Menunggu Sumenep dalam Pertanyaan?

Rasyiqi By Rasyiqi - Writer, Saintific Enthusiast
5 Min Read
- Advertisement -

jfid – Apakabar Sumenep? Apakah akan lebih baik dari sebelumnya? Menunggu Sumenep adalah analogi kilas, seperti menunggu sebuah roket mainan Elon Musk yang hendak diterbangkan ke bulan. Begitu kira-kira, membuat setiap orang penasaran untuk melihatnya. Sebagaimana menunggu Achmad Fauzi dan Dewi Khalifah memimpin kabupaten yang kaya dengan segala macam.

Dari Masalembu hingga ke Guluk-guluk, dari pulau Sapeken ke daratan Pasongsongan. Apa yang anda pikirkan? Fosfat? Migas? Restribusi Pajak? Harga tembakau? Pelayanan kesehatan? Kelangkaan pupuk? Penerangan listrik kepulauan? Kejahatan Narkoba? Atau keterbatasan ekonomi masyarakat dengan melimpahnya sumber daya alam?

Januari bulan lalu, saya teringat pada seorang Gadis berusia 18 tahun asal desa Saobi, kepulauan Kangean, meninggal di kapal saat hendak dirujuk ke RSUD H. Moh Anwar Sumenep, setelah menempuh perjalanan hampir 10 jam.

Apakah setiap orang Kangean yang sakit keras, harus menikmati angin laut dan dirujuk ke RSUD di darat? Ini adalah Tesis utama, jika pemimpin baru Sumenep, harus berani melepas wilayah kepulauan sebagai daerah yang terpisah secara administratif dari kabupaten Sumenep (kabupaten kepulauan Sumenep?). Sebagai jurnalis, saya tidak melihat janji politik Achmad Fauzi dalam debat kandidat kala itu, soal wacana kabupaten kepulauan Sumenep.

Ad image

Untuk menjawab pertanyaan dari berbagai pertanyaan, tentu itu adalah tugas Bupati dan Wakil Bupati Sumenep masa jabatan 2021-2024. Namun, bukan menjawab janji politik calon di tahun 2010 tentang bebas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Mungkin penting untuk diceritakan, jika seorang warga, saat menyertifikat tanah, kaget, dengan syarat, harus melunasi tunggakan pajak selama 10 tahun (kampanye calon di pilkada 2010, masyarakat bebas PBB).

Mari kita bersafari dalam petikan puisi WS Rendra, “pertanyaan pertanyaan masih belum selesai,” sebuah kalimat yang mungkin ada dibenak seorang mahasiswa asal kepulauan Masalembu, saat meratapi mati hidupnya lampu per tiga jam setiap malam.

Karena, di beberapa wilayah kepulauan Sumenep, masih tidak tersalur aliran listrik dari PLN. Penerangan di daerah kepulauan lebih bergantung pada tenaga diesel. Sedangkan tenaga diesel memiliki kelemahan, karena daya dan tegangan tidak stabil.

Bicara rasionalitas kepulauan Sumenep sebagai kabupaten tersendiri. Justru menjadikan efektifitas kerja bagi pemerintah kabupaten Sumenep. Semisal, tidak begitu sibuk mengurus Participating Interest (PI) Migas atau Pendapatan Asli Daerah (PAD) lebih difokuskan pada potensi wisata yang ada di wilayah daratan.

Secara kesejarahan, dengan tergabungnya wilayah Masalembu yang jaraknya lebih dekat ke Kalimantan atau pulau Sapeken yang secara demografi berdampingan dengan Bali, namun masuk dalam wilayah administratif kabupaten Sumenep. Hal itu, tidak bisa terlepas dari pengaruh Arya Wiraraja (pendiri Sumenep) yang memiliki afiliasi kuat dengan kerajaan Majapahit. Yang kala itu, menguasai wilayah Nusantara.

Dari aspek kependudukan masyarakat kepulauan, tentu sangat memenuhi syarat untuk menjadi sebuah kabupaten. Juga syarat geografis kepulauan yang secara standar layak untuk berdiri sebagai kabupaten.

Dan bagaimana mungkin, kabupaten dengan APBD 2,5 Triliun bisa efektif mengurus 78 pulau dari 126 pulau tak berpenghuni.

Ini sungguh bertolak belakang dengan kontribusi kepulauan dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Daerah kepulauan meyumbangkan sebesar 7,2% dari sektor MIGAS dan 5,4% dari sektor perikanan.(Situs Resmi Pemkab Sumenep, 2013).

Jika Madura jadi Provinsi, masyarakat kepulauan Sumenep, semoga tidak menjadi penonton. Grend isu Madura provinsi, sebagai pemenuhan syarat administratif, justru lahir wacana pemekaran wilayah di Bangkalan (Kabupaten Kamal?) dan wacana proyeksi kota di kabupaten Pamekasan.

Di tahun 2020, dari 300 usulan daerah otonomi baru yang diajukan para Gubernur pada Presiden. Masih belum ada upaya susulan, kabupaten kepulauan Sumenep sebagai daerah otonomi baru.

Seharusnya, Sumenep lah yang paling layak untuk melakukan pemekaran wilayah. Karena secara luas geografis, paling besar cakupan wilayahnya dibandingkan 3 kabupaten di Madura.

Kepulauan Sumenep menjadi kabupaten, bukanlah persoalan setuju atau tidak. Tapi, ini sebagai syarat utama sebagai daerah yang harus mandiri dan berkembang dari pertanyaan-pertanyaan yang lama untuk dijawab.

Deni Puja Pranata

- Advertisement -
Share This Article