Kabupaten Tanpa Cita-cita

Padi Menguning Official
6 Min Read

jfid – Sebuah kabupaten adalah fakta sekaligus cita-cita. Ia melibatkan kondisi nyata. Tetapi ia juga melibatkan harapan para warganya. Untuk itu pentingnya membicarakan arah pembangunan sebuah kabupaten, dalam hal ini Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS, Nusa Tenggara Timur. 

Pertanyaan selanjutnya, mau dibawa ke arah mana pembangunan Kabupaten TTS? 

Kita tahu, tujuan dibentuknya sebuah kabupaten adalah untuk kepentingan warganya. Yang dimaksud warga di sini bukanlah sekelompok orang yang memiliki modal kuat atau otoritas politik yang gagah, melainkan seluruh warga, lepas status sosial, ekonomi, politik, suku, ras, maupun agamanya. Untuk itu, pemda harus memiliki totalitas untuk membangun kabupaten TTS. 

Kabupaten Tanpa Cita-cita

Apa jadinya kabupaten tanpa cita-cita? Yang terjadi adalah kabupaten sebagai panggung tempat menunjukan arogansi dan kekuatan politik. Kabupaten ibarat tubuh tanpa jiwa. Masyarakat tidak punya ruang publik dalam arti spasial. Masyarakat juga tidak punya ruang publik dalam arti sosial-politik. 

Kendaraan mewah milik para pejabat bertebaran di penjuru kota, sedangkan orang miskin terpojok dan hidup dalam kesusahan. Sumur bor milik para pejabat dibuat untuk bisnis air saat musim kemarau, tapi warganya dibiarkan hidup dalam kekeringan. Inilah yang terjadi pada kabupaten tanpa cita-cita.

Retorika pejabat politis bertentangan dengan apa yang dilakukannya. Akibatnya kabupaten ini pun seakan kehilangan makna.

Kabupaten ini akhirnya menjadi ruang ekspresi kerakusan untuk semata mengeruk kekayaan dan mendaki gunung status sosial. Tidak ada solidaritas. Yang ada adalah kompetisi murni. Saingan adalah musuh yang mesti dilindas. 

Kabupaten berubah menjadi kerajaan kerakusan. Kemajuan dan kemegahan tidak didasarkan pada nilai-nilai luhur kehidupan, melainkan pada arogansi yang berbalut kehendak untuk mengeruk harta dan kuasa. Kabupaten tak lebih dari sekedar ruang untuk merebut tanpa memberi, merengkuh tanpa mencintai. 

Secara fisik kabupaten yang tanpa cita-cita tidak enak dilihat. Gedung mewah pemerintah bersanding dengan perumahan tak layak huni dipinggiran penjuru kabupaten. Kasus kekerasan terhadap perempuan, stunting, kekeringan hingga korupsi menjadi hal yang biasa. Pemandangan ini tidak hanya mengganggu mata, tetapi juga membuat jiwa menjadi sesak. Kabupaten tanpa cita-cita tidak sehat untuk penghuninya. 

Kabupaten yang tanpa cita-cita juga membuat penghuninya mengalami proses dehumanisasi. Ia kehilangan ciri kemanusiaannya. Ia kehilangan kebaikan hatinya. Yang tersisa adalah keganasan untuk meraup dan mengalahkan musuh. 

Gas motor dan mobil ditarik tanpa pikir.  Para pejabat bertindak arogan. Orang-orang  bertingkah seperti binatang. Bahkan binatang pun lebih beradab dibanding penduduk tanpa cita-cita yang telah kehilangan sisi manusianya. 

Kabupaten tanpa cita-cita adalah ruang diskriminasi. Pejabat dengan kendaraan mewah berkeliaran. Orang miskin susah cari makan. Pemuda desa akhirnya memilih merantau ke negri-negri nun jauh. Semua itu menjadi kondisi biasa yang membutakan nurani. 

Para pejabat berlomba membeli properti untuk memperkaya diri. Orang miskin kesulitan untuk mencari sesuap nasi. Yang tampak adalah ironi dalam bentuk diskriminasi. Para penghuni kabupaten tanpa cita-cita sudah cacat nurani. 

Totalitas pada Cita-cita

Pemda harus mencegah Kabupaten ini menjadi kabupaten yang tanpa cita-cita. Warga harus berperan serta secara aktif dan kritis untuk memberi kabupaten yang tercinta ini makna yang sepatutnya. Untuk itu, diperlukan pendekatan yang holistik untuk mencipta sebuah kabupaten yang bermakna. Paradigma holistik tersebut meliputi semua aspek kehidupan manusia yang menjadi ciri khas kemanusiaannya, termasuk di dalamnya budaya, politik, sosial, ekonomi, seni, dan agama. 

Bidang-bidang tersebut harus menjadi fokus pemda dan warga untuk merangkai dan menata kabupaten. Tidak boleh ada bidang yang dianaktirikan. Tidak boleh ada bidang yang dianak emaskan. Hanya dengan begitu kabupaten TTS bisa bermakna bagi warganya. 

Pemda dan warga perlu untuk total pada komitmen awal membentuk sebuah kabupaten, yakni untuk kesejahteraan semua penghuninya dalam arti yang menyeluruh, dan bukan bidang-bidang tertentu semata. Tidak lebih dan tidak kurang. Totalitas tersebut perlu dihayati. Totalitas tersebut perlu untuk mendarah daging di sanubari pemda dan warga. 

Kita semua harus ingat untuk apa kita disini. Kita semua harus ingat untuk apa ini semua dibangun. Hanya dengan begitu kita bisa setia pada visi awal yang luhur. 

Hanya dengan begitu kita bisa membuat kabupaten TTS menjadi sungguh bermakna. Yang juga berarti hidup kita semua menjadi bermakna. 

Honing Alvianto Bana, lahir di Kota Soe, Nusa Tenggara Timur. Ia suka menulis dan membaca. Ia juga suka melamun. Saat ini sedang aktif di Komunitas Paloli TTS dan Komunitas masyarakat adat OAT Nausus. 

*Ikuti jfid di Google News, Klik Disini.
*Segala sanggahan, kritik, saran dan koreksi atau punya opini sendiri?, kirim ke email [email protected]

Share This Article