hal ini, pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap persoalan sampah tersebut. Baik secara penyadaran masyarakat dan pengelolaan sampah. Karena memang sudah ada regulasi yang mengatur dan mengamanatkan sebagai wujud dari tanggung jawab Negara untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa, yang diamanatkan undang-undang dasar 1945.
Sebagaaimana termakhtub dalam undang-undang tentang pengelolaan sampah. Seperti di Pasal 5, yang berbunyi “Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang ini”. Kemudian pasal tersebut lebih diperjelas di pasal selanjutnya di Pasal 6, yang terdiri dari poin:
a. Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah.
b. Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah.
c. Memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dn pemanfaatan sampah.
d. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah.
e. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengelolaan sampah.
f. Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik local yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah. Dan
g. Melakukan koordinasi antar lembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterperpaduan dalam pengelolaan sampah.
Sayangnya semangat yang terkandung dalam undang-undang ini tidak diindahkan oleh pemerintah bangkalan secara implementasi di dunia nyata. Sekalipun sudah tertuang pula di Perbub Bangkalan Nomor 47 tahun 2012.
Kenapa tidak. Realitas yang terjadi di lapangan banyak sampah-sampah yang berceceran di sepanjang sisi jalan di Bangkalan. Misalnya di jalan Soekarno-Hatta pusat kota, hingga Kamal. Dan di sepanjang jalan utama lintas kabupaten dari ujung barat hingga ujung timur perbatasan Bangkalan-Sampang.
Banyak sekali kita jumpai pemandangan yang tidak mengelokkan akibat sampah. Bahkan bau tidak sedap sampah. Sepanjang jalan akses Suramadupun yang menjadi salah satu ikon kabupaten Bangkalan. Banyak berserakan sampah. Sungai di Tanah Merah, sungai di Blega, pasar-pasar tradisional kita, yang semuanya sesak dengan sampah-sampah yang berlarut-larut dengan pengelolaan yang tidak jelas. Juga dipantura, di daerah Klampis sungai dan pantai sesak dengan sampah. Dan masih banyak lagi lainnya yang memilukan perihal sampah ini.
Penulis, pernah ikut gerakan aksi mahasiswa, yang menyuarakan perihal sampah tersebut. terhadap dinas yang terkait di kabupaten Bangkalan. Namun gerakan tersebut seakan tidak diindahkan. Pasalnya, sampah sampai hari ini masih berceceran. Dan yang menarik, ketika penulis menanyakan perihal implementasi amanat undang-undang Pasal 6, poin b, terkait penelitian. Dan yang berwenang tidak bisa menjawab dengan ekspresi kebingungan. Sehingga penulis menyimpulkan, bahwa, selama dan sejauh ini Dinas terkait yang bertanggung jawab belum melakukan penelitian perihal sampah. Yang dimana, penelitian ini penting untuk menjadi acuan sebagai naskah akademik untuk pengelolaan sampah di kabupaten Bangkalan. Dan celakanya lagi, justru di dinas terkait tersebut berserakan sampah.
Padahal, banyak sekali generasi Bangkalan kalo kita lihat di sekolah-sekolah yang kreatif menciptakan kerajinan-kerajinan berbahan dasar sampah. Dan juga masyarakat-masyarakat Bangkalan di desa-desa yang juga kreatif mengelola sampah. Walaupun masih banyak juga yang tidak sadar akan hal tersebut. Harusnya ini diperhatikan oleh pemerintah sebagaimana amanat undang-undang. Jangankan memfasilitasi, toh sosialisasi menyadarkan masyarakat saja tidak ada.
Jikapun memang tidak bisa dan tidak mampu memposisikan diri sebagai penanggung jawab. Kiranya perlu dilakukan sebuah formulasi pengkaderan untuk menciptakan insane birokrasi yang berkhidmad “taqwa, intelektual, professional” untuk Bangkalan yang Sejahtera.
Tentang Penulis: Abdullah Sahuri adalah, penulis buku Aku Malas Membaca, terbitan KBM-Jogjakarta, 2019. Founder Komunitas Pendekar Literasi dan Kader PMII STITAL Bangkalan”.