Mataram, Jurnalfaktual.id | Ketua Koordinator Cabang Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Kocab MP BPJS) Provinsi NTB, Masjuddin meminta jaminan kesehatan pekerja dikelola BP Jamsostek.
Menyikapi jaminan kesehatan nasional saat ini yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selalu mengalami defisit anggaran bahkan mencapai Rp 32 triliun.
“Hal ini berbanding terbalik jika dibanding dengan BP Jamsostek yang justru surplus hingga Rp 410 triliun,” ujarnya, Senin 23 Desember 2019.
“Kami mengusulkan agar pengelolaan jaminan kesehatan bagi para pekerja yang tergabung dalam BPJS Kesehatan bisa dialihkan ke BP Jamsostek,” kata Joe sapaan akrabnya.
Dikatakannya, dana BPJS Kesehatan ini kan selalu defisit dari sejak berdirinya di tahun 2011 hingga 2019. Dengan adanya Perpres Jaminan Kesehatan yang baru diteken Presiden Jokowi itu kan hanya untuk nutupin utang (defisit) BPJS Kesehatan ke setiap RS dan Faskes.
“Yang pasti tidak ada garansi dari kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu bisa selesaikan defisit,” cetusnya
“Maka dari itu, Korcab MP BPJS NTB mengusulkan kepada pemerintah agar mengalihkan pengelolaan jaminan kesehatan para pekerja ke BP Jamsostek,” sambung Joe.
Dari data saat ini, kata dia jumlah peserta BP Jamsostek sekitar 20 juta orang saja yang aktif, yang tidak aktif sekitar 19 juta orang. Sementara untuk pekerja informal, dari 70 juta yang tercatat hanya 3 juta yang jadi peserta.
“Sedangkan BPJS Kesehatan sarat beban, yang dikelola besar (Rp 222 juta rakyat Indonesia). Sementara anggarannya selalu defisit. Sedangkan BP Jamsostek (sebutan lain BPJS Ketenagakerjaan) meski pesertanya masih di bawah BPJS Kesehatan namun dana kelolaannya surplus Rp 410 triliun,” tutur Joe.
“Jadi jaminan kesehatan para pekerja yang berbayar itu diarahkan, tidak ingin mendapatkan pelayanan yang diskriminatif. Dari pada tumpang tindih, lebih baik pengelolaannya dialihkan ke BP Jamsostek untuk masalah pelayanan kesehatannya,” tandasnya. (Lns)