jfid – Israel telah lama bermimpi untuk memperluas wilayahnya hingga mencakup seluruh tanah yang dijanjikan oleh Tuhan kepada nenek moyang mereka, Abraham, Ishak, dan Yakub.
Konsep Israel Raya (Eretz Yisrael Hashlema) merujuk kepada batas-batas sejarah dan ideal Israel yang terdapat dalam kitab suci Yahudi, yaitu Taurat.
Menurut kitab Kejadian 15:18-21, Allah berjanji kepada Abraham bahwa keturunannya akan mewarisi tanah yang membentang dari Sungai Nil di Mesir hingga Sungai Efrat di Irak, termasuk sebagian besar wilayah Lebanon, Suriah, Yordania, dan Arab Saudi.
Namun, mimpi Israel Raya ini tidak hanya bersifat religius, tetapi juga politis. Sejak berdirinya negara Israel pada tahun 1948, Israel telah berusaha untuk merebut dan menguasai wilayah-wilayah yang dianggap sebagai bagian dari tanah air historis mereka.
Israel telah berperang dengan negara-negara Arab tetangganya, seperti Mesir, Suriah, Yordania, dan Lebanon, untuk mempertahankan dan memperbesar wilayahnya.
Israel juga telah menduduki dan menetapkan permukiman di wilayah-wilayah yang diklaim oleh bangsa Palestina, seperti Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza.
Israel mengklaim bahwa pendudukan dan permukiman ini dilakukan untuk alasan keamanan dan pertahanan, serta untuk melindungi situs-situs suci Yahudi.
Namun, banyak pihak yang mengecam tindakan Israel ini sebagai pelanggaran hak asasi manusia, hukum internasional, dan resolusi PBB.
Bangsa Palestina, yang telah kehilangan sebagian besar tanah dan kedaulatan mereka, menuntut agar Israel mengakhiri pendudukan dan permukiman, serta mengakui hak mereka untuk mendirikan negara merdeka dan berdaulat di wilayah yang diduduki Israel sejak tahun 1967.
Konflik antara Israel dan Palestina telah berlangsung selama puluhan tahun, dan telah menimbulkan banyak korban jiwa, penderitaan, dan ketegangan di kawasan.
Upaya-upaya perdamaian yang melibatkan negara-negara dan organisasi-organisasi internasional, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, Liga Arab, dan PBB, belum berhasil mencapai solusi yang adil dan permanen.
Salah satu hambatan utama adalah sikap Israel yang tidak mau mengalah dan kompromi, serta didukung oleh sekutu-sekutunya, terutama Amerika Serikat, yang memberikan bantuan militer, ekonomi, dan diplomatik yang besar kepada Israel.
Sementara itu, Israel tidak puas dengan wilayah yang telah mereka kuasai, tetapi masih berambisi untuk merealisasikan mimpi Israel Raya.
Beberapa kelompok sayap kanan dan nasionalis di Israel, seperti Partai Likud yang dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Partai Yamina yang dipimpin oleh Naftali Bennett, dan Partai Zionis Relijius yang dipimpin oleh Bezalel Smotrich.
telah mengusulkan dan mendukung rencana untuk mengannexasi sebagian atau seluruh Tepi Barat, serta untuk membangun Kuil Yahudi Ketiga di atas reruntuhan Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, yang merupakan situs suci bagi umat Islam.
Rencana-rencana ini telah menimbulkan kekhawatiran dan kecaman dari komunitas internasional, terutama dari negara-negara Arab dan Muslim, yang menganggapnya sebagai provokasi dan agresi yang dapat memicu perang regional atau bahkan global.
Beberapa negara, seperti Iran, Turki, dan Qatar, telah menyatakan dukungan dan solidaritas mereka kepada bangsa Palestina, dan mengancam akan mengambil tindakan balasan jika Israel melanjutkan rencana-rencana tersebut.
Di sisi lain, beberapa negara Arab, seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan, telah menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel, dengan harapan dapat mempengaruhi kebijakan Israel dan mendorong perdamaian di kawasan.
Israel Raya adalah mimpi bagi sebagian orang Israel, tetapi ancaman bagi sebagian besar bangsa Palestina dan negara-negara Arab dan Muslim.
Mimpi ini dapat menjadi mimpi buruk bagi dunia, jika tidak dihentikan dan diselesaikan secara damai dan adil.
Konflik Israel-Palestina bukan hanya masalah lokal, tetapi juga global, yang membutuhkan perhatian dan partisipasi dari semua pihak yang peduli dengan kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian.