jfid – James Francis Edward Stuart, yang akrab dikenal sebagai “Si Penipu Lama,” merupakan salah satu figur yang mencoreng sejarah Inggris dengan kontroversi dan perjuangan kerasnya.
Lahir pada tanggal 10 Juni 1688, di Istana St. James, ia merupakan putra dari James II dari Inggris dan Irlandia, yang juga disebut sebagai James VII dari Skotlandia sebelum digulingkan. Namun, kelahirannya yang bersejarah terjadi pada tengah-tengah kerusuhan politik dan agama yang sedang berkecamuk di Inggris.
Ayahnya, James II, adalah seorang Katolik yang mendekatkan Inggris kepada ajaran Katolik Roma. Hal ini menciptakan ketidaksetujuan besar di antara orang-orang Inggris yang mayoritas Protestan.
Revolusi Glorious tahun 1688 menjadi puncaknya, di mana James II digulingkan dari takhta. Revolusi ini tidak hanya mengakhiri pemerintahan Katolik di Inggris tetapi juga membuka jalan bagi era baru di mana monarki terikat oleh hukum yang ditetapkan oleh Parlemen. Ini adalah titik balik penting dalam sejarah Britania, dan James Francis Edward Stuart lahir di tengah-tengah perubahan besar ini.
Setelah kematian ayahnya pada tahun 1701, James Francis Edward Stuart, yang sering kali disebut sebagai “Pretender” atau “Pretender Lama,” memutuskan untuk mengklaim takhta Inggris, Skotlandia, dan Irlandia.
Klaimnya ini mendapatkan pengakuan resmi sebagai raja Inggris, Skotlandia, dan Irlandia oleh sepupunya yang berkuasa, Louis XIV dari Prancis. Dengan dukungan kuat dari Prancis, James merasa yakin bahwa dia memiliki hak sah untuk merebut takhta yang telah lama diinginkannya.
Namun, pemerintah Inggris menanggapi klaim James dengan tegas, mengikuti prinsip-prinsip konstitusional yang mereka pegang erat.
Sebelum mahkota dapat ditawarkan kepada James, Raja William III dan Ratu Mary II disajikan dengan Dokumen Deklarasi Hak, yang kemudian menjadi hukum sebagai Bill of Rights.
Dokumen ini mengukuhkan berbagai prinsip konstitusional penting, termasuk larangan penggunaan kekuasaan prerogatif untuk menangguhkan hukum, dispensasi pajak tanpa persetujuan Parlemen, dan kebutuhan akan Parlemen yang berkumpul secara teratur.
Pada tahun 1745, upaya besar dilakukan oleh anak James Francis Edward Stuart, Charles Edward Stuart, yang lebih dikenal sebagai “Bonnie Prince Charlie,” untuk merebut kembali takhta Inggris dalam apa yang dikenal sebagai Pemberontakan Jacobite 1745. Pemberontakan ini menandai babak baru dalam perjuangan keluarga Stuart untuk mendapatkan kembali kekuasaan.
Meskipun banyak pendukung Jacobite di Skotlandia awalnya enggan untuk bergerak tanpa dukungan kuat dari Prancis, Charles berhasil meyakinkan mereka. Ia berjanji bahwa Prancis akan mendukung upayanya dan bahwa pendukung Jacobite di Inggris akan bangkit bersamanya jika ia berhasil mengumpulkan pasukan Jacobite dan menyerang Inggris.
Namun, Pemberontakan Jacobite 1745 tidak berakhir dengan sukses, meskipun menciptakan ketegangan yang luar biasa di Inggris.
Setelah beberapa pertempuran berdarah, pasukan Jacobite yang dipimpin oleh Bonnie Prince Charlie akhirnya dikalahkan dalam Pertempuran Culloden pada tahun 1746, yang merupakan pertempuran penentu dalam pemberontakan ini.
Setelah kekalahan ini, harapan untuk mengembalikan dinasti Stuart ke takhta menjadi semakin suram.
Keseluruhan perjalanan hidup dan perjuangan James Francis Edward Stuart, beserta keturunannya, telah meninggalkan jejak yang mendalam dalam sejarah Inggris.
Meskipun ia tidak pernah berhasil merebut kembali takhta yang diinginkannya, upayanya telah membentuk pemahaman kita tentang konflik dinasti, perubahan politik, dan perjuangan kekuasaan dalam sejarah Inggris.
Ini adalah cerita yang mengilhami, tentang bagaimana seorang individu dan keluarga kerajaan dapat berjuang melawan arus sejarah yang tampaknya tak terhindarkan, menciptakan momen-momen dramatis yang membentuk nasib negara.