jfid – Hotman Paris, pengacara terkenal di Indonesia, baru-baru ini menyoroti kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin yang melibatkan Jessica Wongso sebagai tersangka utama.
Kasus ini kembali menjadi sorotan publik setelah dirangkum dalam film dokumenter di Netflix berjudul Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso.
Hotman merasa bahwa putusan pidana 20 tahun terhadap Jessica terasa tidak adil karena hanya berdasarkan sejumlah bukti yang belum pasti kebenarannya.
Dia menyoroti dua hal yang menjadi bukti di persidangan Jessica. Dua hal tersebut adalah bukti rekaman CCTV yang memperlihatkan momen Jessica menaruh paper bag di atas meja serta alasan dirinya memesan duluan kopi untuk Mirna.
Hotman Paris juga menyoroti keterangan ahli forensik kimia yang memberatkan Jessica di persidangan. Ahli forensik kimia tersebut memberikan keterangan yang menyatakan soal waktu Jessica menaruh sianida di kopi Mirna.
Menurut Hotman Paris, sesuai dengan hukum yang telah berlaku di Indonesia, satu-satunya cara supaya Jessica Wongso bisa menghirup udara bebas adalah mengajukan grasi kepada presiden yang sedang menjabat dan tidak lain adalah Presiden Joko Widodo.
Namun, sebelum pihak Jessica mengajukan grasi kepada Jokowi, sebaiknya dilakukan pendekatan tersebut dahulu sehingga bisa mengetahui apakah Presiden akan mengabulkan grasi tersebut atau tidak.
Pendapat publik tentang kasus Jessica Wongso cukup beragam. Beberapa warganet merasa bahwa kasus ini masih penuh misteri dan meragukan apakah Jessica benar-benar bersalah.
Mereka merasa bahwa perilaku Jessica memang mencurigakan, namun bukti yang ada tidak cukup kuat untuk membuktikan bahwa dia benar-benar melakukan pembunuhan.
Namun, ada juga yang merasa bahwa Jessica bersalah. Kesaksian dan bukti yang ada dianggap cukup memberatkan Jessica, sehingga dia dinyatakan sebagai pembunuh Mirna.
Jessica Kumala Wongso, yang dinyatakan bersalah dan mendapatkan hukuman 20 tahun penjara karena membunuh dengan memasukkan racun sianida ke dalam es kopi vietnam korban, saat ini masih menjalani hukuman.
Jessica tengah mendekam di Lapas Kelas II A Pondok Bambu, Jakarta Timur. Bertahun-tahun berada di balik jeruji besi, Rika Aprianti, Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen Kemenkumham), memastikan narapidana wanita tersebut dalam kondisi baik.
Kasus kopi sianida yang menyeret Jessica Kumala Wongso kini kembali mencuat setelah layanan streaming Netflix merilis dokumenter perjalanan hukumnya.
Kendati sosoknya menuai sorotan dan simpati masyarakat, menurut Rika, tak ada perlakuan khusus, baik dalam arti negatif maupun positif. “Semua (terpidana termasuk Jessica) diperlakukan sama,” tandasnya.
Kasus ini telah memberikan dampak yang signifikan pada masyarakat Indonesia. Kasus ini menjadi sorotan utama media dan menarik perhatian publik yang besar. Banyak orang memiliki pendapat yang kuat tentang apakah Jessica bersalah atau tidak.
Selain itu, kasus ini juga memicu diskusi tentang sistem hukum pidana di Indonesia. Beberapa orang merasa bahwa hukum pidana di Indonesia memiliki beberapa kelemahan, seperti ditunjukkan oleh kasus Jessica Wongso.
Misalnya, selama penyelidikan dan persidangan, Jessica tidak diberikan prasangka tidak bersalah, sebagian karena infrastruktur hukum formal Indonesia yang cacat atau tidak ada untuk penangkapan, penahanan, pencarian, dan pengungkapan bukti penuntutan kepada pembela.
Secara keseluruhan, kasus ini telah mempengaruhi cara masyarakat melihat sistem hukum pidana dan bagaimana mereka menilai keadilan dalam kasus-kasus pidana.